Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ENAM BELAS
Hari Minggu adalah hari yang membahagiakan dan paling ditunggu-tunggu hampir semua orang. Banyak pasangan maupun keluarga menunggu hari ini untuk menghabiskan waktu dengan orang-orang terkasih. Berbanding terbalik dengan Mentari yang justru menunggu hari ini untuk memberikan kejutan tak terduga pada calon mantan keluarga tercinta.
Dipandanginya lekat penampilan dirinya yang tengah memakai dress selutut berwarna putih tanpa lengan. Tampak menyatu dengan kulit putihnya. Gaun yang berbentuk A line itu membuat Mentari tampak seperti gadis berumur 20-an dengan lekuk tubuh yang sempurna dan tepat di beberapa titiknya.
Tak lupa sapuan make up tipis untuk menyempurnakan penampilannya. Mentari berputar-putar di depan cermin yang ada di apartemen barunya. Ya, Mentari telah mendapatkan apartemen baru untuknya, namun baru semalam ia tidur di sana. Perabotannya sudah cukup lengkap sebab apartemen itu memang hasil oper book dan baru dihuni selama 1 tahun. Jadi wajar, perabotnya masih tampak cukup bagus dan bersih. Ia hanya tinggal melengkapi kekurangannya saja dan mengambil sisa barang-barangnya yang tidak begitu banyak.
Bagaimana dengan rumah beserta isi-isinya yang sebenarnya murni dibeli Mentari dengan uangnya sendiri?
Tentu Mentari telah memiliki rencana besar. Namun belum akan ia realisasikan saat ini. Biarlah mereka menikmati dahulu segala kemewahan yang akan segera di tinggalkan itu. Mentari hanya tinggal menunggu waktu yang tepat dan ...
DUAAAARRR ...
Boom maha dahsyat akan meledak membuat mereka kalang kabut.
Mentari sudah tak sabar menantikan hari itu.
Sementara itu, di rumah besar kediaman Mentari dan Shandi, tampak wajah Erna ditekuk masam sebab hari libur yang ia harap bisa ia isi dengan bermalas-malasan seperti dahulu justru harus diisi dengan kegiatan rumah tangga yang membosankan.
Jangan tanya apakah Shandi membantu, maka jawabannya adalah TIDAK.
Ia justru sibuk bergelung dengan bantal guling sambil menonton tayangan televisi.
"Mas ... " pekik Erna dengan wajah masam dan rambut kusut masai.
"Apa sih, sayang?" sahut Shandi dengan mata masih fokus ke tayangan infotainment.
"Bantuin kek! Aku capek tau nggak sih! Aku itu sedang hamil tapi malah kamu suruh bersih-bersih. Udah ah, aku nggak mau lagi. Atau kamu coba telepon lagi tuh istri sialan kamu itu. Enak aja dia bersenang-senang, sedangkan aku disuruh bersih-bersih." Erna tak henti-hentinya mendumel. Sebenarnya tak perlu Erna minta, Shandi pun sudah mencoba menghubungi Mentari, tapi Mentari benar-benar mengabaikannya. Shandi sampai bingung sendiri menghadapi sikap Mentari yang sangat tidak biasa.
"Mas nggak biasa ngerjain kerjaan itu, sayang. Jangankan nyapu, pegang sapu aja nggak pernah!" tukas Shandi jujur. Memang begitulah adanya. Selama menikah dengan Mentari, ia tak pernah sama sekali membantu urusan rumah tangga. Benar-benar tak pernah sama sekali. "Mas juga udah coba hubungi Tari, tapi dia nggak ngerespon sama sekali jadi mau gimana lagi."
"Atau telepon mama gih, minta mama sama Septi kemari. Masa' mereka tega biarin aku yang sedang hamil bersih-bersih, nyuci, ih, mama aku aja nggak pernah nyuruh aku ngerjain ini. Aku itu udah capek kerja, masa' disuruh ini itu sih! Mana rumah gede gini, mana sanggup aku nyapunya," omel Erna yang sudah merebahkan dirinya di samping Shandi.
