Karena saya masih wanita yang beradab,
masih bisa mengganti kecewa dengan doa, sekalipun berbaur dengan luka sepertimu.
Bertahun tahun hidup dalam hubungan rumah tangga yang tidak sehat. Tiap saat harus berhadapan dengan orang orang yang memiliki jiwa tak waras, suami kejam, mertua munafik, kakak dan adik ipar yg semena mena. Bertahan belasan tahun bukan karena ingin terus hidup dalam tekanan tapi karena ada anak yang harus dipertimbangkan. Namun dititik tiga belas tahun usia pernikahan, aku menyerah. Memilih berhenti memperjuangkan manusia manusia tak berhati.
Jangan lupa kasih like, love dan komentarnya ya kak, karena itu sangat berarti buat kami Author ❤️
Salam sayang dari jauh, Author Za ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan beruntun
Pagi pagi sekali Halwa sudah terjaga, sudah menjadi kebiasaan Halwa bangun di jam tiga pagi, melaksanakan sholat tahajud dan menghabiskan waktu membaca Alquran hingga kumandang adzan subuh terdengar, rutinitas yang selalu Halwa lakoni di beberapa tahun terakhir ini, semenjak begitu banyak himpitan dalam beban kehidupannya, saat itu Halwa terus merenung dan menghabiskan waktu hanya untuk menangis dan meratapi nasibnya, semua terasa berat dan semakin sulit, entah bagaimana awalnya, Halwa dengan niat dan keyakinan merubah mindset nya, lebih mendekatkan diri pada sang pemilik kehidupan, sejak saat itu, kemudahan kemudahan selalu Halwa dapatkan, hingga Halwa terus meyakini jika janji Alloh itu pasti.
setelah menyelesaikan kewajiban dua rokaatnya, Halwa berniat untuk menyiapkan sarapan pagi, karena hari kemarin bibi yang bekerja dirumah bela ijin pulang kampung.
" wah harum banget, kamu lagi bikin apa wa?" tiba tiba bela muncul dan langsung mengendus ngendus bau asap dari masakan yang dibikin Halwa.
" ini cuma bikin tongseng ayam sama Cha sawi, karena pas buka kulkas bahan yang ada cuma ayam sama sawi aja, jadi aku masak ini saja, gimana kamu doyan kan?" Halwa menjawab pertanyaan sahabatnya dengan sambil terus fokus pada sayur diatas kompor dan mengaduknya pelan.
" aku itu apa aja doyan, asal Mateng aja wa."
" iya sih, lagi pula kamu juga nggak bisa masak soalnya, iya kan?. Halwa menyebik jahil ke arah sahabatnya dan dibalas cengiran oleh bela.
" ini aku harus bantuin apa wa, kayaknya udah hampir selesai, biar nanti aku yang nyuci perabotan kotornya saja ya, impas...kamu yang masak, aku yang beberes."
" oke, sip". Halwa mengacungkan dua jempolnya sambil mengerling ke arah Bella dan disambut tawa renyah oleh Bella.
makanan sudah tersaji semua diatas meja, Halwa, Bella, dan Hasna menikmati dalam diam, tidak ada percakapan hingga semua makanan yang ada di piring tandas tak tersisa.
" Bel, nanti kamu ke rumah mba Ida jam berapa? dan kalian jadi daftarin Hasna hari ini?."
" nanti jam sembilan aku berangkat kerumah mba Ida, lalu kita mau ke toko kain dulu, mau lihat lihat buat pesenan baju kebaya di butik, baru nanti langsung temui saudaranya mba Ida buat daftarin Hasna sekalian bawa persayaratannya, kamu udah siapin kan?"
" owh oke, udah aku siapin semua kok dari tadi malam, tinggal minta surat pindah dari sekolah Hasna saja."
" itu mah gampang wa, bisa nyusul belakangan katanya, kalau langsung kenal orang dalam semua jadi mudah."
" yasudah, aku percayakan semuanya sama kamu, dan bilang sama mba Ida terima kasih dariku ya, hari ini aku juga mau belanja untuk kebutuhan toko, tapi agak siangan, mau setor tulisan dulu."
" oke kalau begitu, habis ini biar Hasna berangkat sekolahnya sama aku aja, sekalian aku mau ke tempat fotocopy, Hasna mau kan?"
" iya Tante, Hasna sih ngikut saja apa kata bunda juga Tante."
Hasna dan Bella sudah berangkat dan kini Halwa sendirian dirumah, setelah beberes halaman, Halwa memasukkan baju baju kotor ke mesin cuci, sambil menunggu Halwa memilih untuk melanjutkan tulisannya di laptop, kali ini Halwa sedang menulis tentang kisah seorang gadis kecil yang masih SD tapi sudah mengenal kehidupan bebas hingga di usianya yang masih belia dia hamil tanpa tau siapa ayah janin dalam kandungannya, kisah ini berjudu Ibu Jangan Dorong Aku Ke Neraka, cerita yang cukup menguras emosi dan air mata, banyak komentar komentar miris dari netizen dan tak sedikit yang berkomentar simpati pada sosok Yani yang menjadi tokoh utama di cerita Ibu Jangan Dorong Aku Ke Neraka dan semua itu membuat Halwa semakin semangat melanjutkan ceritanya.
saat sedang asik mengetik tiba tiba ponsel yang kuletakkan di samping laptop berbunyi, tertera nama mas Yudha memanggil, ada apa lagi lelaki itu menghubungiku, rasanya moodku langsung berubah buruk, tak ingin semakin pusing, memilih mengabaikan panggilan dari mas Yudha hingga empat kali panggilan tak terjawab darinya.
akhirnya dia menyerah juga, tak lagi mengulangi panggilan tapi sepertinya lelaki itu tak mau menyerah, selang beberapa menit ponselku berbunyi yang menandakan ada pesan masuk dari mas Yudha.
[ kenapa telponku tidak diangkat?]
[aku mau bicara, aku telpon, kamu harus mengangkatnya, ini perintah dari suamimu]
ciiih, lagaknya kayak sudah menjadi suami yang bener saja, makin muak dengan sikap seenaknya, tak berniat sedikitpun untuk membalas pesannya, biar dia tau, kalau aku tak lagi mau tau tentangnya, saat ponsel kembali kuletakkan diatas meja, panggilan dari mas Yudha kembali masuk, lagi lagi aku memilih mengabaikannya, biarkan saja demi menyelamatkan hatiku dari rasa sakit, paling juga dia akan berkata kasar, sudah hapal.
hingga panggilan kelima baru ponselku terbebas dari suara yang hampir membuat emosiku meledak, belum lagi rasa kesal ini hilang, kembali mas Yudha mengirim pesan beruntun yang dihiasi dengan umpatan umpatan kasarnya, aaah sudahlah lebih baik aku non aktifkan saja, dari pada mengganggu konsentrasiku menulis, aman dan bebas dari gangguan laki laki arogan itu, bodoh amat, terkadang bersikap masa bodo adalah pilihan terbaik dikala kondisi tertentu demi kesehatan jiwa.