Sania, gadis cantik berumur 22 tahun dan baru lulus kuliah disebuah perguruan tinggi negeri jurusan pariwisata harus menjalani kehidupan yang sulit dan pahit
Hidupnya berubah seperti roda roller coaster, yang awalnya indah berubah menjadi neraka ketika dia bertemu dengan pria tampan bernama Alexander Louise.
Seorang CEO tampan yang terkenal dengan bad boy dan suka gonta ganti pacar
Akankah Sania dan Alex bisa bersatu melewati kejamnya rintangan yang menghalangi mereka??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zandzana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aborsi
Dhea membawa Sania duduk di atas ranjang, memandanginya dengan iba sambil terus menggenggam tangannya.
Sementara Sania masih terisak dalam. Dhea memberikan waktu pada gadis itu sampai dia merasa siap untuk bercerita
Sania mengusap kasar wajahnya, menoleh kearah Dhea dan kembali terisak
Dhea kembali merengkuh pundak sahabatnya, mengelus bahunya berkali-kali
"Sabar, tenang ya..."
Sania melepas pelukannya
"Aku harus bagaimana Dhe, aku nggak mau hamil.." ucapnya terisak
Dhea memandang dalam kearah Sania yang sedang mengelap hidungnya
"Jadi benar kamu hamil?"
Sania mengangguk pelan. Dhea menarik nafas panjang, mendongak menatap langit-langit kamar
"Aku juga nggak tahu jika aku akan hamil"
Dhea menoleh menatap tak percaya pada gadis yang saat ini masih terus terisak
"San, kamu sadarkan jika main tanpa pengaman atau kamu tidak minum obat, ya bisa hamil lah"
Sania menarik nafas panjang
"Aku diperkosa Dhe"
"What???!" pekik Dhea
Dengan cepat dia menarik bahu Sania menghadap kearahnya
"Katakan, siapa yang memperkosa kamu, dan kapan itu terjadi?"
"Pelancong yang memakai jasa saya sebagai tour guide nya tiga bulan yang lalu"
Dhea mengusap kasar wajahnya
"Kok bisa San?"
Sania dengan suara terbata-bata dan sambil terisak menceritakan bagaimana awal kejadian kelam itu terjadi. Semuanya
Dhea yang mendengarkan berkali-kali menarik nafas panjang
"Cuma kamu yang tahu apa yang aku alami, bahkan dokter yang menolongku pun tidak aku beritahu"
"Kita temui Alexander kalau begitu, kita cari di belahan bumi manapun juga" jawab Dhea emosi
"Aku cuti kemarin pergi mencarinya Dhe"
"Ketemu?"
Sania menggeleng
"Tapi aku melihat semua kelakuannya"
"Maksudnya?"
Lalu kembali Sania menceritakan bagaimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kelakuan Alexander si penjahat kelamin yang gonta ganti perempuan, yang selalu bercinta dengan perempuan manapun, tak kenal tempat
Dhea yang mendengar kembali menjadi emosi. Tangannya terkepal dan mulutnya mengumpat tak jelas
"Aku harus gimana Dhe?, aku belum siap jadi seorang ibu.."
Dhea diam, dia sendiri tidak tahu solusi apa yang harus diberikannya pada Sania untuk mengatasi masalah pelik yang sedang dihadapi temannya ini
"Kalau saya gugurkan bagaimana menurutmu Dhe?"
Dhea membelalakkan matanya mendengar ucapan lirih Sania. Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya dengan kuat
"Nggak San, nggak. Kamu jangan nambah dosa, kamu sadar San, banyak wanita-wanita di luar sana yang ingin punya anak tapi sampai sekarang belum dikasih momongan, lah kamu yang diberi kepercayaan malah ingin membuangnya?, nggak San, nggak, ngucap kamu"
Sania kembali terisak. Matanya melirik keatas meja, kearah kantong plastik rujak
"Mau ini?" tanya Dhea mengambilkan rujak
Sania mengangguk, Dhea tersenyum melihat kelakuan lucu sahabatnya
Walau sambil berurai air mata, tapi mulut Sania terus melahap habis rujak sampai kuah rujak menetes di dagunya
Dhea yang memperhatikan sekali lagi mengulum senyum
"Enak?"
