Duda Kepentok Janda

Grisel tidak tahu ke mana dirinya dibawa oleh pria yang mendekati dirinya. Dia hanya tahu jika sentuhan tangan dan kelembutan pria itu dalam bertutur kata, membuatnya begitu terlena.

Kini tanpa Grisel sadari, dia sudah berada di kamar sebuah apartemen, bersama seorang pria yang baru saja dikenalnya. Efek alkohol yang masuk ke tubuh, membuat Grisel lupa akan status serta siapa dirinya sendiri.

"Apa kamu menginginkan lebih dariku?" tanya pria yang kini berada di atas tubuh Grisel, tampak mendominasi karena tak adanya perlawanan dari Grisel.

"Apa yang kamu bisa lakukan untukku?" Grisel menatap pria yang mengukung dirinya, mata sayunya tak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah pria di atas tubuhnya.

Pria itu lagi-lagi tersenyum manis, tangan terulur dan mengusap lembut pipi Grisel.

"Apa pun yang kamu inginkan, aku bisa memberikannya. Kepuasan, ketenaran, bahkan harta," jawab pria itu sebelum kemudian mendaratkan kecupan di pipi.

Grisel benar-benar larut dalam setiap kata pria itu, apalagi dirinya terlalu lama merindu dan mendamba sikap lemah lembut akan perhatian. Pertengkaran hari demi hari dengan Farzan, membuatnya lelah dan ingin sekali merasakan sentuhan yang lama didamba. Sampai akhirnya kini Grisel terjebak dalam untaian kata yang diucapkan pria tak dikenal yang membawanya.

Grisel membuka diri, membiarkan pria itu menjamah tubuhnya dalam ketidaksadaran. Dia memejamkan mata saat bibir mereka saling bersentuhan, dirangkulnya leher pria itu dengan kedua lengan, membawa masuk dalam dekapan hangat yang begitu nyaman.

Pria itu tak menyiakan kesempatan, Grisel adalah model yang lama diincar olehnya, malam ini seolah menjadi kesempatan baginya untuk mendapatkan wanita itu sebagai pemuas ranjang.

Keduanya melakukan penyatuan, dalam ketidaksadaran Grisel terus meracau dan mendesah penuh kenikmatan, menuntut agar pria itu melakukan lebih pada dirinya, karena setiap sentuhan pria itu benar-benar membuat jiwanya lupa akan segalanya.

**

Matahari mulai meninggi, di bawah selimut penuh kehangatan tubuh polos itu masih meringkuk mencari rasa hangat yang tersisa.

Grisel membuka kelopak mata perlahan ketika merasa terganggu dengan sinar matahari yang terus mengusik, dipaksanya kelopak mata agar mau terbuka.

Dia memegangi kepala yang terasa berat, kelopak mata tertutup dan berkerut meski beberapa saat lalu sempat terbuka. Grisel sadar jika semalam banyak mengonsumsi alkohol, lantas kini dirinya baru merasakan efek dari minuman itu.

"Kepalaku sangat sakit." Grisel menekan begitu kuat kepalanya, berharap agar rasa pusing itu segera mereda.

Membalikkan tubuh hingga telentang dan membuka kelopak mata lantas menatap langit-langit, Grisel begitu terkejut saat sadar di mana dirinya.

"Di mana aku?" Grisel bangun dengan cepat, membuat selimut yang tadinya menutup sebatas dada ikut luruh dan menampakkan tubuh polosnya.

Grisel begitu panik saat melihat tubuhnya tak berpenutup sehelai benang pun, bahkan mata melihat pakaian yang dikenakan malam tadi berserakan di lantai.

"Apa yang terjadi?"

Dia semakin panik, lantas turun dari ranjang dan memungut semua pakaiannya. Grisel menengok ke kanan dan kiri, tak ada siapapun di sana, tak ada foto yang terpajang di sana sebagai petunjuk siapa pemilik tempat itu, hingga akhirnya Grisel memutuskan untuk pergi.

**

Grisel duduk seraya menunduk dan memijat kepala, kini sudah berada di kursi ruang makan. Wanita itu benar-benar stres dan pusing dengan yang terjadi pada hidupnya, kenapa semalam bisa lepas kendali hingga dirinya berhubungan intim dengan pria lain yang bukan suaminya. Apakah Grisel begitu kesepian hingga tak bisa menolak sentuhan itu. Grisel ingin sekali menjerit dan mengacak-acak rambutnya.

“Katakan! Semalam kamu ke mana, hah?” tanya sang manager yang semalaman kebingungan mencari keberadaan Grisel. Claudia mencari Grisel ke bar yang biasa didatangi modelnya itu, tapi tak menemukan Grisel di sana.

“Bisakah kamu tidak bertanya sekarang? Kepalaku benar-benar sakit!” Grisel tak menjawab pertanyaan sang manager, malah meminta wanita yang sudah membantunya melambungkan nama itu untuk diam.

Sang manager tak habis pikir dengan Grisel yang seperti sekarang, pulang dalam kondisi sedikit berantakan dan sekarang malah hanya memijat kepala tanpa henti. Ia lantas menarik kursi, duduk tepat di hadapan modelnya itu.

“Gris, aku serius bertanya! Kamu ini model, menjadi sorotan banyak orang dan paparazi. Jangan sampai semalam kamu melakukan hal aneh, lantas terpergok mereka. Jika sampai ada berita miring tentangmu, maka habislah kari mu!” Claudia mengingatkan karena peduli.

Grisel masih menunduk dengan tangan semakin kuat memijat kepala, hingga meremas rambutnya begitu kuat ketika mengingat kejadian semalam di klub, meratap kenapa dirinya begitu bodoh telah tidur dengan pria yang tak dikenal, bahkan wajahnya saja tak diingat.

“Gris! Kamu baik-baik saja?” tanya sang manager ketika melihat Grisel yang meremas rambut begitu kuat hingga wajah memerah.

“Jangan tanya atau bahas aku ke mana!” teriak Grisel kemudian, terlalu pusing mengingat kejadian semalam.

Sang manager begitu terkejut mendengar Grisel yang berteriak. Dia merasa simpati dan kasihan karena Grisel terkena pemutusan kontrak juga gugatan cerai dalam waktu sehari. Wanita itu pun memilih diam dan tak ingin membuat Grisel semakin tertekan.

“Apa kamu sudah mempersiapkan apa yang aku inginkan?” tanya Grisel tiba-tiba.

“Sudah, konferensi akan diadakan siang nanti,” jawab sang manager.

“Bagus! Aku akan mandi dan bersiap-siap.” Grisel bangkit dari duduk, kemudian berjalan ke arah kamar untuk mandi, membersihkan noda pada tubuh akibat percintaan semalam yang dilakukannya tanpa kesadaran.