Niat hati, Quin ingin memberi kejutan di hari spesial Angga yang tak lain adalah tunangannya. Namun justru Quin lah yang mendapatkan kejutan bahkan sangat menyakitkan.
Pertemuannya dengan Damar seorang pria lumpuh membuatnya sedikit melupakan kesedihannya. Berawal dari pertemuan itu, Damar memberinya tawaran untuk menjadi partnernya selama 101 hari dan Quin pun menyetujuinya, tanpa mengetahui niat tersembunyi dari pria lumpuh itu.
"Ok ... jika hanya menjadi partnermu hanya 101 hari saja, bagiku tidak masalah. Tapi jangan salahkan aku jika kamu jatuh cinta padaku." Quin.
"Aku tidak yakin ... jika itu terjadi, maka kamu harus bertanggungjawab." Damar.
Apa sebenarnya niat tersembunyi Damar? Bagaimana kelanjutan hubungan Quin dan Angga? Jangan lupakan Kinara sang pelakor yang terus berusaha menjatuhkan Quin.
Akan berlabuh ke manakah cinta Quin? ☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
RS Kota J ....
Dokter Fahry langsung tersenyum saat Damar juga Adrian masuk ke ruangan prakteknya.
"Damar, Rian," sapanya seraya beranjak dari kursi kerja. Ia menghampiri Damar lalu memeluk pria itu. "Apa kabar, Bro. Long time no see. Aku senang melihatmu menggunakan kruk ini daripada kursi roda. Setidaknya otot juga syaraf kakimu banyak bergerak."
"Seperti yang kamu lihat,” balas Damar. "Setelah kecelakaan itu, aku berobat ke Jepang sekaligus menenangkan pikiranku. Aku memilih vakum sebentar dan sekarang, i'm back," bisik Damar.
"Bagaimana dengan perkembangan kedua kakimu?" tanya Fahry
"Sudah ada sedikit perubahan. Apalagi setelah menggunakan kruk ini. Aku juga menjalani terapi di rumah. Mudah-mudahan kedepannya semakin ada perkembangan," jawab Damar dengan senyum penuh arti.
"Senyummu menggambarkan seribu arti. Ah, ada apa ini?" tanya Fahry penuh selidik. "Saat di Jepang, kamu seperti patah semangat. But now?" Fahry meninju pelan dada liat Damar.
Tak ada tanggapan dari Damar. Akan tetapi senyumnya masih terlukis di wajah. Sedangkan Adrian yang sejak tadi duduk di sofa, hanya menjadi pendengar keduanya.
Setelah kurang lebih tiga puluh menit berada di ruangan itu sekaligus berkonsultasi, akhirnya Damar memilih berpamitan.
"Thanks untuk hari ini Fahry, kami pamit."
"My pleasure. Tetap semangat, ya. Sering seringlah berlatih dan jangan lupa minum obatmu. Percayalah usaha takkan mengkhianati hasil," kata Fahry sekaligus menyemangati Damar. Sedetik kemudian sang dokter tertawa. "By the way, penampilanmu sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Kini berkaca mata, rambut gondrong serta brewokan."
"Aku sengaja," timpal Damar ikut tertawa
"Terlepas dari semua itu, harapan terbesarku adalah melihatmu sembuh," pungkas Fahry lalu menepuk pundak Damar.
.
.
.
Menjelang siang, Quin memilih meninggalkan butik. Tujuannya adalah ingin menyambangi kantor Damar sekalian ingin membawakan makan siang.
Ketika ingin menghubungi pria brewok itu, Quin langsung mengumpat kesal sembari menepuk jidat.
"Damn! Ponselku pasti masih berada di area kolam renang itu." Dengan terpaksa Quin kembali ke butik karena ia belum terlalu jauh dari tempat itu.
Al, Gisha juga Jihan, menatap heran sang owner yang tiba-tiba muncul.
"Loh, Quin, perasaan kamu baru saja pergi. Tapi kok, cepat banget pulangnya," ledek Al lalu terbahak.
"Ck, nggak jadi!" timpal Quin kesal. Ia ikut duduk bergabung di sofa.
"Kalau begitu gantian deh. Kami ingin cari makan di luar," cetus Gisha.
"Hmm, kalian pergilah. Jangan lupa boba coklat untukku," pesan Quin.
