NovelToon NovelToon
Real Games

Real Games

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Harem / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zoro Z

John Roki, Seorang siswa SMA yang dingin, Cerdas, dan suka memecahkan misteri menjadi logis (Bisa diterima otak)

Kehidupan SMA nya diawali dengan kode rahasia yang tanpa disadari, membawanya ke misteri yang lebih mengancam. Misteri apa itu? kok bisa makin besar? Selengkapnya dalam cerita berikut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoro Z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Game 17. Roki return.

Festival sekolah yang biasanya penuh dengan keceriaan dan tawa kini menjadi hari-hari yang berat dan penuh tekanan bagi Roki. Sejak ditugaskan untuk memperbaiki semua komputer yang akan digunakan untuk festival, Roki telah menghabiskan waktu berhari-hari di ruang IT, memeriksa, merakit ulang, dan memastikan setiap perangkat berfungsi dengan sempurna. Semuanya tampak baik-baik saja, hingga suatu pagi di minggu terakhir sebelum festival.

Saat Roki datang untuk memeriksa komputer di aula, semua layar yang seharusnya menyala dan siap digunakan malah mati total. Jantungnya berdegup kencang. Bagaimana mungkin ini terjadi? Dia sudah memastikan semua komputer dalam kondisi prima. Roki menggerakkan kursi dan mulai memeriksa kabel, sistem operasi, dan perangkat keras satu per satu.

"Semuanya kacau, kabelnya dan komposisinya terbalik semua ... Bagaimana ini bisa terjadi?" Roki berbicara pelan pada dirinya sendiri, wajahnya tetap datar namun matanya memancarkan ketegangan.

Tidak ada tanda-tanda kerusakan yang jelas. Ini tidak wajar. Dalam hati, Roki tahu, ini bukan kecelakaan teknis biasa. Seseorang telah dengan sengaja merusak semuanya.

Tanpa membuang waktu, Roki mulai bekerja keras untuk memperbaiki kerusakan itu. Hari demi hari, dia menghabiskan waktunya di aula sekolah, membongkar setiap komputer dan mencoba mengembalikannya ke kondisi semula. Namun, kerusakan yang dia temui selalu lebih parah dari yang diduganya. Dia mulai jarang tidur, hanya sempat beristirahat selama beberapa jam di sofa ruang IT. Bahkan saat tidur pun, pikirannya tidak bisa berhenti memikirkan komputer-komputer itu dan siapa yang bisa melakukan sabotase ini.

Seminggu kemudian, pagi festival, Roki yang sudah kelelahan, akhirnya menyelesaikan semua perbaikan. Aula sekolah kini kembali siap dengan semua komputer yang berfungsi sempurna. Namun, di balik pencapaiannya itu, ada rasa lelah yang luar biasa. Mata Roki tampak merah dan kelopak matanya berat, tapi pikirannya tetap dipenuhi kemarahan. Satu pertanyaan terus menghantuinya: siapa yang telah merusak semuanya?

Festival seharusnya menjadi waktu bagi para siswa untuk bersenang-senang, tapi bagi Roki, festival ini hanya menjadi beban. Alih-alih bergabung dengan kegembiraan teman-temannya, Roki memilih untuk terus memantau komputer-komputer itu dari kejauhan. Dia tidak peduli dengan suasana meriah di sekitarnya.

Roki berjalan perlahan di sekitar aula, memperhatikan layar komputer yang bekerja dengan baik, tapi matanya terus-menerus menatap ke arah setiap orang yang lewat dengan penuh kecurigaan. "Seseorang pasti bertanggung jawab atas ini. Dan aku akan menemukannya," pikirnya dengan nada datar.

Selama festival, Roki semakin terasing dari orang-orang di sekitarnya. Dia tak lagi berbicara dengan teman-temannya, hanya fokus pada misinya mencari pelaku sabotase. Setiap kali seseorang mencoba mendekatinya, dia hanya mengangguk pelan atau bahkan tidak merespons sama sekali.

Rose, Hana, Mia, dan Marlina yang biasanya bisa bercanda dengan Roki, merasa ada perubahan besar dalam dirinya. Roki, yang sudah sejak awal dikenal dingin dan pendiam, kini terlihat lebih terisolasi. Mereka menyadari bahwa Roki hampir tidak pernah istirahat selama seminggu ini, dan kini dia tampak seperti bayangan dirinya yang lelah, penuh beban, dan semakin tidak peduli pada sekitarnya.

"Seriusan, dia makin susah didekati," keluh Hana pada Mia saat mereka berjalan melewati aula.

