NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

" cari pacar"

" Emm kalau gitu pas di kampus cari pacar lah kan gue belum punya pacar ",

"Aduh", ringis Kirana pelan dia lupa kalau dia sudah punya suami

Suasana ruang kerja yang tadinya hangat seketika membeku. Tangan Bastian yang tadinya menggenggam jemari Kirana dengan lembut, tiba-tiba mengencang selama satu detik sebelum akhirnya terlepas.

Bastian perlahan melepas kacamatanya, meletakkannya di atas meja dengan bunyi tuk yang pelan namun terdengar mengancam di telinga Kirana. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi kebesaran itu, menatap Kirana dengan mata yang menyipit tajam—mode singanya baru saja aktif.

"Coba ulangi lagi, Kirana? Kamu mau cari apa di kampus nanti?" tanya Bastian dengan suara rendah yang berat, tipe suara yang biasanya membuat para direktur di kantornya gemetar.

Kirana menelan ludah susah payah. Ia merutuki mulutnya yang lebih cepat bertindak daripada otaknya. Aduh, Kirana! Mulut lo minta disekolahin banget ya! batinnya menjerit.

"E-eh... itu, Mas... maksud saya... maksud saya cari... pacar... eh, bukan! Maksud saya cari 'Pakar'! Iya, Pakar Bisnis! Buat diskusi tugas!" Kirana mencoba nyengir kuda, meski keringat dingin mulai membasahi daster sutranya. "Tadi itu saya cuma... slip lidah. Biasa, lidah kalau keseringan makan sambal ya begini, suka kepeleset."

Bastian tidak bergeming. Ia memajukan tubuhnya, mengikis jarak hingga Kirana bisa mencium aroma parfum kayu cendana yang maskulin dari tubuh suaminya.

"Pacar, ya?" Bastian menaikkan sebelah alisnya. "Kamu pikir saya membiayai kuliah kamu supaya kamu bisa tebar pesona di kantin kampus? Kamu lupa status kamu di kartu keluarga saya?"

"Ya nggak lupa, Mas Kelinci Galak... tapi kan tadi itu cuma bercanda," cicit Kirana sambil mencoba memundurkan kursinya pelan-pelan.

Bastian tiba-tiba mengulurkan tangan, bukan untuk marah, melainkan untuk menarik kursi Kirana agar kembali mendekat padanya. Ia mengurung Kirana dengan kedua lengannya di sandaran kursi.

"Dengarkan baik-baik, Nyonya Rajendra," bisik Bastian tepat di samping telinganya, membuat bulu kuduk Kirana meremang. "Satu langkah kamu genit di kampus, saya pastikan universitas itu saya beli dan saya jadikan pabrik bakso. Dan kamu? Saya kurung di kamar ini hanya untuk melayani saya. Paham?"

Kirana mengerjapkan mata. Alih-alih takut, otaknya yang agak gesrek malah membayangkan pabrik bakso raksasa. "Wah, kalau jadi pabrik bakso beneran, saya jadi manajernya ya, Mas?"

Bastian mendengus, antara kesal dan ingin tertawa melihat kepolosan (atau ketidaktahuan) istrinya. Ia menyentil dahi Kirana pelan. "Masih sempat-sempatnya mikir bisnis bakso. Intinya, tidak ada pacar-pacaran. Belajar yang benar, atau tutor yang saya kirim nanti adalah saya sendiri. Dan saya sangat galak kalau mengajar di tempat tidur."

Pipi Kirana langsung berubah merah padam seperti kepiting rebus. Ia segera menutup wajahnya dengan brosur universitas. "Iya, iya! Nggak ada pacar! Mas Bastian mah sensitif banget kayak tespek! Udah ah, saya mau fokus pilih kampus!"