Sania mengangguk
"Padahal kamu itu nggak suka asem loh, ini tuh namanya ngidam, sehat-sehat ya calon ponakan aunty..." ucap Dhea lagi sambil mengelus perut Sania
Sania mengelak dan cemberut
"Kita pikirkan bagaimana kelanjutannya nanti ya San, pokoknya sekarang kamu jangan sedih lagi, ada aku"
Kembali Sania cuma bisa mengangguk
...****************...
Di kantor Gio Group
Sandra mondar mandir di ruangannya sambil memegang map berisi laporan yang harus diserahkannya pada Alexander
Tapi dia sudah yakin, jika dia kesana sekarang, pasti Alexander akan melahapnya seperti biasa
Tapi jika tidak bagaimana dengan laporan ini, apalagi ini semua berkas penting, batinnya
Walau berat hati, akhirnya Sandra mau tak mau keruangan Alexander juga.
Dia segera menarik nafas lega ketika ternyata di dalam ruangan bosnya itu ada Mark.
Melihat Sandra masuk, Mark yang semula sedang menjelaskan proyek baru menghentikan pekerjaannya
"Maaf pak, ngantar laporan"
Alexander mengerling nakal pada sekretaris cantiknya itu.
"Letakkan dan kamu bisa pergi" jawab Mark
Alexander tersenyum menyeringai mendengar ucapan Mark yang dingin
Dengan senang hati Sandra meletakkan berkas tersebut dan melenggang pergi
Alexander menatap body Sandra yang kian menjauh dengan gemas
"Come on focus, focus!!!" suara Mark menyadarkan khayalan liar Alexander
Dan kembali Mark serius menjelaskan gambar proyek baru mereka pada Alexander
Tapi sekali lagi terganggu dengan suara handphone Alexander yang berdering
Dengan sedikit menyeringai Mark duduk dan membiarkan Alexander menerima panggilan tersebut
"Ya sayang?"
Mark membuang muka dengan malas mendengar jawaban Alexander, dia yakin yang menelponnya kali ini pastilah perempuan, dan entah itu perempuan mana lagi, batinnya kesal
"Tidak bisa, papamu bikin saya bad mood untuk bertemu dengan kamu"
"Kamu yakinkan dulu papamu baru setelah itu kita bertemu"
Lalu Alexander meletakkan handphonenya dan menatap Mark
"Ayo kita lanjutkan!"
Mark mendecak kesal sambil berdiri dari kursinya
"Pastikan tidak ada lagi gangguan"
"Tenang saja Mark, handphone saya sudah saya buat mode pesawat"
"Saya tidak mau ketika saya menjelaskan pekerjaan anda malah tidak fokus"
"Sorry Mark..."
Wajah Mark kembali datar sedangkan Alexander tersenyum santai
Setelah dipastikan tak ada lagi gangguan, Mark kembali menjelaskan langkah kerja proyek baru mereka
...****************...
Degup jantung Sania berpacu cepat ketika dia sudah ditempat yang semalam telah dia bicarakan pada Dhea
Dhea menggenggam erat tangan Sania yang terasa dingin
"Kamu yakin?"
Sania menarik nafas panjang tidak menjawab pertanyaan Dhea
"Kamu tenang, jangan stress yaa.."
Sania hanya mengangguk cepat sementara wajahnya kian tegang, terlebih ketika dia mendengar suara rintihan yang lamat-lamat ditangkap oleh telinganya
"Ayo mbak..." ucap seorang perempuan mendekati Sania
Sania mendongakkan kepalanya, degup jantungnya kian berpacu cepat. Dia menoleh sebentar pada Dhea yang hanya memandangnya dengan tegang
Sania menghembus nafas panjang sebelum berdiri mengikuti perempuan itu masuk
Di dalam, dia melihat ada seorang perempuan muda bersama dengan pria yang tak kalah mudanya, si perempuan terbaring lemah, wajahnya sangat pucat sementara di lantai terdapat banyak sekali darah
Bulu kuduk Sania bergidik ngeri melihat perempuan itu, terlebih melihat darah yang banyak. Bau anyir darah memaksanya menutup hidung. Seketika perutnya bergejolak, dengan bingung Sania menoleh kanan kiri mencari tempat muntah
"Di sana" tunjuk perempuan yang tadi yang mengajaknya masuk
Tanpa pikir panjang Sania langsung berlari masuk kedalam kamar mandi, muntah di sana
Dua orang perempuan yang sejak tadi memperhatikan Sania terus mengawasinya
Sania mengusap matanya yang berair. Menoleh kebelakang, dimana dua perempuan terus menatapnya
"Bagaimana, mbak sudah siap?"
