Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Laura menghela napas dalam-dalam ketika langkahnya mendekati gedung kantor yang megah itu. Bangunan tinggi menjulang, kaca-kaca yang bersih memantulkan cahaya matahari pagi. Target karirnya sejak dulu adalah bekerja di perusahaan ternama, dan hari ini, dia berdiri di depan pintu masuk yang menandai awal dari perjalanan itu.
“Laura, jangan gugup! Kamu sudah melakukannya! Buktikan pada dunia kalau kamu bisa sukses walau tanpa dukungan orang tua,” bisik Laura pada diri sendiri sembari melangkah masuk. Suasana di dalam ruangan itu terasa berbeda—tersusun rapi, modern, dan sangat profesional. Jas, gaun, dan sepatu hak tinggi menghiasi para pegawai yang hilir mudik. Laura berjanji pada dirinya sendiri untuk menyesuaikan diri dengan cepat.
“Selamat datang di SmartTech!” suara lembut menyambutnya. Laura menemukan seorang wanita cantik dengan senyum ramah yang menatapnya. “Saya Mira, assisten HR. Kamu pasti Laura, kan? Ayo, aku antar kamu ke ruang interview.”
“Terima kasih, Mira!” jawab Laura dengan semangat, meski di dalam hatinya, kegugupan masih menggoda. Mereka berjalan melewati ruang-ruang kerja yang penuh dengan orang-orang sibuk.
“Di sini terlalu ramai, ya?” tanya Laura, mencoba meredakan ketegangan.
“Iya, tapi justru itu yang bikin suasana jadi hidup! Setiap orang punya ambisi dan tujuan. Kamu juga pasti punya, kan?” Mira tersenyum, membuat Laura merasa lebih rileks.
“Ya, saya ingin sekali bisa mencapai puncak karir, menjadi sekretaris yang handal,” jawab Laura dengan kejujuran.
“Sekretaris CEO? Wah, itu posisi yang penting! Dan CEO kita, Daniel, bisa dibilang sangat muda dan inspiratif,” Mira menjelaskan dengan antusias.
Laura mengangguk, membayangkan sosok CEO muda itu. Dalam pikirannya, dia membayangkan pria dengan aura percaya diri yang luar biasa.
Setelah melewati serangkaian pertanyaan yang ditanyakan oleh pewawancara, Laura merasa lebih tenang. Dia diterima sebagai sekretaris.
Laura sudah mulai bekerja hari ini di SmartTech. Dia duduk di meja kerjanya yang menghadap jendela besar. Hari ini adalah hari pertamanya sebagai sekretaris Daniel. Laura menatap layar komputer dengan rasa campur aduk antara senang dan cemas. Pagi ini dia langsung menemani Daniel untuk rapat.
“Selamat pagi, semua!” suara Daniel terdengar jelas di ruang rapat. Dia masuk dengan langkah penuh percaya diri. Mengenakan jas hitam dan dasi biru yang cocok dengan kepribadiannya, dia lebih terlihat seperti seorang pemimpin muda yang karismatik.
Laura merasa jantungnya berdetak cepat saat berada di dekat Daniel. Dia mengambil napas dalam-dalam dan mencoba berfokus pada tugasnya.
“Laura!” Daniel memanggilnya setelah rapat selesai. “Apakah semua berkas yang aku minta sudah siap?”
“Iya, sudah, Pak. Ini dia,” jawab Laura sambil menyerahkan beberapa berkas dengan tangan bergetar. Daniel tersenyum, dan senyumnya terasa menenangkan.
“Bagus sekali. Aku senang bisa bekerja bersamamu,” katanya. “Nanti kita akan membahas proyek baru di kafe bawah. Aku harap kamu bisa ikut.”
Laura merasa seperti bermimpi. Mampu duduk di dekat CEO muda itu dan mendengarkan pandangannya tentang proyek baru. “Tentu saja, saya akan ikut, Pak!” Laura menjawab dengan mantap.
Setelah itu, mereka pergi ke kafe di lantai bawah. Di dalam kafe yang nyaman itu, suasana santai membuat Laura merasa lebih bisa berbicara. “Jadi, Laura, bagaimana pendapatmu tentang proyek ini?” tanya Daniel sambil mengaduk kopi.
“Eh, saya rasa, proyek ini sangat inovatif! Apalagi saat kita melihat tren pasar saat ini, sepertinya kita bisa menarik perhatian lebih banyak pelanggan,” jawab Laura, merasa percaya diri.
Daniel mengangguk, terlihat terkesan. “Kamu memiliki pandangan yang menarik. Kami akan mengikutsertakan ide-ide dan keinginanmu dalam rapat selanjutnya.”
“Benarkah, Pak? Terima kasih!” Laura hampir melompat karena senang. Daniel tersenyum, dan Laura bisa merasakan ketegangan di antara mereka berkurang.
Beberapa jam kemudian, saat kembali ke ruang kantor, Laura kembali dipanggil oleh Daniel. “Laura, bisa datang sebentar? Aku ingin membahas beberapa hal tentang jadwal minggu depan.”
Tentu saja, dengan langkah mantap, Laura menuju ruang kerjanya. “Ada apa, Pak?”
“Jadi, minggu depan ada presentasi penting terhadap investor. Aku ingin kamu membantu mempersiapkan semua data dan berkas yang diperlukan. Apakah kamu siap?”
