Dibuang karena Ramalan ... Kembali karena Dendam.
Novel ini mengisahkan tentang seorang putra dari Kaisar Langit yang hendak dibunuh oleh ayahnya sendiri karena suatu ramalan. Beruntung, sebelum anak itu berhasil di bunuh, dia di bawa pergi oleh seorang pria tua dan menyembunyikannya di alam Tengah.
Zhang Ziyi namanya...
Hari-hari dia lalui dengan penuh kemalangan dan kesialan. Hingga pada suatu ketika, kesialan itu membawa dia pada sebuah goa, dimana di situlah keberuntungannya ia temukan. Dari situ pula lah dimulainya suatu perjalanan. Perjalanan Menjadi Yang Terkuat Diantara Yang Terkuat... Perjalanan Menggulingkan Kaisar Langit....
"Aku Zhang Ziyi... Seorang Putra dari Kaisar Langit, akan kembali ke alam atas... Menemui kaisar langit dan Menggulingkan Kaisar Langit... Mereka yang menghalangi jalanku, akan ku tebas dengan Pedang Naga Langit!!" ~Zhang Ziyi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 16 ~ Dipermalukan
Zhang Ziyi berjalan memasuki klan. Tidak ada yang bisa ia lihat. Semuanya nampak sepi. Yang biasanya banyak orang-orang akan berlalu lalang di klan, namun kali ini hanya sedikit saja yang dapat dia lihat.
"Ada apa dengan orang-orang klan? Ke apa aku tidak bisa melihat walau hanya seorangpun?" gumam Zhang Ziyi. Kemudian dia melanjutkan langkahnya.
Mengingat kembali apa yang di katakan oleh salah satu penjaga gerbang tadi, Zhang Ziyi kemudian bergumam kembali. "Apakah semuanya berkumpul di aula pertandingan antar murid klan? Tidak salah lagi!"
Zhang Ziyi pun bergegas menuju aula pertandingan, dan diikuti oleh Fire Tiger Beast di belakangnya.
***
Zhang Fei saat ini tengah berada di atas arena pertandingan. Pemuda itu membusungkan dada dengan angkuhnya, sembari kedua tangan terkepal di depan dada.
"Kepala Klan Zhang Cabang... Kemana perginya Zhang Ziyi. Apakah karena dia takut merasakan kepalan tinjuku ini?" Zhang Fei berkata sembari menoleh ke arah Zhang Mao yang saat ini tengah duduk di podium khusus. Dengan ayah Zhang Fei di samping Kiri Zhang Mao serta para penatua sekte yang duduk berjejer rapi sepanjang podium yang membundar.
Mendengar pertanyaan Zhang Fei yang terkesan arogan, Zhang Mao hanya bisa terdiam tanpa bisa berkata-kata. Sebenarnya dia sendiri juga tidak tahu akan dimana keberadaan putranya, Zhang Ziyi.
Pertarungan antar Zhang Ziyi dan Zhang Fei ini sendiri sebenarnya nyaris dibatalkan dikarenakan Zhang Ziyi yang telah menghilang selama satu bulan ini. Beruntung, Zhang Mao masih bisa membujuk mereka, Zhang Fei serta ayahnya, untuk tetap melanjutkan pertandingan tersebut. Pasalnya hal itu pulalah yang akan menentukan bagaimana nasibnya ke depan.
Meskipun Zhang Mao agak ragu akan hal itu, dan tau bahwa Zhang Ziyi tidak akan datang. Kalaupun dia ada pastinya putranya itu tetap akan kalah dari Zhang Fei yang baru-baru ini telah menerobos Ranah Pendekar tahap 6. Namun, entah mengapa dia begitu yakin Zhang Ziyi akan datang dan membawa sebuah keajaiban. Juga menyelamatkan posisinya sebagai kepala klan Zhang cabang.
"Zhang Mao, kemana perginya Zhang Ziyi. Kenapa dia begitu lama. Kita telah berada dan menunggu pemuda itu di sini telah lama. Aku sudah mulai bosan. Bukan cuma aku, tapi penatua klan Zhang juga nampaknya mulai kebosanan. Bagaimana kalau kita hentikan saja pertandingan ini, dan kau menyerahkan posisi kepala klan Zhang padaku!" Zhang Wui, ayah Zhang Fei mencoba untuk memprovokasi Zhang Mao. Sunggingan miring pun terlihat jelas dari bibirnya yang sedikit tebal dan berkumis.
Mengepal tangan kursi dengan keras. Zhang Mao nyatanya terpancing dengan omongan saudaranya itu.
Mencoba untuk tenang, Zhang Mao lantas berucap, "Kita tunggu hingga matahari tepat di atas kepala. Jika putra ku belum juga muncul, maka pertandingan ini kita batalkan." Zhang Mao dengan intonasi tenang yang dipaksakan.
"Kepala Zhang Mao... Kenapa tidak sekarang saja, kita menghentikan pertandingan keduanya. Jelas bahwa Zhang Ziyi telah menghilang dan tak mungkin lagi pemuda itu akan datang. Kenapa kau begitu bersikeras? Oh, mungkinkah kau tidak rela posisimu sebagai kepala klan Zhang cabang di kota Bintang ini di cabut?" Salah satu penatua juga ikut menanggapi.
