Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Sepuluh tahun kemudian.
Tahun demi tahun berlalu dengan cepatnya, lihat saja, anak perempuan yang dulunya hidup penuh luka dan kekecewaan, sekarang sudah menjelma menjadi gadis yang cantik tegas dan keras, itulah pribadi dari seorang Ara.
Di usianya yang ke 18 tahun ini ia hidup dengan penuh kesederhanaan, dan tentunya, ketegasan, tegas dalam kehidupannya pribadi maupun keluarganya yang tinggal adik dan ibunya.
Udara pagi di toko bunga milik Sena selalu beraroma segar perpaduan mawar dan melati yang baru tiba dari pemasok, dari mencoba membuat bunga hias dari kawat bulu kini Sena mulai bisa mempunyai toko bunga hidup, karena memang bunga hias hanya musiman saja tidak seperti bunga hidup yang selalu dibutuhkan setiap hari.
Di balik meja kasir, Ara sibuk merapikan rangkaian bunga pesanan pelanggan tetap. Tangannya cekatan, namun matanya menyimpan tatapan kosong yang sesekali mengeras, seperti menyimpan sesuatu yang belum selesai.
“Ra, jangan lupa kirim bunga ke rumah sakit siang ini, ya. Dokter Rafli pesan untuk ruang pasien anak-anak,” suara Sena terdengar lembut dari balik tirai ruang belakang.
Ara menoleh sekilas, menatap ibunya yang kini tampak lebih dewasa dan anggun dengan rambut yang mulai disaput warna perak di ujungnya.
“Iya, Ma. Aku kirim setelah makan siang.”
Sena tersenyum kecil, lalu kembali menata buket mawar pesanan lain. Hubungan mereka tenang, hangat, tapi di balik itu ada ruang sunyi yang jarang disentuh ruang tentang seorang pria bernama Dirga, yang tak pernah Ara temui tapi selalu ia benci karena luka yang di torehkan oleh sang ayah.
☘️☘️☘️☘️
Matahari mulai naik keatas, gadis cantik itu menyetir skuter matic nya dengan kecepatan cukup tinggi, agar cepat sampai di rumah sakit seorang pria yang selama ini di kenal sang adik sebagai papanya itu.
Motor pun mulai berhenti di area parkir, segera Ara turun dan mengambil beberapa buket yang sudah di masukkan ke kantong yang cukup besar, dengan terburu-buru gadis itu mulai menyusuri lorong rumah sakit untuk memasuki ruangan dokter Rafli.
Sesampainya di ruangan Rafli Ara mengetuknya dengan pelan, di situ nampak asisten Rafli yang sedang sibuk mencatat. "Mas Ega Om dokternya ada?" tanya Ara.
"Masih memeriksa pasien di berbagai kamar Arah," sahut Ega.
"Ya sudah kalau gitu titip buket ini ya," ujar Ara.
"Ok Ara," sahut Ega dengan santai.
Tidak lama kemudian sebelum Ara berputar badan tiba-tiba Rafli sudah ada di belakangnya.
"Waduh Om dokter ini ngagetin saja," ungkap Ara.
"Siapa yang ngagetin Nak, orang Om baru datang Kok," sahut Rafli.
"Om, bunganya udah aku taruh di meja sana, ya sudah kalau gitu aku pamit dulu," ijin Ara.
Rafli hanya tersenyum menatap beberapa buket itu, namun suaranya tiba-tiba menghentikan langkah gadis itu. "Ra, besok ulang tahun adikmu, jangan lupa datang tepat waktu," ujar Rafli.
"Wah kelihatannya ulang tahun Arkana kali ini special deh," sahut Ara setengah ngeledek.
Sementara pria itu hanya menatap dengan sorot mata yang berbinar entah apa yang akan ia lakukan besok malam.
"Apa sih Ra, hanya perayaan ulang tahun seperti pada tahun-tahun yang lalu," ungkap Rafli.
Ara pun mulai mendekat menatap wajah pria dihadapannya itu layaknya seorang pria yang ia percaya menjaga sang ibu dan juga adiknya. "BTW makasih banyak ya, selama sepuluh tahun ini Om menggantikan peran ayah yang cukup baik untuk adikku, dan semoga saja di usianya yang ke sepuluh tahun ini, hati ibukku luluh," kata Ara sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan ruangan Rafli.
Rafli hanya bisa menatap punggung gadis yang selama ini sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu hanya saja ia masih harus berjuang untuk mendapatkan hati ibunya yang selama ini masih sulit untuk membuka hatinya.
"Sena, kali ini aku tidak akan mundur," ucap Rafli dengan penuh tekad.