"Siap," sahut Gisha.
"Oh ya, Al, ini kunci mobil." Quin menyerahkan benda itu kepada sahabatnya.
"Ya sudah, kami pergi dulu," pamit Al.
Sepeninggal Al, Gisha juga Jihan, Quin memilih ke ruangan jahit untuk memeriksa beberapa gaun yang telah dijahit sesuai desain atas permintaan klien.
"Good job ladies, kalian memang bisa diandalkan," gumam Quin disertai senyum tipis. setelah itu, ia kembali lagi ke meja kerja lalu menatap gambar-gambar design hasil tangan dinginnya.
Ketika lagi fokus memandangi gambar gambar itu, seseorang tiba-tiba saja memanggilnya. Saat tahu sosok itu, ia memutar bola matanya malas.
"Kok sepi?" tanya Kinara.
"Anak-anak lagi keluar makan siang. Ada apa kamu kemari?!" Quin beralih menatap layar laptop.
"Aku ingin membeli salah satu koleksi gaun di butik ini. Soalnya aku ada undangan dari perusahaan Pak Alatas," jelas Kinara.
"Kamu naik saja ke lantai dua. Di sana ada banyak pilihan gaun yang sesuai dengan seleramu. Aku lagi MAGER!" timpal Quin dengan ketus.
Melihat sikap Quin yang acuh tak acuh, dingin serta berbicara ketus, jelas membuat Kinara sedikit geram. Bahkan, gadis itu lebih memilih menatap layar laptop ketimbang dirinya.
Baru saja ia menapaki dua anak tangga, langkahnya terhenti saat mendengar seseorang menyapa Quin.
Matanya langsung membulat sempurna ketika tahu orang itu adalah Damar juga Adrian. Karena penasaran, ia bersembunyi di balik manekin lalu memperhatikan gerak gerik mereka.
'Wah, suatu kebetulan. Ini pasti akan sangat menarik,' batin Kinara lalu mengeluarkan ponsel.
"Damar, Adrian." Quin mempersilakan Damar juga Adrian duduk di sofa.
"Quin, kami membawa makan siang untukmu," kata Adrian lalu meletakkan paper bag makanan ke atas meja.
"Wah, makasih, ya. Justru, tadi aku yang ingin ke kantor kalian. Tapi, saat ingin menghubungi Damar ponselku nggak ada. Sepertinya jatuh di area kolam renang," jelas Quin sambil menata box makanan itu.
Damar langsung melirik Adrian mengisyaratkan sesuatu. Namun, sang asisten sama sekali tak mengerti.
'Sepertinya aku harus menyiapkan ruangan khusus sekaligus berpura-pura menjadi wakil CEO. Jika Quin tahu siapa aku. Pasti dia akan menjauh.'
"Damar, Adrian kalian kenapa sih? Ayo, kita makan bareng," cetus Quin kemudian duduk disamping Damar.
Mereka pun mulai menyantap makanan itu bersama. Sesekali ketiganya tertawa karena digoda oleh Quin.
Tanpa mereka sadari, diam-diam Kinara merekam gerak gerik ketiganya lalu mengirim video itu kepada Angga.
Setelah itu, Kinara kembali menapaki anak tangga menuju lantai dua. Sesaat setelah berada di galery butik, ia tampak berpikir sekaligus bertanya-tanya? Ada hubungan apa Quin dengan Damar?
"Apa karena sedang dekat dengan Damar, Quin ingin mengakhiri pertunangannya dengan Angga?"
Kinara tersenyum sinis. Bahkan, akan terus memprovokasi Angga supaya hubungan keduanya kandas.
Di saat Quin, Damar dan Adrian tengah menyantap makan siang sekaligus saling melempar candaan, beda halnya dengan Angga.
Wajahnya seketika memerah menahan amarah setelah menonton video yang dikirim Kinara barusan.
"What the fu*ck!!!" umpat Angga. Seketika ia kembali teringat ucapan Dennis. "Argh, sh*it! Apa ini alasanmu ingin mengakhiri pertunangan kita?! Nggak akan aku biarkan itu terjadi!"
Dengan perasaan geram, Angga meninggalkan ruangannya. Tujuannya kini sudah tentu ke QA Boutique.
...----------------...