Bastian kembali tersenyum tipis, kepuasan terpancar dari wajahnya. Ia kembali meraih tangan Kirana, mengaitkan jemari mereka di bawah meja sambil kembali membuka laptopnya. "Bagus. Sekarang pilih, atau saya beneran akan mendaftarkan kamu di jurusan 'Ilmu Menghadapi Suami Otoriter' yang dosennya adalah saya sendiri."

Kirana mendumal pelan, "Dasar singa posesif," tapi dalam hati, ada rasa hangat yang menjalar. Ia tahu, kecemburuan Bastian adalah caranya mengatakan bahwa ia tidak ingin kehilangan "asisten debat"-nya yang paling berisik itu.

Kirana akhirnya menjatuhkan pilihan pada sebuah universitas swasta ternama dengan gedung pencakar langit yang megah. "Yang ini aja deh, Mas. Jurusan Manajemen Bisnis-nya kayaknya keren. Terus tadi aku lihat di brosur, kantinnya ada kedai bakso urat juga," ucap Kirana sambil menunjuk salah satu brosur dengan semangat.

Bastian melihat ke arah yang ditunjuk Kirana, lalu sebuah senyum tipis yang penuh arti terukir di wajahnya. Senyum yang membuat Kirana mendadak curiga.

"Pilihan yang cerdas, Kirana," gumam Bastian singkat.

"Tumben Mas langsung setuju? Nggak pakai debat dulu?" Kirana menyipitkan mata, menatap suaminya penuh selidik.

Bastian kembali memperbaiki letak kacamatanya, jemarinya lincah mengetik sesuatu di laptop. "Tentu saja saya setuju. Universitas itu hanya berjarak dua blok dari kantor pusat Rajendra Group. Dengan begitu, saya bisa mengawasi kamu setiap jam makan siang."

Mata Kirana membelalak. "Hah? Jadi Mas setuju karena mau jadi satpam saya?"

"Bukan satpam, Kirana. Tapi memastikan investasi saya—yaitu kamu—belajar dengan benar tanpa diganggu oleh 'pacar' fiktif yang tadi kamu sebutkan," sahut Bastian tanpa dosa. "Malah kalau perlu, kamu akan saya jemput setiap hari setelah jam kantor selesai. Tidak ada alasan untuk mampir ke tempat lain tanpa izin saya."

Kirana menghela napas panjang, menjatuhkan kepalanya ke meja kayu jati itu dengan bunyi duk yang pelan. "Ya salam... ini mah namanya bukan kuliah merdeka, tapi kuliah dalam pengawasan ketat. Saya kayak tahanan elit yang dikasih uang saku."

"Tahanan elit yang sangat saya sayangi, maksudmu?" Bastian menutup laptopnya, lalu bangkit berdiri. Ia menarik tangan Kirana agar ikut berdiri bersamanya. "Sudah larut. Simpan brosurnya, besok asisten saya akan mengurus pendaftarannya."

Saat mereka berjalan menuju kamar, Kirana masih mencoba menawar. "Mas, tapi nanti kalau saya di kampus, jangan kirim ajudan pakai jas hitam ya? Malu, nanti dikira saya anak buronan."

Bastian menghentikan langkahnya di depan pintu kamar, menunduk sedikit untuk menyejajarkan wajahnya dengan Kirana. "Tergantung kelakuanmu, Sayang. Kalau kamu nakal, saya sendiri yang akan datang ke kelasmu dan memperkenalkan diri sebagai suamimu di depan dosen."

Kirana menelan ludah. "Oke, fiks. Mode Singa posesifnya permanen."

Meskipun mulutnya terus mengomel, Kirana tak bisa menyembunyikan rona merah di pipinya saat Bastian merangkul pundaknya masuk ke dalam kamar. Ternyata, memiliki seseorang yang begitu protektif dan peduli pada masa depannya rasanya tidak seburuk yang ia bayangkan—selama ia tidak benar-benar dijadikan manajer pabrik bakso.