Sania membalikkan badannya berjalan kearah dua perempuan itu dengan degup jantung yang berpacu cepat
"Ayo, saya bantu naik" ucap salah seorang dari mereka
Dengan degup jantung yang masih berdetak kencang Sania naik keatas brankar.
Kakinya ditekuk, dan dengan sigap seorang perempuan yang sudah berumur sekitar lima puluhan memakai masker dan sarung tangan
"Kita mulai ya, rileks..." ucapnya
Sania makin tegang, tampak sekali ketakutan di wajahnya
Mulailah dilihatnya jika perempuan yang tadi membawanya masuk mengeluarkan alat-alat medis dan gunting
Sania memejamkan matanya ketika CD nya mulai dilepas oleh perempuan itu, dan dengan cepat sebuah alat dimasukkan kedalam intinya yang membuatnya menjerit
"Aaahhhh....."
Perempuan yang terbaring lemah di brankar sebelah Sania hanya menatap iba pada Sania yang menjerit
"Tahan, sebentar lagi, tidak akan lama janin ini akan bisa kami keluarkan"
"Aaahhhh..." kembali Sania menjerit sambil meremas bantal
Keringat mulai mengucur di keningnya
"Janinnya sudah besar, jadi agak susah mengeluarkannya" keluh perempuan itu sambil menyeka keringat di keningnya dengan ujung sikunya
"Jangan menambah dosa dengan berniat menggugurkan janin ini. Anak ini punya hak untuk hidup, kamu tak bisa merampas hak itu darinya"
Sania memejamkan matanya mengingat ucapan bidan ketika dia memeriksakan kandungannya
Sania menggeleng cepat, dengan segera ditariknya kakinya yang tadi dipegangi oleh asisten perempuan yang akan menggugurkan janinnya.
Gerakan Sania mengagetkan kedua orang perempuan yang masih fokus mengutak atik perkakas miliknya
"Tidak, aku tidak akan menggugurkan janin ini" ucap Sania bergetar sambil berurai air mata
Dengan segera dia turun dari brankar, menaikkan CD nya, berlari tertatih keluar dimana Dhea menunggu dengan tegang
Dhea segera berdiri melihat Sania yang sangat kacau. Dengan cepat dipeluknya tubuh Sania yang bergetar
"Kita pergi dari sini Dhe, aku nggak mau gugurin anak aku" ucapnya dengan suara bergetar
Dua orang perempuan yang tadi akan menolong Sania menggugurkan janinnya segera menyetop langkah mereka berdua
"Kalian tidak bisa pergi dari sini dengan percuma" ancam perempuan paruh baya
Dhea maju, melindungi tubuh Sania yang ketakutan
"Jika anda berani macam-macam sama kami, saya yakinkan bahwa besok klinik aborsi anda akan tutup dan anda akan dipenjara!"
Dua wajah perempuan itu langsung berubah kaget dan tegang.
Secara kompak mereka menyingkir memberi jalan pada Dhea yang menggenggam erat tangan Sania
Keduanya berjalan cepat, bahkan Dhea berkali-kali menoleh kebelakang takut ada orang suruhan dari klinik yang akan mencelakai mereka
Kedua menarik nafas lega ketika sebuah taksi berhenti ketika mereka menyetopnya
Di dalam taksi Dhea memeluk tubuh Sania dari samping yang terasa dingin dan menggigil
Dhea terus mengelus pundak Sania, sementara Sania terus terisak.
"Maafkan mama nak, maafkan mama" batin Sania pilu sambil mengusap perutnya
semoga ajah happy ending