Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Nur
Nur menatap cermin, dia melihat fisiknya yang tak lagi sama seperti dulu. Berat badannya turun drastis, membuatnya nampak begitu kurus. Apalagi akhir-akhir ini dia kerap mimisan dan sakit kepala yang sangat menyiksa.
Bukan tak ingin berobat, Nur tahu batas kemampuan suaminya. Dia tak ingin menjadi beban untuk keluarga mereka. Untuk meredakan rasa sakit di kepalanya, Nur hanya mengkonsumsi obat sakit kepala yang dia beli di warung. Nur juga pandai menutupi kondisinya saat sedang bersama Teguh.
"Makan dulu dek.. Ini aku buatin bubur." Teguh menyentuh pundak Nur pelan. Teguh sengaja membuat bubur karena Nur sering muntah saat makan nasi.
"Mas.. Kalau nanti aku duluan yang pergi menghadap sang Khalik, jaga Ayu baik-baik ya mas.. Aku tahu mas bisa. Aku yakin mas kuat tanpa aku-" Ucapan Nur terpotong oleh pelukan Teguh.
"Jangan ngomong aneh-aneh dek.. Kita akan sama-sama membesarkan Ayu. Dia butuh kamu, aku lebih membutuhkan kamu.." Teguh mengusap rambut Nur. Berharap bisa menyalurkan energi positif pada istrinya.
Tapi, dia dikejutkan dengan banyaknya rambut yang tertinggal di telapak tangannya. Ini sudah tidak beres. Teguh merasa bodoh karena tak tahu apapun tentang kondisi Nur. Teguh yang pontang-panting bekerja berangkat subuh pulang petang hari, mengira Nur hanya sakit biasa. Tapi, makin ke sini kondisi istrinya makin membuat dia curiga kalau memang ada yang disembunyikan Nur dari dirinya. Apalagi akhir-akhir ini Nur sering bicara seakan dirinya tak bisa terus bersama dengan Teguh dan Ayu, putrinya.
Setelah menitipkan Ayu pada orang tuanya, Teguh cepat-cepat membawa Nur ke rumah sakit. Hujan turun sangat deras.. Seperti dejavu, dulu saat Ayu akan dilahirkan juga Teguh sekuat tenaga mengayuh becak menuju rumah bidan desa. Sedangkan sekarang Teguh mengantar Nur ke rumah sakit agar mendapat pengobatan yang layak.
Sesekali Teguh mengajak Nur berbincang. Tapi, perasaan Teguh makin tak karuan saat beberapa kali bicara Nur tidak menjawab atau merespon perkataannya. Teguh menepikan becaknya, memeriksa Nur yang masih duduk dengan posisi kepala menyender pada bantal yang di bawa dari rumah tadi.
"Dek.. Dek.." Teguh sedikit mengguncangkan tubuh istrinya. Mata itu mengerjap, seulas senyum menjawab panggilan Teguh.
"Ya Allah dek.. Kamu kenapa? Astaghfirullah."
Betapa terkejutnya Teguh melihat kondisi Nur. Nur mimisan dengan darah segar masih mengalir dari hidungnya. Nur tak menjawab panggilan suaminya. Dia hanya bisa sedikit menarik bibirnya membuat seulas senyum sebagai isyarat jika dia tidak apa-apa. Ingin bicara tapi tak bisa. Bibir Nur terasa kelu.
"Kuat ya dek... Kuat ya sayang, astaghfirullah ya Allah.." Berkali-kali Teguh beristighfar. Dadanya terasa sesak. Becak kembali dikayuh, Teguh ingin sesegera mungkin sampai di rumah sakit.
Begitu tiba di rumah sakit, Teguh memarkirkan asal becaknya. Dia hanya memikirkan kondisi Nur. Dengan menggendong Nur yang makin lemah, Teguh berlari ke dalam rumah sakit sambil berteriak agar istrinya segera mendapatkan pertolongan.