"Ya udah, kamu istirahat aja. Biar mas telepon mama minta mereka ke sini."
...***...
"Shandi, kenapa kamu minta mama sama Septi kemari?" tanya Rohani setibanya di rumah Shandi. "Erna nggak papa kan? Dimana dia?" tanya Rohani sambil melirik jarum jam yang menunjukkan hampir tengah hari.
"Itu ma, emmm ... tolong bantu bersih-bersih dan nyuci ya ma. Terus masak juga. Kan Erna sedang hamil, kasian dia kalau harus beres-beres, nyuci, sama masak. Kalau ad Tari sih, nggak masalah. Dia bisa kerjain semuanya sendiri. Tapi sejak seminggu yang lalu kan Tari belum juga kembali. Jadi seperti yang mama lihat, rumah berantakan banget. Piring sama baju kotor juga udah pada numpuk, tolong bantu ya ma, Sep!" tukas Shandi tanpa rasa bersalah meminta orang tua dan adiknya beres-beres rumahnya. "Erna nggak papa kok, cuma kelelahan aja jadi aku suruh tidur."
"Apa?" seru keduanya terkejut. Bagaimana bisa, putranya mengundang mereka kemari hanya untuk disuruh bersih-bersih, sedangkan Erna justru sedang enak-enakan tidur.
Dengan wajah ditekuk masam, Rohani dan Septi pun mulai beres-beres. Kalau bukan karena Erna sedang hamil saja, mereka tidak mau melakukan hal ini.
"Sep, entar baju kamu yang cuci ya!" ujar Rohani seraya meletakkan sapu di tempatnya.
"Yah, mama, nyuci piring aja Septi belum kelar, masa' udah disuruh nyuci baju sih. Bisa-bisa kulit Septi jadi kasar dong," protes Septi dengan wajah cemberut.
"Lha, jadi mau nyuruh siapa lagi, coba? Mama kan nggak bisa lama-lama kena air, entar rematik mama kambuh, gimana?" tukas Rohani yang sudah berkacak pinggang.
"Ini nih gara-gara mbak Tari nih. Awas aja kalau dia pulang, aku mau kak Shandi ceraikan dia biar tau rasa. Enak banget dia, kita disini sibuk beres-beres, dia malah senang-senang nginap di hotel. Pake perawatan kulit segala spa dan meni pedi juga. Dasar, ipar sialan!" desis Septi kesal.
"Kamu benar, Sep. Entar biar mama yang ngomong sama Shandi. Nggak ada guna juga pertahanin perempuan kayak gitu."
"Mama benar. Eh, bilang ke kak Shandi juga, kenapa nggak pekerjakan art aja sih dari pada repot begini. Kan mbak Erna manager tuh, pasti gajinya gede kan. Kak Shandi juga. Nggak papalah buang duit sejutaan buat bayar art."
"Boleh juga. Nanti mama sampaikan."
...***...
"Maaf ma, bukan Erna nggak mau mempekerjakan art, cuma Erna kurang percaya sama art apalagi orang itu baru Erna kenal," tolak Erna saat Rohani menawarkan mempekerjakan art. Padahal bukan itu alasan Erna tidak mau mempekerjakan art. Tapi ia juga tidak bisa mengatakan alasannya.
"Shan, bujuk Erna sana. Kan ini untuk kebaikan kalian juga!" tukas Rohani lagi. Tidak mungkin kan mereka tiap hari kesana untuk bersih-bersih. Jadi jalan keluar terbaik adalah mempekerjakan art.
"Ma, sebenarnya saran mama bagus sih, tapi ... kayaknya aku nggak bisa deh mempekerjakan art sebab sekarang jabatan aku diturunin jadi staf biasa."
"APA???" seru ketiga orang itu bersamaan.
"Lho, kok bisa begitu? Emang kamu udah berbuat kesalahan apa sih, Shan?" tukas Rohani dengan suara meninggi. "Kamu korupsi?"
"Mana ada. Mana pernah Shandi korupsi."
"Lantas ... kenapa jabatan kamu tiba-tiba diturunkan gitu sih? Nggak mungkin kan diturunin secara tiba-tiba tanpa adanya alasan?"
