Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nafkah pertama
Malam ini tumben sekali suamiku masih di rumah, biasanya dia akan kembali ke conter setelah sholat maghrib. Kulihat dia sedang duduk di teras dengan menunduk memainkan ponselnya.
Ini kesempatanku untuk berbicara serius dengannya. Aku tidak akan menundanya lagi.
" ehm... kak."
dia sedikit kaget namun tak menoleh, hanya saja dia menarik ponselnya. Aku duduk di kursi kosong di sebelahnya.
" kak aku mau bicara."
" bicaralah, kamu punya hak untuk bicara."
Ini aku mau ngomong sama suami sendiri kok suasananya mengalahkan ngomong dengan dosen pas ujian.
"Gimana usaha kakak, lancar?" aku mulai basa basi.
" iya Alhamdulillah lancar."
Aku diam sejenak, bingung mau ngomong gimana. Sku takut menyinggung perasaannya, tapi untuk apa apa aku diam, selama ini bukankah sku yang selalu menjaga perasaannya, tapi tidak dengannya.
" Ini ada sedikit rejeki, ambillah untuk beli lauk dan sayur besok!" Kak firman memberiku selembar uang kertas berwarna merah.
Ini baru pertama kali selama menikah dia memberiku nafkah, aku akan terima berapapun itu, dan akan aku gunakan sebaik mungkin. Tapi kali ini bukan soal uang yang ada di benakku, tapi soal hubungan kami yang tidak sehat ini.
" Trima kasih kak, semoga diganti yang lebih banyak dn berkah." Ucapku tulus. Kami diam dengan pikiran masing-masing. Susah sekali mau ngomong yang ada di pikiranku.
" Tidak ke conter kak?
" Nantik sekalian setelah sholat isya."
" Pulangnya malem lagi?" tanyaku dengan hati-hati.
" Apa kata nanti, kamu tidak usah menungguku pulang, kalau ngantuk tidur saja."
" Emm iya kak, maaf kak mungkin besok aku akan menginap di rumah abi. Karna aku ada kerja kelompok, dan rumah temanku lebih dekat di sana. Jadi kami akan lebih mudah untuk mengerjakan, apa kakak mengijinkan?"
" Silahkan saja, lagian sejak menikah aku sudah sadar diri kita ini berbeda, Kamu lebih punya kuasa daripada aku yang hidupnya hanya akan numpang denganmu."
jlep
Oh hatiku.... masih utuhkah kamu di sana? begitu banyak hantaman yang sudah iya hujamkan kepadaku.
" Maaf kak kenapa kakak berkata seperti itu? aku ini istrimu dan kamu suamiku, suami yang punya hak lebih krna suami adalah pemimpin dalam rumah rangga.
" tapi itu tidak berlaku padaku, Keluargamu adaklah orang terhormat, sedangkan aku ini apa?kita sangat berbeda."
Aku tak mengerti apa maksudnya, Kenapa seolah dia menyalahkan aku dan keluargaku.
"Aku ini istrimu kak, kalau aku salah tolong kasih tau aku, kalau kita tidak sama mari kita bicarakan agar kita bisa melangkah bersama." aku menahan emosiku, baru kali ini aku bicara sangat serius dengannya.
" sudahlah tidak usah dilanjutkan obrolan ini, nanti akan jadi panjang, besok aku antar kamu ke rumah abi, sudah isya ayo sholat dulu." dia berdiri dari duduknya kemudian melangkah ke kamar mandi.
Sejenak kutekan rasa gelisah ini, mungkin setelah sholat nantik akan lebih baik. Kami pun sholat isyak berjamaah.Setelah sholat dia pergi ke conter dengan mood dinginnya dia pamit dngan kalimat singkat
" aku berangkat." aku hanya merespon dengan anggukan kepala. sekilas kumrelihat matanya merah. Mungkin saja dia menahan emosinya.
" Ya Allah tidak pernah ada niat hamba untuk membuat suami hamba marah, gmna hanya ini meluruskan hubungan kami, tapi malah jadi begini".Rintihku setelah kepergiannya.
******
keesokan harinya.
Saat sarapan pagi tidak ada obrolan sama sekali, kami membisu. Aku takut memulai pembicaraan lagi, aku tak ingin melihat laki-lakiku ini marah Di rumah abi jarang sekali marah kepada anaknya. Kalau denga ummi mungkin sesekali itu pun tidak di depan kami.
"Bersiaplah, aku akan mengantarmu ke rumah abi." Suamiku memulai pembicaraan.
Apakah ini hal baik untukku, atau ini bentuk kemarahannya. Tapi aku tidak mau ambil pusing aku iyakan saja.
Setelah berpamitan kepada nenek, kami pun berangkat dengan mengendarai si putih. Aku lega karna kalau Kak Firman pakai motorku artinya dia akan menginap juga di rumah abi. Ya untuk sementara kami mondar mandir dulu. kmKadang di rumah sendiri, kadang di rumah abi, kadang di rumah Kak Fir. Belum ada anak jadi beban belum berat.
"eh tunggu tunggu, anak? hahaha.... bagaimana mau ada anak kalau menyentuhku saja dia seakan jijik. Wanita mana yang tidak menginginkan anak setelah menikah. Tapi itu cukup jadi mimpi dulu bagiku." Batinku dalam hati selama perjalanan ke rumah abi.
Akhirnya sampai di rumah abi, kami langsung masuk ke kamar.
" Kakak nginep sini juga kan?"
"InsyaAllah, jam berapa berangkat kuliah?
"Masuknya jam 1 tapi habis ini Putri mau menjemputku, jadi nantik setelah kerjakan tugas aku langsung ke kampus sama Putri.
"Oh iya, ya sudah nantik pulang kuliah aku jemput."
" baik kak," jawabku dengan tersenyum.
See you again kakak🤗