Beberapa suster perawat datang membawa ranjang khusus pasien menyuruh Teguh membaringkan Nur di sana. Lagi-lagi Teguh harus berada di tempat ini, hatinya sakit melihat wajah pucat Nur. Dia terus berdoa agar Nur diberikan kesehatan. Bisa kembali bersamanya dan Ayu.
Tapi, kenyataan berkata lain. Setelah melakukan berbagai pemeriksaan dan tes laboratorium, dokter mengatakan bahwa Nur terkena leukimia. Leukemia adalah kanker darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi sel darah putih abnormal. Ambruk Teguh mendengarnya.
Air mata itu jatuh melihat kondisi istrinya, dalam hati dia berucap 'Ya Allah.. Hamba mohon sembuhkan lah istri hamba, angkat penyakit yang dia derita, kembalikan senyum Nur.. Hamba tadahkan tangan ini hanya padaMu ya Rabb ya Tuhan ku...'
Masuk ke dalam ruang perawatan, Teguh langsung menggenggam tangan pucat dan kurus Nur. Nur membuka matanya perlahan, dia menemukan Teguh ada di dekatnya.
"Mas.." Panggil Nur lemah.
"Iya dek.. Aku di sini, kamu mau apa? Minum?" Tanya Teguh dengan suara bergetar.
"Kita pulang saja ya," Hampir seperti bisikan, hanya mengucapkan beberapa kata saja terasa sangat susah Nur lakukan.
"Enggak dek. Tunggu kamu sembuh dulu, baru kita pulang ya.." Mata Teguh sudah merah karena menangis dan terkena butiran hujan.
Tangan Nur bergerak mengusap pelupuk mata Teguh. Berkata tanpa suara tapi, Teguh bisa mengerti apa yang dikatakan Nur. Hal itu malah membuat Teguh terluka. Sungguh sakit melihat orang yang dicintainya menderita seperti ini. "Jangan menangis.. Aku baik-baik saja.."
Malam itu Teguh lalui tanpa tidur sedetikpun. Dia terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa, mengharap keajaiban untuk istrinya. Setelah menyelesaikan sholat tahajud nya, Teguh kembali ke berdiri di depan ruang ICU. Menatap dengan pandangan dalam penuh kesedihan ke arah pasien yang terbaring di dalam sana.
'Kenapa bukan aku saja yang ada di sana, setidaknya Nur tidak akan merasakan sakit seperti itu..'
"Nungguin siapa mas? Sodaranya?" Tanya seseorang yang ikut berdiri di samping Teguh. Teguh tak melihat ke arah orang yang menanyainya.
"Istriku.." Ucapnya lemah.
"Istrinya kenapa?" Tanya orang itu lagi.
"Sakit." Singkat saja. Mata Teguh tak menoleh sedikitpun ke arah orang yang mengajaknya bicara masih fokus pada Nur.
"Kalau sehat bukan di sini tempatnya mas, sakit apa emangnya? Parah? Kok masuk ICU?"
"Leukimia."
"Oowh sama dong kayak saya." Jawab orang itu santai. "Saya sarankan mending si mbaknya diajak pulang aja mas. Penyakit leukimia itu bukan seperti batuk pilek yang bisa sembuh satu dua hari kalau dirawat di sini. Butuh waktu panjang dan lama, menguras tenaga juga biaya. Pokoknya melelahkan.. Saya saja nyerah, sudah enggak rasain sakit lagi hihihihii."
Deg. Teguh langsung menatap ke samping, demi apapun tidak ada siapa-siapa di sana. Teguh menyisir ke seluruh lorong mencari sumber suara tadi. Suara yang mengajaknya ngobrol. Sepi. Teguh langsung beristighfar berkali-kali.
"Mas.. Ajak mbaknya pulang.."
Suara itu terdengar lagi, jauh tapi sangat jelas. Teguh mengusap mukanya kasar. Tak mau ambil pusing, Teguh kembali menatap ranjang Nur dari balik pintu di ruang ICU.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..