Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ular Dan Setan Bersatu
Keesokan harinya, Anye bergerak cepat. Surat wasiat yang ditulis oleh mendiang Papa Andhika langsung disahkan di kantor notaris milik Vano. Anye juga sudah menceritakan masalah yang menimpa suaminya secara detail.
"Untuk sementara, tolong kamu simpan. Hanya di tempat inilah yang paling aman dari incaran mereka. Kamu tidak keberatan kan, Vano?"
"Untuk apa bertanya, kita ini sahabat yang sudah seperti keluarga."
"Apa ada cara untuk mematahkan surat wasiat yang mereka miliki. Memang benar Papa yang menulisnya, tapi ditulis dalam keadaan tertekan. Dan setelahnya Papa meninggal dunia. Kejadian ini sudah bertahun-tahun, apa bisa kita angkat kembali?" Tanya Anye merasa kurang puas.
"Bisa kalau ada saksi ataupun bukti yang kuat." Jawab Vano.
"Tolong carikan aku detektif yang bisa bekerja dengan sangat cepat. Aku akan bayar mahal dia, kalau perlu sewa 3 orang."
"Bukan masalah bayarannya, Anye. Tapi...? Baiklah akan aku usahakan mencari."
"Ngomong-ngomong di mana Mas Ray, kenapa dia tidak ikut?"
"Mas Ray sedang menjaga Gavin, dia masih butuh sosok pelindung. Sore ini, rencananya Gavin diperbolehkan pulang. Makanya, biar Mas Ray jaga sampai aku jemput mereka. Oh ya... Aku ingin sewa bodyguard, satu perempuan untukku dan satu laki-laki untuk Gavin. Mas Ray, tidak mungkin menjagaku full time, sedangkan aku hamil."
"Aku tidak mungkin bisa bertarung dalam keadaan perut besar seperti ini. Kalaupun terpaksa, akan aku lakukan tapi aku tidak ingin membahayakan nyawa bayi dalam kandunganku."
"Kamu benar, baiklah akan aku carikan sesegera mungkin. Sekarang pulanglah lebih dulu, hati-hati di jalan. Jika ada yang mencurigakan langsung hubungi suamimu atau aku."
Siang itu, Vano bekerja keras demi membantu sedikit masalah sahabatnya. Keabsahan surat wasiat milik Arrayan sudah dia selesaikan sesuai janji. Dan dua bodyguard juga sudah tersedia, sekarang sedang meluncur menuju ke Rumah Sakit menemui Anye. Sedangkan detektif yang diminta Anye, Vano pun sudah mendapatkannya ditambah dengan tim IT yang handal.
Karena kejadian itu sudah terlalu lama, maka waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan juga lebih lama. 25 tahun yang lalu, bukan waktu yang sebentar. Banyak sekali perubahan yang terjadi baik dari rumah, jalanan dan juga lingkungannya. Tapi berkat teknologi yang canggih, dan uang yang berkuasa penuh. Alat canggih pun Anye datangkan.
Sore ini, Gavin sudah diperbolehkan pulang. Anye membawanya ke rumahnya. Rumah mewah bak istana raja.
"Mbak Anye, ini rumah siapa?" Tanya Gavin terpesona melihat kemegahan bangunan yang tidak pernah terbayangkan.
"Rumah kita, lebih tepatnya rumah mendiang kedua orang tua kita. Kenapa kamu menatap seperti itu?" Tanya Anye heran melihat Gavin.
"Heii... Gavin... Dek... Kamu kenapa?" Bahkan Anye menepuk-nepuk kedua pipi adiknya, karena Gavin masih diam terpaku dengan pandangan kosong.
"Jadi, aku anak orang kaya? Aku tak perlu bekerja keras hanya untuk bisa lanjut sekolah?" Mata Gavin berkaca-kaca membuat Anye seketika memeluk dan menangis.
"Benar kamu adikku, putra Galenka."
"Kakak, aku ingin lanjut sekolah, aku ingin les dan latihan. Setelah lulus aku mau kuliah juga. Apa boleh?" Tanya Gavin.
"Tentu saja boleh, apapun untuk adik Mbak Anye boleh semua. Asal itu hal baik untukmu."
"Terima kasih, kalau begitu ayo masuk. Aku tidak sabar ingin melihat di mana kamarku berada."
"Bukan di gudang belakang kan Mbak? Atau kamar sempit dekat dapur?" Tanya Gavin sekali lagi.
"Tentu saja bukan, kamar kamu ada di samping kamar milik Mbak di lantai dua. Mbak sudah meminta orang untuk sedikit merenovasi, semoga kamu suka." Ucap Anye kemudian membimbing adiknya masuk. Sedangkan Arrayan dan bodyguard mengikuti.
Setelah memastikan Gavin masuk kamar, sekarang Anye dan Arrayan kembali turun untuk membahas rencana mereka.
"Bagaimana Bee, kita mulai sekarang?"
"Iya, tapi tunggu mereka datang. Karena aku tidak tahu harus mulai mencarinya dari mana. Semua gelap, karena saat kematian Mama umurku masih 10 tahun. Dan Renata memanfaatkan ketidak berdayaan ku."
Sementara di sebuah apartemen, Gina sudah terbangun dengan tubuh yang masih terasa sakit pasca keguguran.
"Sebenarnya, siapa yang sudah membebaskanku dari jerat hukum. Tapi, kenapa juga harus terburu-buru dibawa pulang. Sedangkan aku belum sembuh."
