Lasmini adalah seorang gadis desa yang polos dan lugu, Ketenangannya terusik oleh kedatangan Hartawan, seorang pria kota yang bekerja di proyek pertambangan. Dengan janji manis dan rayuan maut, Hartawan berhasil memikat hati Lasmini dan menikahinya. Kebahagiaan semu itu hancur saat Lasmini mengandung tiga bulan. Hartawan, yang sudah merasa bosan dan memiliki istri di kota, pergi meninggalkan Lasmini.
Bara, sahabat Hartawan yang diam-diam menginginkan Lasmini. Alih-alih melindungi, Hartawan malah dengan keji "menghadiahkan" Lasmini kepada Bara, pengkhianatan ini menjadi awal dari malapetaka yang jauh lebih kejam bagi Lasmini.
Bara dan kelima temannya menculik Lasmini dan membawanya ke perkebunan karet. Di sana, Lasmini diperkosa secara bergiliran oleh keenam pria itu hingga tak berdaya. Dalam upaya menghilangkan jejak, mereka mengubur Lasmini hidup-hidup di dalam tanah.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya terhadap Lasmini?
Mungkinkah Lasmini selamat dan bangkit dari kuburannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Emas dan perubahan penampilan
Keesokan harinya, matahari belum lagi mencapai puncaknya ketika ponsel Prabu berdering. Nama Kinanti muncul di layarnya. Prabu segera menjawab.
"Halo,Bu Kinanti. Ada apa?"
"Mas Prabu, maaf mengganggu. Saya telepon ini karena ada urusan penting. Saya ingin mengucapkan terima kasih secara layak pada Suci," suara Kinanti terdengar lembut dan sedikit canggung.
"Terima kasih? Untuk apa?" tanya Prabu, pura-pura tidak tahu.
"Soal kemarin malam saat di Restoran Fortunata. Saya benar-benar berutang nyawa padanya. Kalau dia tidak menahan saya, mungkin bayi saya akan kenapa-kenapa. Saya ingin mengajak Mas Prabu dan Suci makan malam besok lusa. Tolong sampaikan pada Suci, ya. Saya yang akan pesan tempat," jelas Kinanti.
Prabu tersenyum dalam hati. Rencana ini berjalan lebih cepat dari dugaannya. "Tentu, saya akan sampaikan. Omong-omong, apakah Tuan Hartawan ikut?"
Kinanti terdiam sejenak. "Emm, begini, Mas. Saya ingin ini jadi makan malam khusus antar-wanita. Anggap saja kesempatan bagi saya untuk mengenal Suci lebih dekat sebagai teman. Saya tidak akan memberitahu Hartawan. Saya hanya akan bilang saya ada acara dengan teman lama. Bolehkah?"
"Tentu saja boleh. Itu ide yang bagus. Saya pastikan Suci bisa hadir," jawab Prabu.
"Sampai bertemu besok lusa, Bu Kinanti."
Setelah menutup telepon, Prabu segera menemui Suci, yang sedang duduk di teras sambil menyesap teh.
"Suci, ada informasi bagus yang ingin aku sampaikan padamu, Kinanti baru saja menelepon," Prabu memulai, duduk di hadapannya.
Mata Lasmini menyipit. "Apa maunya si wanita lugu itu?"
"Dia ingin mengucapkan terima kasih. Dia mengundang kita berdua makan malam lusa. Dia tidak akan mengajak Hartawan. Dia ingin ini menjadi makan malam antara wanita, sebagai teman," kata Prabu, menekankan bagian tentang Hartawan.
Mendengar itu, sebuah senyum licik namun dingin perlahan terukir di bibir Lasmini.
"Kesempatan emas. Ini akan menjadi langkah awal dari kehancuran Hartawan."
Lasmini mencondongkan tubuhnya ke arah Prabu, suaranya merendah penuh konspirasi.
"Mas Prabu, saya butuh bantuanmu untuk sandiwara besar. Sandiwara yang akan membuat Hartawan datang merangkak kembali padaku dan kemudian aku akan meremukkan hatinya," Lasmini berujar dengan sorot mata yang membara.
"Sandiwara apa?"
"Aku ingin Mas Prabu menjadi manajer pribadiku, dan aku ingin tampil sebagai putri ningrat dari keluarga yang sangat kaya, yang baru pulang dari luar negeri. Katakan pada Kinanti, dan biarkan berita itu menyebar bahwa orang tuaku adalah konglomerat yang menetap di Eropa, dan aku adalah pewaris tunggal yang mengurus bisnis keluarga di Indonesia."