Laura mengangguk, merasa tantangan ini memberikan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. “Tentu saja, Pak! Saya siap.”
Daniel tersenyum, senyum yang membuat Laura merasa lebih percaya diri. “Baiklah. Aku dengar kamu lulusan terbaik di universitas'mu. Jangan ragu untuk memberikan pendapatmu.”
Sejak saat itu, hubungan antara Laura dan Daniel semakin dekat. Laura merasa canggung kadang-kadang, tapi Daniel membuat suasana lebih santai dengan candaan dan pembicaraan ringan.
Beberapa hari berlalu dan Laura bekerja keras mempersiapkan presentasi. Sandra, seorang rekan kerjanya, mengamatinya dari jauh. “Wow, Laura, kamu benar-benar fokus! Sepertinya kamu sangat dekat dengan Pak Daniel, ya?” tanyanya sambil tersenyum.
“Ah, tidak juga, hanya bekerja sama. Dia hanya sangat baik padaku,” jawab Laura sambil berusaha merahasiakan perasaannya yang sebenarnya.
“Kalau menurutku, Daniel sangat memukau. Dia bisa membuat siapa pun merasa nyaman,” kata Sandra sambil menggoda.
Laura berusaha menahan senyumnya. Namun, dia menyadari bahwa lebih dari sekedar profesional, dia mulai merasakan ketertarikan khusus pada Daniel.
Di hari presentasi yang dinanti, semua berjalan dengan lancar. Laura, sebagai sekretaris, berperan penting dalam menunjukkan data dan berkas dengan jelas kepada para investor. Daniel terlihat sangat percaya diri dan memukau saat mempresentasikan proyek tersebut.
“Baiklah, tim, terima kasih atas kerja keras kalian,” ujar Daniel setelah presentasi sukses. Laura merasa bangga, dan hatinya berbunga-bunga mendengar pujian langsung dari Daniel.
Namun, saat mereka berdua kembali ke ruang kerja, suasana menjadi sedikit tegang. “Laura, kamu luar biasa. Aku tidak bisa melakukannya tanpa bantuanmu,” puji Daniel dengan serius.
“Terima kasih, Pak. Itu semua karena kerjasama kita,” balas Laura, berusaha meredakan gugupnya.
“Ya, tapi aku tidak hanya ingin berbicara tentang kerja. Minggu depan aku ada acara di luar kota. Kamu mau ikut? Mungkin kita bisa...,” Daniel terdiam sejenak, “makan malam setelah itu?”
Laura merasa jantungnya hampir copot mendengar tawaran tersebut. “Tentu, Pak! Akan sangat menyenangkan!”
Daniel tersenyum lebar, seolah beban di pundaknya lepas. “Bagus. Kita bisa lebih mengenal satu sama lain.”
Semakin hari Laura dan Daniel semakin sering berkomunikasi. Walaupun mereka bertemu dalam konteks pekerjaan, ada chemistry yang tidak dapat diabaikan di antara mereka.
Laura pun mulai merasa nyaman untuk berbagi cerita dan impiannya dengan Daniel. Dia merasakan bahwa dia memiliki lebih dari sekadar atasan; dia memiliki teman yang dapat menemaninya dalam perjalanan karirnya.
Suatu sore, ketika Laura berada di meja kerjanya, dia menerima pesan dari Daniel. “Laura, bisa kita bicara sebentar?”
Jantungnya berdegup kencang. “Tentu, Pak. Ada yang ingin dibicarakan?”
Mereka bertemu di ruang istirahat. Daniel tampak sedikit serius. “Laura, aku ingin bicarakan tentang proyek ekspansi bisnis. Aku percaya kamu bisa memimpin tim untuk ini.”
Laura terkejut. “Benarkah? Saya ...? Hanya sekretaris, Pak. Apakah saya benar-benar bisa melakukannya?”
“Iya, kamu bisa. Aku melihat potensi dalam diri kamu. Dan, menurutku, ini adalah kesempatan bagimu untuk berkembang,” kata Daniel lembut.
Laura merasa harapannya bergetar. Ini adalah kesempatan emas, dan ia tidak ingin menyia-nyiakannya. “Baiklah, saya akan berusaha semaksimal mungkin!”
“Bagus! Aku akan mendukungmu sepenuhnya,” jawab Daniel sambil tersenyum.
"Satu lagi, besok kita akan ada rapat dengan beberapa perusahaan, kamu akan mendampingi aku. Kamu harus bisa presentasi kan semua dengan baik agar kita bisa memenangkan tender itu."
"Baik, Pak. Saya akan berusaha dengan sepenuh hati," jawab Laura.
Tidak ada yang tahu bagaimana nasib Laura selanjutnya di SmartTech. Tetapi satu hal pasti, perjalanan karirnya baru saja dimulai. Dengan dukungan dari Daniel, dia merasa yakin bisa meraih impian yang selama ini dicarinya.
Laura menanti hari-hari selanjutnya dengan penuh semangat, karena dia yakin, perjalanan di SmartTech akan menjadi lebih dari sekadar pekerjaan—dia akan menemukan jati dirinya. Dan akan dia buktikan pada semua orang kalau dia bisa berhasil.
Sementara itu di perusahaannya Ariel juga sedang mempersiapkan dirinya untuk presentasi besok.
yang dl gak setuju sama Laura
Daniel kah
atau bapak nya?
gantian jd pengganti