☘️☘️☘️☘️☘️
Usai mengantarkan pesanan bunga ke rumah sakit, Ara memutuskan singgah ke restoran di pusat kota. Restoran itu ramai, aroma pasta dan kopi berpadu dengan suara tawa keluarga yang makan siang.
Dalam hati ia merasa iri berdiri di tengah suara anak-anak yang begitu lepas tertawa diantara kedua orang tuanya.
"Ah, kenapa aku ingat dengan Arkana," ucapnya sambil meneteskan air mata. "Dia anak yang kuat tumbuh dengan baik meskipun ayah kandungnya tidak pernah tahu dengan kehadirannya di dunia," gumamnya sendiri sambil mengambil langkah untuk menuju ke meja pengunjung.,
Namun langkahnya terhenti tiba-tiba.
Pandangan Ara membeku di antara kerumunan itu. Di meja dekat jendela, seorang pria berpenampilan rapi sedang menyuapi anak kecil laki-laki yang tertawa riang di pangkuannya. Di samping pria itu duduk seorang wanita elegan, tak lain Ika wanita yang dulu menjadi penyebab runtuhnya rumah tangga ibunya.
Dirga.Ayahnya. Pria yang dulu ia panggil Papa, sebelum suara itu terasa menjijikkan di lidahnya. Ara terdiam, tubuhnya kaku.
Kilasan masa kecil menyeruak, dimana waktu itu ia menyaksikan sendiri kejadian di restauran, dimana pria itu lebih memilih wanita di sampingnya dari pada ia dan ibunya.
"Kau masih bisa tertawa Dirga tanpa tahu bagaimana kita bertiga berjuang melawan kerasnya hidup," ucapnya mencelos penuh dengan rasa dendam.
Seketika Ara di kagetkan oleh seseorang karena memang dirinya berdiri di tengah-tengah kerumunan, dan pada saat yang bersamaan pula Dirga melihat ke arah anaknya itu.
"Ara ...." Dirga pun mencoba untuk beranjak menghampiri anaknya.
"Ara," panggil Dirga.
Ara pun melihat namun tatapannya seolah tidak mengenakkan.
"Ara, kau Ara kan," kata Dirga mengulangnya lagi.
"Ternyata kau masih ingat, tapi sayang, aku bukan anakmu lagi, jadi stop jangan panggil-panggil aku lagi," sahut Ara dengan sinis.
"Nak ... aku ini ayahmu."
Dengan cepat Ara langsung memotongnya. "Anak, maksudnya anak yang tidak kau harapkan gitu. Tuan Dirga Anda jangan menolak lupa ya, aku masih ingat kalau anda lebih memilih wanita itu dari pada aku anak perempuan yang tidak pernah kau inginkan."
Deg!!
Hati Dirga bagaikan tersayat, sembilu, ia tidak pernah menyangka jika ucapannya sepuluh tahun yang lalu benar-benar membekas di hati anaknya.
"Nak, tidak seperti itu semuanya bisa Papa jelaskan," ujar Dirga.
Sudah tidak ada yang perlu di jelaskan, dan untuk sekarang pergi dari hadapanku, karena aku jijik melihat pria semacam anda," desis Ara tepat di sisi telinga kiri ayahnya.
"Nak siapa yang sudah mengajarimu seperti ini," desak Dirga seolah anaknya ini mendapatkan didikan yang kurang baik dari ibunya.
Ara tambah tersenyum sinis. "Anda jangan sok menyalahkan orang lain, padahal pelakunya anda sendiri dan wanita murahan itu!" teriak Ara sambil menunjuk ke arah Ika.
"Ra, tolong jangan berteriak di tempat umum seperti ini," tegur Dirga.
"Kenapa memang malu, takut ya nama baik anda tercoreng, yang sudah menelantarkan anak kandungnya sendiri demi wanita murahan itu!" tunjuk Ara kembali.
Suasana restoran mendadak hening, semua mata kini tertuju pada mereka. Dirga hanya bisa terdiam, wajahnya memucat, sementara Ika menunduk menahan malu. Di tengah tatapan itu, Ara berdiri tegak dengan mata berkilat, air matanya jatuh tanpa ia sadari — bukan karena sedih, tapi karena luka yang selama ini ia pendam akhirnya menemukan suara.
Tanpa menoleh lagi, Ara melangkah pergi meninggalkan mereka berdua di tengah tatapan pengunjung yang membeku. Setiap langkahnya terasa berat, tapi juga melegakan. Dalam hatinya ia berbisik lirih, “Kalau dulu Papa bisa memilih meninggalkan aku tanpa rasa bersalah, maka hari ini, biar aku yang memilih untuk tidak mengenal Papa lagi.”
Bersambung ....
Jangan lupa like dan komen.
janji "aja tuh