Prabu menyentuh dagunya, mempertimbangkan rencana itu. "Itu akan memancing Hartawan. Dia butuh uang, dan dia tidak akan pernah bisa menolak wanita kaya yang memuja-muja dirinya."
"Tepat sekali. Aku ingin Hartawan melihat apa yang sudah dia campakkan. Dulu dia tinggalkan aku karena aku hanyalah seorang gadis yang miskin, kini aku akan tampil sebagai wanita paling berharga yang pernah dikenalnya. Aku ingin dia merasakan pahitnya penyesalan dan ketidakberdayaan," Lasmini tertawa getir.
"Baiklah. Mari kita persiapkan segalanya. Langkah pertama," Prabu menatapnya tajam, "kita harus menghapus jejak 'Suci' yang sederhana. Kita akan ciptakan sosok baru. Sosok Suci yang elegan dan berbahaya."
Keesokan harinya, Prabu membawa Lasmini ke salon kecantikan dan butik paling eksklusif di kota.
Di salon, penata rambut terkemuka bekerja keras. Rambut Lasmini dipotong dengan gaya yang lebih modern dan berkelas, ditekuk sedikit bergelombang dan diberi warna cokelat keemasan yang mewah.
"Kamu terlihat... berbeda," kata Prabu saat Lasmini keluar dari ruang tata rias.
"Ini baru permulaan," balas Lasmini, bibirnya yang baru dipoles lipstik merah anggur menyunggingkan senyum percaya diri.
Selanjutnya, mereka menuju butik. Prabu memilihkan satu set pakaian yang akan dikenakan Lasmini untuk makan malam. Bukan sekadar gaun, melainkan busana yang memancarkan aura kekayaan yang tak tertandingi, sepasang anting berlian imitasi, dan tas tangan bermerek.
Saat Lasmini bercermin, ia melihat pantulan yang sangat berbeda. Bukan lagi Suci si gadis miskin, juga bukan Lasmini si istri sederhana yang dikhianati. Ini adalah Suci, si Nona Ningrat yang Anggun dan Penuh Misteri.
"Bagaimana, Mas Prabu? Apakah sekarang aku terlihat seperti pewaris tunggal yang baru pulang dari Paris?" tanyanya, memutar tubuhnya.
"Sempurna. Hartawan akan buta melihat harta yang kami miliki. Dia tidak akan ingat lagi pada Kinanti, apalagi... pada Suci yang dulu," puji Prabu, tetapi ada kekhawatiran di matanya. "Hati-hati, Suci. Jangan sampai kebencianmu mengalahkan nalar. Ingat, ini sandiwara."
"Aku tahu batasannya, Mas Prabu. Justru sekarang, aku akan bermain dengan lebih tenang, karena aku tahu kebenaran yang sesungguhnya. Hartawanlah sasaranku, bukan Kinanti," ucap Lasmini tegas.
Malam yang ditentukan tiba. Prabu dan Lasmini tiba di restoran mewah yang sudah dipesan Kinanti. Lasmini, mengenakan gaun malam berwarna hijau zamrud yang mewah, berjalan dengan anggun di samping Prabu.
Kinanti sudah menunggu di meja, matanya berbinar melihat kedatangan mereka.
"Mas Prabu, Suci! Silakan duduk. Saya sudah pesan beberapa makanan pembuka," sambut Kinanti hangat.
Lasmini tersenyum ramah, senyum yang disempurnakan oleh pelatihan ekspresnya dengan Prabu.
"Terima kasih, Kinanti. Restorannya indah sekali."
Saat mereka sedang berbincang ringan, pintu restoran terbuka. Masuklah Hartawan, Bara, dan komplotannya. Rupanya, mereka sedang ada urusan bisnis di restoran yang sama.
Hartawan, Bara, dan yang lainnya terkejut bukan kepalang. Mereka berhenti di tengah lobi.
Hartawan mengernyitkan dahi. "Bukankah itu... Suci?" gumamnya, matanya langsung tertuju pada kemewahan yang melekat pada wanita yang ia anggap sebagai Lasmini. Ada rasa sesal dan nafsu yang tiba-tiba membuncah.
Namun, Bara tidak berkata apa-apa. Matanya lurus menatap wajah Suci. Wajah itu, tatapan itu, postur itu... Bara merasa dingin menjalar di punggungnya. Jantungnya berdebar kencang. Sosok wanita elegan di meja itu... sangat mirip dengan Lasmini, wanita yang dulu ia bunuh dengan cara yang keji.