Mia mengangguk setuju, wajahnya tampak khawatir. "Dia kelihatan lelah banget, tapi nggak mau bilang apa-apa."

Rose yang berdiri di dekat mereka hanya menatap Roki dari kejauhan. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu Roki, tapi dia tahu Roki bukan tipe yang mudah berbicara tentang masalahnya. Rose mencoba mendekatinya beberapa kali, tapi setiap kali dia mencoba memulai percakapan, Roki hanya menjawab dengan singkat dan datar.

"Apa dia marah sama kita?" tanya Marlina pelan, menatap ketiga temannya dengan wajah khawatir.

"Nggak. Aku rasa bukan itu masalahnya," jawab Rose. "Aku yakin ini ada hubungannya sama komputer yang rusak kemarin."

Marlina menarik napas dalam-dalam. "Tapi dia nggak bilang apa-apa. Bagaimana kita bisa bantu kalau dia nggak mau cerita?"

Mereka hanya bisa menatap dari kejauhan, menyadari bahwa Roki kini benar-benar kembali ke dirinya saat awal masuk sekolah yang cuek dan tidak tertarik terhadap apapun, atau malah lebih dari sebelumnya. Setiap kali mereka mendekat, hawa gelap yang terpancar dari sikap Roki semakin terasa, seolah ada jarak yang tak bisa mereka tembus.

Roki terus mondar-mandir di aula, memperhatikan setiap sudut ruangan, setiap komputer, dan setiap orang yang datang dan pergi. Dia tidak bisa menikmati festival seperti teman-temannya. Baginya, ini bukan waktu untuk bersenang-senang, melainkan waktu untuk menyelesaikan misteri ini kecepatannya.

"Siapa yang berani merusak semuanya?" gumamnya dengan nada marah, meski wajahnya tetap datar.

Dia ingat betul bagaimana rasanya saat pertama kali menemukan komputer-komputer itu rusak. Perasaan tidak berdaya, marah, dan frustrasi. Dan kini, meskipun semua komputer sudah diperbaiki, dia belum bisa merasa tenang. Selama pelaku belum ditemukan, dia tidak akan bisa beristirahat.

Malam hari, saat festival pertama hampir berakhir, Roki masih berkeliaran di sekitar aula. Semua orang sudah mulai bersiap untuk pulang, tapi Roki tetap ada di sana, tidak rela meninggalkan tempat itu sebelum dia menemukan jawabannya.

"Roki?" panggil Kevin yang tiba-tiba datang menghampirinya. "Kamu masih di sini? Semua udah pada pulang bro."

Roki menoleh sebentar, matanya tampak lelah dan penuh amarah yang terpendam. "Aku masih harus nyari tahu sesuatu," jawabnya singkat.

Kevin menatapnya bingung. "Apa lagi yang kamu cari? Semuanya udah baik-baik aja, kan?"

"Tidak ada yang baik-baik aja," gumam Roki, hampir tidak terdengar.

Kevin hanya bisa menatap sahabatnya itu tanpa tahu harus berkata apa. Dia tahu Roki bukan tipe yang mudah membuka diri, dan kali ini, tampaknya Roki benar-benar terjebak dalam pikirannya sendiri.

Ketika festival hari pertama berakhir, Rose, Hana, Mia, dan Marlina akhirnya memutuskan untuk mencari Roki. Mereka khawatir melihat bagaimana sikapnya yang semakin menjauh. Tapi begitu mereka mendekati aula, mereka langsung merasa ada hawa gelap yang kuat menyelimuti ruangan.

Roki berdiri sendirian di sana, menatap komputer-komputer di sekitarnya. Wajahnya yang lelah tampak lebih dingin dari biasanya, dan meskipun festival sudah selesai, dia belum juga pulang.

Mia mencoba mendekat, tapi langkahnya terhenti di tengah jalan. "Kenapa rasanya semakin sulit untuk mendekatinya?"

Hana menggeleng pelan. "Aku nggak tahu. Mungkin kita harus beri dia waktu."

Marlina mengangguk setuju, meski dalam hati dia juga merasa sedih. "Mungkin kita memang nggak bisa bantu dia sekarang."

Rose hanya diam, tatapannya terpaku pada Roki yang berdiri di ujung aula. Dia bisa merasakan bahwa sesuatu yang dalam telah berubah dalam diri Roki—sesuatu yang membuatnya semakin sulit didekati.

Dan dengan itu, mereka pun berbalik, meninggalkan aula dengan perasaan kecewa dan bingung, sementara Roki tetap terjebak dalam pencariannya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!