Baru saja Bastian hendak merebahkan tubuhnya di samping Kirana, ponsel di saku celananya bergetar hebat. Ia merogoh benda pipih itu dan melihat layar yang menampilkan panggilan video dari "Mama".

Bastian menggeser tombol hijau, dan seketika wajah ceria Freya muncul memenuhi layar, tampak sedang bersandar di pundak neneknya.

"Papa!" seru Freya dengan suara cemprengnya yang khas.

"Halo, jagoan. Belum tidur? Di sana sudah malam, kan?" Bastian melunakkan suaranya, membuat Kirana yang tadinya sibuk membetulkan letak selimut reflex ikut mendekat ke arah layar.

Namun, belum sempat Bastian bertanya lebih lanjut, Freya tiba-tiba menatap tajam ke arah kamera ponsel dengan ekspresi yang sangat serius—ekspresi yang persis sekali dengan Bastian kalau sedang mengintimidasi karyawannya.

"Papa! Papa jangan gigit Kakak Kirana ya!" ucap Freya tiba-tiba dengan nada memerintah.

Bastian tersedak salivanya sendiri, sementara Kirana langsung meledak dalam tawa hingga tubuhnya terguncang. "Tuh, Mas! Anak kecil aja tahu kalau Mas itu hobi 'menggigit' alias galak banget kayak singa!"

"Freya, bicara apa kamu? Papa tidak menggigit siapa-siapa," jawab Bastian berusaha menjaga wibawa, meski telinganya mulai memerah karena malu di depan istrinya.

Freya tidak memedulikan pembelaan ayahnya. Ia beralih menatap Kirana dengan mata berbinar-binar. "Kakak! Kak aku kangen... pengen cepet-cepet pulang ke rumah. Di sini nggak ada Kakak Kirana yang kalau diajak main seru."

"Kakak juga kangen Freya. Nanti kalau pulang, kita main sepuasnya ya?" sahut Kirana lembut sambil melambaikan tangan ke kamera.

"Iya! Tapi nanti aku pengen dianter PAUD lagi cama Kakak," ucap Freya dengan nada gemas yang dibuat-buat, membuat siapa pun yang mendengarnya pasti luluh. "Papa jangan melarang ya! Pokoknya Kakak Kirana yang harus antar Freya!"

Bastian menghela napas panjang, menatap Kirana yang kini sedang memeletkan lidah ke arahnya, merasa menang karena mendapat dukungan dari anak tiri kesayangannya.

"Iya, nanti Kakak Kirana yang antar. Tapi ada syaratnya," Bastian menimpali, membuat Freya dan Kirana menoleh serentak. "Kakak Kirana harus diantar Papa dulu ke kampusnya, baru setelah itu dia boleh mengantar kamu. Bagaimana?"

Freya tampak berpikir sejenak lalu mengangguk setuju. "Oke! Deal, Papa Singa!"

Setelah panggilan terputus, Kirana langsung tertawa puas. "Dengar kan, Mas? Freya aja takut kakaknya ini digigit sama Mas. Lagian Mas sih, mukanya kalau lagi serius serem banget."

Bastian meletakkan ponselnya, lalu mencondongkan tubuh ke arah Kirana, membuat tawa wanita itu seketika terhenti. "Saya memang tidak menggigit, Kirana. Tapi kalau kamu terus-terusan meledek saya, saya bisa memberikan 'hukuman' yang lebih dari sekadar gigitan."

Kirana menelan ludah, segera menarik selimutnya sampai menutup hidung. "Eh, ada nyamuk! Aduh, saya tiba-tiba ngantuk banget, Mas! Selamat malam!"

Bastian hanya terkekeh pelan melihat tingkah istrinya yang selalu punya cara untuk menghindar. Ia ikut berbaring, mematikan lampu kamar, dan dalam kegelapan ia menyadari bahwa meski rumah akan terasa sepi tanpa pelayan, kehadiran Kirana sudah lebih dari cukup untuk membuat dunianya terasa penuh.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!