Shandi menghela nafas panjang dan menatap sang mama serta Erna dan Septi bergantian.
"Itu karena ... Shandi nikah lagi, ma. Shandi dianggap tidak memiliki loyalitas jadi tidak pantas menduduki jabatan itu," jawab Shandi lesu yang lagi-lagi sukses membuat ketiga perempuan itu tercengang.
"Alasana yang aneh," gumam Rohani.
"Sebenernya bukan hanya itu sih, ma. Alasan lainnya sebenarnya kinerja Shandi kurang begitu bagus. Shandi pun heran bisa diangkat menjadi manager pemasaran. Jadi, semakin komplit lah alasan yang dikemukakan pak Galih."
"Pak Galih?"
"Emmm ... dia direktur utama MTR Furniture."
Kepala Rohani mendadak pening. Belum hilang rasa lelahnya setelah berkutat dengan pekerjaan rumah Shandi yang begitu banyak. Namun, ia sudah harus dihadapkan pada kenyataan jabatan sang anak yang diturunkan.
"Hai, semua," sapa Mentari dengan senyum lebar di bibirnya. Jangan lupakan juga penampilannya yang tampak begitu wow membuat Shandi yang pada awalnya ingin marah karena Mentari tak kunjung pulang, justru kini melebarkan senyumnya.
"Sayang, kamu kok baru pulang sih?" ucap Shandi dengan tersenyum manis membuat
Erna yang duduk di sampingnya mendengus lalu segera berdiri di samping Shandi sambil bergelayut mesra di lengannya. Tapi Shandi justru dengan cepat melepaskannya dan hendak menghampiri Mentari. Tapi lagi-lagi Erna menghalanginya.
"Maaf ya, mas. Aku hanya ingin mempersiapkan mental dulu sebelum kasi kejutan sama kamu," ucap Mentari dengan senyum terkembang.
Melihat Erna menghalangi Shandi mendekatinya membuat Mentari tersenyum.
"Nggak usah takut gitu. Aku nggak bakal ambil suami kamu kok."
Terang saja kalimat Mentari barusan membuat Shandi mengerutkan keningnya.
"Memangnya kenapa? Aku kan suami kamu juga ,Tari."
Tapi Mentari justru tersenyum tanpa merespon. Ia justru langsung masuk ke kamarnya dan menguncinya. Kemudian dengan cepat, ia memasukkan semua barang-barang pribadinya ke dalam koper yang memang ada di dalam walk in closet kamarnya.
"Heh, menantu kurang ajar, bukannya minta maaf karena udah pergi tanpa pamit selama seminggu, malah seenaknya masuk kamar begitu aja!" bentak Rohani kesal karena merasa tak diacuhkan begitu saja.
"Kak, mending kamu segera ceraikan perempuan itu. Tingkahnya sudah nggak ada sopan santunnya. Seenaknya pergi terus pulang ke rumah ini begitu saja. Emang rumah ini dianggap punya hotel, apa?" ujar Septi.
"Septi benar, Shan. Nggak guna banget mempertahankan perempuan nggak ada akhlak kayak itu," timpal Rohani yang diangguki Erna.
"Mama benar, sayang. Aku pun sebenarnya malu masa' dijadikan yang kedua sih padahal aku yang bisa kasi kamu anak," sambung Erna.
"Tapi aku ... "
"Turuti aja permintaan mama, adik, dan istri kamu, mas. Lagipula aku udah nggak mau melanjutkan hubungan kita. Aku ikhlas melepasmu, mas. Jadi segeralah talak aku!"
atau bnyk novel istri tua diusir malam² trus hujan deras ditengah jln diseruduk banteng eh mobil, bukannya berteduh dl di teras atau numpang rmh ttangga yg paliing dekat dg dia atau mushola.. malah jln hujan deras basah2an, bikin nyengir drama..
atau pas istri pergi tak bw perhiasan dan tabungan yg mmg hak pribadi pemberian nafkah suami..mau2nya merugikan diri..lagi2 template ah elap 😅
Tq athur,ceritanya bagus/Good//Good//Good/