Menoleh ke arah penatua itu sejenak. Zhang Mao kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke arena tanpa ada tanggapan yang keluar dari mulutnya. Zhang Fei sendiri saat ini tengah menatapnya dengan senyum sinis.
Tak hanya para penatua, bahkan pendengaran tajam Zhang Mao menangkap, banyak sekali hiruk pikuk dari anggota klan Zhang yang ada di sana tengah membicarakan tentang dirinya serta Zhang Ziyi. Banyaknya orang di sana, Semuanya kompak membicarakan satu perkara, yaitu terkait keluarganya.
"Dasar tak tahu malu,"
"Cih, meski pemuda itu akan datang, namun tak mungkin dia mengalahkan seorang jenius nomor dua di klan cabang Zhang."
"Sudah sepatutnya kepala klan Zhang cabang kita ini di ganti. Pasalnya, dia memiliki seorang putra yang bahkan notabenenya hanya seorang sampah klan. Tidak bisa dibandingkan dengan Zhang Wui yang memiliki dua putra jenius nomor satu dan dua di klan cabang ini!"
"...."
Berbagai kata umpatan serta makian terdengar dari mulut orang-orang klan. Tidak hanya mereka, bahkan penatua pun mulai ribut, membicarakan dirinya.
Bayangkan saja, jika seandainya kau berada di posisi Zhang Mao. Duduk di podium tertinggi, dimana semuanya dapat melihat dirimu. Namun banyaknya orang-orang itu yang kian menjelek-jelekkan dirimu. Hinaan, umpatan serta berbagai perkataan yang tak sedap di dengar mereka keluarkan secara terang-terangan.
"Paman. Mengapa tak kita hentikan saja pertandingan ini. Aku sudah bosan menunggu terlalu lama. Bukankah pemuda sampah itu telah mati!" Zhang Fei berkata lantang tanpa sedikitpun rasa bersalah ditunjukkan pemuda itu.
"Tutup mulutmu!" Zhang Mao yang memang telah panas dari tadi, kini tak bisa mengontrol emosi nya kala mendengar keponakan nya sendiri menjelek-jelekkan putranya. Lelaki itu menunjuk Zhang Fei dengan mata tajam nan menusuk memelototi Zhang Fei.
Sunggingan miring terlukis di bibir Zhang Fei. Pemuda itu tampak sedang meremehkan Zhang Mao. "Paman! Apakah kau tidak mau menerima kenyataan bahwa si sampah itu telah mati? Oh, yah. Bukankah bagus kalau anak bodoh tak berguna itu mati? Jadi tidak ada lagi seorang sampah yang hanya menjadi beban di keluarga kita!" Kembali Zhang Fei berkata tanpa dosa.
Emosi Zhang Mao semakin menggebu-gebu. Tubuhnya tampak bergetar sangking marahnya dia. Seorang anak kecil berani tak menghargainya. Apalagi dia terang-terangan menghina anak nya di depan umum, khususnya di hadapan wajahnya.
Zhang Mao berdiri dari duduknya. Lelaki itu hampir saja melompat ke panggung dan membunuh anak yang saat ini tengah berdiri di atas panggung sembari senyum ejekan di arahkan padanya.
"Oi, Zhang Mao. Dimana harga dirimu sebagai kepala klan Zhang Cabang? Apakah kau tidak malu, hendak menyerang salah satu bagian dari Klan? Bahkan orang yang hendak kau serang itu seorang anak kecil!" Zhang Wui segera mengangkat bicara. Tentu saja perkataan nya itu sukses membuat Zhang Mao kembali dibuat tak berkata-kata Lelaki itu berdiri mematung.
Andai dia menemukan sebuah lubang, maka akan dia sembunyikan wajahnya di dalam lubang tersebut. Marah, malu, geram, sedih, benci, dendam dan masih banyak lagi emosi yang bercampur aduk dibenaknya.
Andaikan dia bisa, maka akan ia sumbat telinganya dengan besi panas saat itu juga, agar tak ia dengar lagi perkataan kasar dari orang-orang itu. Namun dia tidak bisa melakukannya. Satu-satunya harapan Zhang Mao adalah Zhang Ziyi. Meski begitu, ia juga tidak yakin Zhang Ziyi akan datang. Bahkan harapannya terhadap pemuda itu tidak lebih dari 1 persen.
Kembali duduk di kursi kebesarannya. Zhang Mao mengepal tangan kursi dengan keras, hingga menimbulkan keretakan pada tangan kursi tersebut.
"Paman... Aku sudah lelah menunggu. Hitungan sampai lima, jika Zhang Ziyi tak kunjung muncul, maka aku akan pergi. Dan tentu saja Paman juga harus siap menyerahkan posisi paman kepada ayahku."
"Kenapa harus menunggu sampai lima? Kenapa tidak satu saja?"
Suara seseorang terdengar dari kejauhan. Tentu saja pemilik suara itu sukses mengundang semua perhatian tertuju padanya.