"Wajah itu..." bisik Bara pada Hartawan.
"Tidakkah kau merasa... familiar, Wan? Sorot matanya..."
Hartawan yang sedang diliputi kekaguman dan penyesalan karena mencampakkan Lasmini yang ia anggap Suci, istri yang ternyata sangat kaya, menepisnya. "Apa yang kau bicarakan, Bara? Itu Suci, akh bukan tapi Lasmini, istriku. Ada apa ini, kenapa dia bisa jadi sebegini cantiknya... dan berkelas? Dia pasti sudah punya uang. Cepat, temani aku. Aku harus mendekatinya!"
Hartawan berjalan cepat ke arah meja Kinanti, senyum paksa terukir di wajahnya.
"Lasmi ni! Sayang! Kebetulan sekali kita bertemu di sini," sapa Hartawan, mengabaikan kehadiran Kinanti dan Prabu.
Lasmini menoleh, ekspresi di wajahnya berubah menjadi bingung yang elegan.
"Maaf, Anda siapa? Saya tidak mengenal Anda. Dan... saya bukan 'sayang' Anda," jawab Lasmini dingin, pandangannya merendahkan Hartawan, seolah ia adalah pengemis jalanan.
"Lasmi ni, ini aku, Hartawan. Suamimu," Hartawan mencoba meraih tangannya, tetapi Lasmini menariknya dengan cepat.
"Suami? Anda pasti salah orang. Saya baru kembali ke Indonesia, dan saya tidak punya suami di sini," Lasmini menatap Prabu, meminta sandiwara dimulai.
"Mas Prabu, tolong beritahu Bapak ini, siapa nama saya sebenarnya?"
Prabu berdiri, memasang wajah serius dan profesional. "Bapak Hartawan yang terhormat. Anda pasti keliru. Kenalkan, ini adalah Nona Suci Sancaka, satu-satunya pewaris keluarga Sancaka Group. Beliau adalah klien saya, dan saat ini sedang makan malam bersama Nyonya Kinanti. Kalau tidak ada urusan lain, mohon jangan mengganggu."
Bara yang berdiri di belakang Hartawan menahan napas. " Suci Sancaka? Nama itu... dan wajah itu... Bara semakin yakin, ada yang tidak beres.
Hartawan terhuyung. "Suci? Bukan Lasmini? Tapi... wajahmu sama persis dengan istriku!"
Lasmini menyeringai tipis, tetapi segera menyembunyikannya. "Saya tidak tahu siapa istri Anda. Tapi tolong jangan samakan saya dengan wanita yang tidak berkelas. Saya punya urusan penting. Silakan pergi."
Kinanti, yang bingung dengan situasi itu, memandang Hartawan dengan tatapan kecewa dan bingung.
"Mas Hartawan, kenapa kamu ada di sini? Dan kenapa kamu bersikap seperti itu?"
Hartawan tidak mempedulikan Kinanti. Matanya tertuju pada kilau berlian dan kemewahan yang melekat pada Lasmini.
"Suci... Anda sangat cantik. Boleh kita bicara sebentar? Saya seorang pengusaha, dan sepertinya kita bisa bekerja sama."
"Tentu saja tidak. Saya tidak berbisnis dengan pria asing yang kasar," tolak Lasmini. "Mas Prabu, ayo kita pindah. Aku tidak nyaman dengan tatapan orang-orang ini."
Prabu mengangguk dan segera membantu Suci berdiri. Mereka meninggalkan Hartawan dan Bara yang terpaku di tempat.
Hartawan menatap punggung Suci dengan penyesalan yang membakar. Ia harus mendapatkan wanita itu. Kekayaan itu harus menjadi miliknya.
Bara, di sisi lain, menatap punggung Suci dengan ketakutan yang mencekik.
"Itu... bukan Suci, Wan. Itu arwah Lasmini yang kembali. Kita harus berhati-hati," bisik Bara, suaranya bergetar.
"Omong kosong! Arwah tidak memakai perhiasan mahal, Bara. Itu adalah peluang emas! Aku harus bisa memenangkan hati wanita itu. Hartawan harus bisa memiliki Suci Sancaka!"
"Hati-hati Wan, aku takut dia adalah jelmaan dari Lasmini yang menuntut balas dendam dengan menggunakan tubuh wanita cantik itu!" Bara mencoba memperingatkan, namum sepertinya Hartawan tak menghiraukannya, ia sangat berambisi dengan wanita kaya.
Bersambung...
aku GK berani bc tp. cuma intip sinopsis.. keliatan serem banget