Revisi PUEBI
Diminta oleh orang tuanya untuk menyelesaikan persoalan hutang keluarga serta harus mengganti rugi dari kerusakan mobil yang Aruna tabrak.
Manakah takdir yang dipilih untuk menyelesaikan persoalannya. Menjadi istri muda Broto sebagai pelunasan hutang atau menjalani One Night Stand dengan Ben agar urusan ganti rugi mobil selesai. Juga cinta Alan pada Aruna yang terhalang status sosial.
Manakah pilihan yang diambil Aruna ? Dengan siapakah Aruna akan menjalani hidup bahagia penuh cinta. Ben atau Alan ? Ikuti terus kisah Aruna
Cerita ini hanya kehaluan author untuk hiburan para pembaca. Silahkan ambil pesan yang baik dan tinggalkan yang buruk.
ig : dtyas_dtyas
fb : dtyas auliah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepaskan Aruna
Aruna mulai terjaga, kepalanya terasa pening.
"Arghhh." Aruna membuka mata perlahan dan memijat kepalanya yang terasa berat. Mengerjapkan matanya, melihat sekeliling dan menyadari berada di kamar asing baginya.
Meyakini bahwa ia kini berada di kamar hotel, Una membuka selimut yang dipakainya mengecek tubuhnya ternyata masih menggunakan pakaian yang sama dari semalam dan mengingat rentetan kejadian semalam.
Flashback on
Meisya dan yang lainnya menjemput Una di Glow Cafe menuju club merayakan rencana pernikahan Meisya dan Vino. Gaya pacaran mereka termasuk ekstrim, akhirnya Vino harus menikahi Meisya karena sudah ada calon penerus Vino pada rahim Meisya.
"Kita have fun malam ini," ujar Bira menuangkan minuman pada gelas teman-temannya.
"Gue enggak ya, nyium bau bensin aja pusing apalagi minum kayak gituan," ucap Una
"Yang, kamu jangan ikutan minum ya, kasihan yang di sini," kata Vino pada Meisya sambil mengusap perutnya yang masih rata.
"Oke beb."
"Na, segelas doang cobain deh," ajak Bira
"Siap-siap aja Na, kalau sudah mencoba sekali juga nanti keterusan. Give me more.." ejek Mario
"Enggak apa-apa, coba dulu," Bira memaksa, mengambil gelas yang terisi dan menempelkannya pada bibir Una. Akhirnya Una mencoba meneguk minuman yang katanya bisa mengalihkan dunia peminumnya.
"Aahhhhhh." matanya terpejam saat menghabiskan gelas pertamanya. Tenggorokannya terasa panas. "Gila, rasanya begini amat. Mending minum es boba." rasa panas menyebar bukan hanya tenggorokan saja tapi seluruh tubuhnya.
Entah dorongan apa dia kembali meneguk gelas kedua, mungkin juga ketiga sampai tubuhnya serasa bergoyang sulit untuk berdiri tegak, rasanya ingin tertawa terus padahal dia tidak dalam diskusi penuh canda dan parahnya kepalanya terasa berat.
Tiba-tiba tangannya ditarik dan
"Hay, om Ben. __"
Flashback off
"Oh my god, Om Ben," ucap Una sambil langsung terduduk pada tempat tidur. Beranjak menuju toilet memastikan bahwa dia hanya sendirian di kamar tersebut.
Aruna duduk pada tepi tempat tidur memegang tasnya yang tadi terletak pada sofa, membukanya mencari benda elektronik dengan bentuk persegi. Tidak menemukan benda yang dicari, Una meletakan tasnya di sebelah pesawat telepon. Tepatnya di atas buku memmo, mengangkat gagang pesawat telepon menekan beberapa angka. Terdengar nada panggilan dan "Halo"
"Halo, Bira hp gue ada di siapa ?"
"Kan elo Na yang nitipin ke gue," sahut Bira dengan suara serak khas bangun tidur, bahkan mungkin terbangun karena panggilan telepon yang dilakukan Una.
"Masa?"
"Gimana, sama siapa loe pergi semalam?"
"Gimana apanya?"
"Dapat plus plus enggak?
"Rese banget dah."
"Jangan macem-macem Na, Alan masih nungguin Loe"
"Satu macem doang, loe di mana, gue mau ambil hp."
"Ya kesini aja Na."
"Enggak, jangan di kostan loe, yang ada gue jadi korban pelecehan dari pandangan temen-temen loe."
"Ya udah ketemuan di tempat biasa aja ya"
Una membersihkan diri, mencuci muka dan bersiap keluar dari kamar tersebut. Mengambil tas yang diletakan tadi, dan membuka pintu kamar yang dia pun tidak mengetahui bagaimana dia bisa ada di sana. Dalam benaknya terus berpikir apakah Om Ben yang membawanya ke sini. Jika memang Om Ben, ke mana dia sekarang.
"Kostum loe masih yang semalam Na? Emang gak pulang? Apa jangan-jangan pergi sama cowok yang jemput loe ya?" tanya Bira
"Nanya kayak ngasih soal ujian aja. Mana sini Hp gue"
Hari-hari berlalu, Ben berada di Singapura mengurus perusahan ayahnya dan bolak balik rumah sakit tempat sang ayah dirawat. Sesekali mengecek ponselnya berharap Aruna menghubunginya. Harap-harap cemas apakah Aruna tidak membaca pesan pada memmo yang dibuatnya.
"Arghhhhh," dia mengacak rambutnya. Batinnya mengatakan tak mungkin terus berharap Aruna segera menghubunginya dan menjalani hubungan dengannya. Dia harus fokus pada masalah perusahaan dan kondisi kesehatan ayahnya. Memikirkan Aruna yang tidak pasti hanya akan menghambat pekerjaannya. Ben memutuskan berserah pada nasib terkait rasanya pada Aruna dan berharap takdir tidak bercanda lagi padanya. Berharap alam semesta akan menjaga Aruna untuk menjadi miliknya.
Perjodohan Arini
Suami absurd
Suami rupa madu mulut racun