Saat Gina sedang berguman, seseorang membuka pintu dengan sangat kasar.
"Aku menolongmu bukan untuk bersantai."
"Siapa kamu? Kenapa menolongku tapi juga membuatku semakin merasa sakit. Aku belum sembuh, tapi kalian bawa paksa aku pulang dari Rumah Sakit." Ucap Gina sengit.
"Berani juga nyalimu, tidak salah aku akan menjadikanmu sebuah pion. Arrayan, dia mantan suamimu bukan? Aku ingin kamu melakukan satu hal untuk membalas semua kebaikanku."
"Arrayan?" Gigi Gina bergemeletuk saat menyebut satu nama yang telah menipunya dan membuat dia keguguran.
"Ada hubungan apa kamu dengannya, tapi itu tidak penting sekarang. Intinya, aku akan membalas semua pengkhianatan Arrayan tanpa kamu suruh. Tapi tunggu aku pulih dulu."
"Bagus, tapi aku hanya memberimu waktu 3 hari untuk membunuhnya."
"Membunuh? Apa kamu gila, aku tidak mau dipenjara lagi karenanya. Tapi aku akan menghancurkan kebahagiaannya dengan menyakiti orang yang disayanginya."
"Tapi, aku sedang tidak menerima penawaran. Bukankah kamu keguguran akibat perbuatan Arrayan? Jadi nyawa dibayar nyawa, itu akan lebih setimpal."
"Tapi, langsung membunuh Arrayan membuat permainan ini tidak lagi menarik."
"Anyelir, dia mantan istri adikku. Yang saat ini menjadi istri Arrayan. Kemungkinan sudah lama mereka berselingkuh di belakangku. Anyelir juga sedang hamil besar, tapi aku jadi ragu itu benih siapa? Bisa jadi saat kami tinggal serumah, Arrayan yang sudah menghamilinya. Aku akan membunuh Arrayan dengan cara menyakiti Anye dan kandungannya."
"Anyelir? Siapa dia? Tapi, Baiklah kamu boleh menjalankan rencanamu untuk membuat Arrayan bertekuk lutut padaku. Waktumu hanya 3 hari saja. Jika gagal, maka aku yang akan membunuhmu." Ucap Arthur tegas.
"Kamu tenang saja, karena ku pasti akan berhasil membunuh Anye. Sebab aku mengetahui kelemahan Anyelir." Ucap Gina sambil menyeringai menyeramkan.
Kembali ke Rumah Sakit, Nyonya Renata sedang berbicara serius dengan Mama Ambar yang baru terbangun.
"Maaf karena putraku sudah menabrakmu, tapi dia sudah bertanggung jawab dengan membamu ke Rumah Sakit. Tapi semua itu tidak gratis. Ada harga yang harus kamu bayar, tenang kami tidak meminta imbalan dalam bentuk lembaran kertas."
"Arrayan, bukankah dia mantan menantumu?" Ucap Nyonya Renata ingin tahu reaksi wanita tua di depannya.
"Pria gembel itu, untuk apa aku harus berurusan dengannya lagi." Ucap Mama Ambar enggan meneruskan.
"Gembel? Hei dia itu pewaris, tapi aku ingin dia mati. Dia penghalang kebahagiaan untuk anak-anakku." Ucap Nyonya Renata sengit.
"Pewaris? Jadi dia hanya berpura-pura miskin." Syok Mama Ambar.
Bagaimana tidak syok, ternyata dua memantunya yang dibuang anak-anaknya adalah seorang pewaris kekayaan keluarganya.
"Apa kamu mau membantuku menyingkirkannya? Dengan begitu, seluruh kekayaan milik almarhum suamiku akan jatuh padaku. Dan kamu akan aku bagi sepuluh persennya." Ucap Nyonya Renata.
"Bagaimana caranya? Aku tidak punya apa-apa untuk dijadikan modal." Ucap Mama Ambar ingin memanfaatkan.
"Kamu tenang saja, karena semua biaya pengeluaranmu akan aku atur. Kamu tidak sendiri, ada Gina anakmu yang akan membantu menjalankan rencana ini. Hanya 3 hari, waktu yang aku berikan padamu." Ucap Nyonya Renata tersenyum miring.
Sementara itu di tempat yang sedikit jauh dari kota Jakarta, seorang pria muda sedang menatap kosong ke arah luar jendela.
"Kabar apa yang kamu bawa?" Tanyanya pada satu orang kepercayaannya.
"Ibu Anda dan Kakak Anda sedang memanfaatkan dua orang dari masa lalu Tuan Arrayan untuk membunuh dalam waktu 3 hari."
"Sebenarnya apa yang Ibu cari, bukankah semua sudah dia rampas. Tapi masih saja tidak merasa puas, aku malu Tommy." Ucapnya.
"Tuan Arrayan sedang mencari surat wasiat mendiang Nyonya Arimbi yang sampai saat ini Anda sembunyikan. Saran saya, berikan saja padanya, itu memang hak Tuan Arrayan. Ibu Anda tidak punya hak."
"Tapi, apa nanti Kak Arrayan akan memusuhiku karena telah bertahun-tahun menyembunyikan apa yang dia cari selama ini." Ucapnya lagi.
"Jika Anda mau berterus terang alasan menyembunyikannya, saya rasa Tuan Arrayan justru akan berterima kasih. Dia bahkan tidak tahu jika Anda masih hidup sejak kejadian itu." Ucap pria bernama Tommy.
rayy ko bisa kamu nularin bucin oon mu sih