Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 - Tertangkap Basah
"Heuh?"
Ameera terperanjat kaget, sejak tadi dia yakin jika pria itu sudah terlelap, sama sekali tidak ada tanda-tanda yang memperlihatkan jika Cakra sadar akan kehadirannya. "Kenapa di luar, belum tidur dari tadi?"
Jika tadi Cakra bicara dengan mata teepejam, kali ini dia membuka matanya perlahan. Besar kemungkinan, sejak tadi memang sudah terjaga karena mata Cakra tidak terlihat memerah. Hanya saja, pria itu tampak meregangkan otot-ototnya kala terbangun dari tidurnya.
Cakra menepuk bagian sofa yang kosong di sisinya, melihat Ameera yang bertopang dagu dan duduk begitu nyaman di lantai jelas Cakra takkan tinggal diam "Sini," ucap pria itu pelan.
Ameera yang tampak ragu tidak segera menuruti keinginan Cakra, ketika pria itu menghela napas dalam seraya menatap tajam ke arahnya, barulah Ameera beranjak segera. "Aku ganggu ya?" tanya Ameera kemudian mengatupkan bibir, mendadak menyesal karena yang tadi dia lihat Cakra begitu lelap.
Sudah jelas Cakra menggeleng, sekalipun iya Ameera mengganggu mana mungkin dia akan mengatakan hal itu. "Kamu belum jawab pertanyaanku tadi," ucap Cakra menatap manik sayu Ameera.
"Yang mana?" Ameera tampak gugup, padahal ditatap oleh Cakra bukanlah hal baru, tapi berdebarnya masih sama bahkan semakin menjadi.
Cakra tersenyum tipis, pria itu memijat pangkal hidungnya sebelum mengulang kembali pertanyaan yang tadi sempat Ameera abaikan. "Kenapa kamu di luar, Meera? Apa memang belum tidur dari tadi?"
"Haus, jadi aku ke dapur ... pas balik lihat kamu tidur di sini, karena kupikir kamu kedinginan jadi kuambilkan selimut terus gi-gitu," jelasnya semakin lama semakin pelan, mungkin sadar jika hampir saja terucap setelah itu dia memandangi Cakra begitu lama sampai lupa masuk kamar.
"Gitu? Gitu gimana?" Sudah tahu Ameera malu karena itu, dan Cakra kembali mengoreknya hingga wanita itu semakin malu.
Cakra tahu sekali cara menggodanya, hanya dengan pertanyaan semacam itu Ameera sampai salah tingkah hingga mencubit perut Cakra sebagai pelampiasannya. "Sshh, masih suka nyubit-nyubit ternyata, aku kalau balas bukan di perut ya, Ra, tapi ...." Cakra sengaja menggantung ucapannya, tatapan tak terbaca yang dia layangkan sukses membuat Ameera salah sangka hingga mendaratkan telapak tangannya tepat di mata Cakra.
Cakra terkekeh, dia baru berencana, belum pasti akan dia lakukan atau tidaknya. Namun, dengan teganya Ameera sudah melakukan serangan sebanyak dua kali. "Aku belum melakukan apa-apa, dan kamu sudah dua kali!! Ini masuk ranah KDRT tahu," ujar Cakra menggenggam tangan Ameera yang tadi menghalangi tatapannya.
Jika sudah digenggam, sudah pasti Cakra akan mengecup tangan Ameera. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali seakan dia menyayangi Ameera sepenuhnya, sama seperti yang Ameera rasakan.
"Lukanya mana? Coba lihat, tadi tidak kamu izinin" tutur Cakra kemudian beralih pada tangan kiri Ameera, memang tadi pria itu tidak diberi kesempatan untuk memeriksanya lebih lanjut.
Jika sebelumnya Ameera menolak karena tidak enak hati pada Ayumi dan yang lainnya, kali ini dia pasrah saja ketika Cakra membuka perban lukanya. "Lumayan, besok kita ke puskes ... lukamu parah walau cuma tergores," tutur Cakra kemudian kembali membalut luka Ameera. Darah di lukanya tampak mengering, tapi kemarahan mengalir deras dalam diri Cakra malam ini.
"Puskes? Bukannya tidak ada di sini?" tanya Ameera mengerutkan dahi.
"Di desa sebelah ada, kalau perlu kita rumah sakit di kota," jawab Cakra menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya, tidak bisa dipungkiri dia juga lelah sebenarnya.
"Kalau ke kota butuh berapa jam?" Cakra mengajaknya berobat, dua tawaran yakni puskes dan rumah sakit di ibu kota, Amera jelas mencari celah agar bisa lebih lama bersama Cakra.
"Pakai motor kira-kira 5 jam, mau?"
Bak kucing ditawari ikan asin, tanpa pikir panjang, Ameera mengangguk cepat. Perjalanan puluhan KM sekalipun baginya tidak masalah selagi bersama Cakra, sungguh. "Ya sudah, masuk sana ke kamarmu ... besok kita pergi," ucap Cakra mengulas senyum hangat, lucunya malah ditanggapi wajah cemberut Ameera.
"Hm? Kenapa?"
"Lima menit lagi di sini boleh ya? Aku belum mau tidur." Itu bukan pertanyaan, tapi penegasan dan dia menolak perintah Cakra yang sebelumnya.
Beruntungnya, malam ini Cakra sedang berbaik hati mengingat luka yang Ameera alami. Lima menit yang Ameera minta benar-benar Cakra kabulkan, sudah tentu isinya mendengarkan cerita Ameera dengan suara yang teramat pelan lantaran takut ketahuan.
Seperti biasa, Cakra akan menjadi pendengar terbaik dari si pemilik sejuta cerita yang sejak dahulu memang terbiasa menceritakan banyak hal, termasuk yang tidak penting sekalipun. Hingga, ceritanya semakin beragam dan janji lima menit yang tadi sudah telanjur diingkari.
Namun, Cakra juga agaknya tidak sadar akan hal itu, dia terlalu fokus mendengarkan Ameera yang kini justru berkeluh kesah dan tampak bersedih begitu ingat ponselnya. "Semua fotonya ada di sana, Cakra ... ikhlasin gimana?"
"Di hp-ku ada, Ra, jangan ditangisi, nanti ada gantinya," ucap Cakra seraya menyeka air mata wanita itu, masih saja dia menangis perkara ponselnya.
Ameera tetap tidak bisa rela begitu saja, foto di ponsel Cakra hanya beberapa persen dan tidak seluruhnya. Namun, tentang apa yang jelasnya dia tidak akan katakan pada Cakra. "Masih banyak yang penting, Cakra," ucap Ameera menghela napas panjang.
Setelah menangis, dia tampak lelah dan bersandar di pundak Cakra beberapa saat. Cakra yang mengerti jika wanita itu butuh ketenangan, jelas tidak bisa berbuat apa-apa dan membiarkannya tetap di sana hingga tanpa sadar keduanya terlelap bersamaan.
.
.
Jika di luar Ameera dan Cakra baru saja terlelap, sementara di dalam kamar Ayumi baru terjaga. Seperti biasa, dia akan menjalani shalat malam di sepertiga malamnya. "Hah? Teh? Teteh dimana?"
Bukan main paniknya Ayumi kala menyadari tidak ada Ameera di kamarnya. Dia bergegas bangun dan menghidupkan lampu, kejadian tadi malam adalah alasan kenapa Ayumi setakut itu. Dia memastikan jendela kamar, tampak masih terkunci dan baik-baik saja.
Beberapa lama mencari di kamar, Ayumi berlalu keluar dan berniat mengetuk pintu kamar Abah dan memberitahukan perihal hilangnya Ameera. Namun, ketika melewati ruang tengah, mata Ayumi membola begitu melihat pemandangan tak lazim di atas sofa.
"Astagfirullahaladzim, Teteh!!" teriak Ayumi yang membuat dua insan yang tertidur dengan posisi duduk dan selimut yang sama itu panik. Baik Cakra maupun Ameera sama hingga keduanya gelagapan, sementara Ayumi masih menatap Cakra dengan dada naik turun seraya menggeleng pelan.
"Ya, Tuhan, apa yang kalian lakukan?!"
.
.
- To Be Continued -
Selamat malam, tidur yang nyenyak😚