NovelToon NovelToon
Benih Pengikat Kaisar

Benih Pengikat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / CEO / Cinta setelah menikah / One Night Stand / Percintaan Konglomerat
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Puji170

Satu tahun menikah, tapi Sekar (Eka) tak pernah disentuh suaminya, Adit. Hingga suatu malam, sebuah pesan mengundangnya ke hotel—dan di sanalah hidupnya berubah. Ia terjebak dalam permainan kejam Adit, tetapi justru terjatuh ke pelukan pria lain—Kaisar Harjuno, CEO dingin yang mengira dirinya hanya wanita bayaran.

Saat kebenaran terungkap, Eka tak tinggal diam. Dendamnya membara, dan ia tahu satu cara untuk membalas, menikahi lelaki yang bahkan tak percaya pada pernikahan.

"Benihmu sudah tertanam di rahamiku. Jadi kamu hanya punya dua pilihan—terima atau hadapi akibatnya."

Antara kebencian dan ketertarikan, siapa yang akhirnya akan menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Eka masih penasaran dengan status pernikahannya dengan Adit. Ia memilih mengabaikan pikirannya tadi, tetapi tetap waspada. Untuk saat ini, yang ia inginkan hanyalah satu, jawaban dari mulut Adit.

Di menit berikutnya, Nadin datang dengan satu nampan berisikan gelas jus dan meletakkannya di hadapan Eka dan Adit. Yuni dan Rina saling bertukar pandang, jelas bingung dengan maksud di balik sikap Adit dan Nadin. Yuni hendak bertanya, tetapi Nadin hanya memberi isyarat dengan tatapan tajam—menyuruhnya diam.

"Minum dulu," ucap Adit, suaranya terdengar terlalu tenang.

Eka menatap gelas itu tanpa berniat menyentuhnya. "Tidak perlu berbasa-basi. Katakan saja langsung."

Adit menyandarkan tubuh ke kursi, bibirnya melengkung tipis. "Kamu curiga? Lagipula, cuaca sedang panas. Kalau kamu takut, aku saja yang minum dulu."

Tanpa menunggu jawaban, ia meraih gelas di depan Eka dan meneguk isinya hingga tandas. "Lihat? Tidak ada yang terjadi padaku."

Eka mengamati gerak-geriknya. Ia menimbang, lalu akhirnya meraih gelas milik Adit dan meneguk minuman itu tanpa curiga. Bukan karena haus, tapi karena ia ingin segera mengakhiri semua ini.

"Sekarang jawab aku." Suaranya tegas, tanpa basa-basi. "Dulu kita menikah sah secara agama dan hukum, atau hanya agama saja?"

Mata Adit menyipit, senyumnya mengembang samar. "Kenapa buru-buru? Apa kamu ingin secepatnya pergi dari rumah ini?"

Eka mengepalkan tangan di pangkuannya. "Adit! Kamu sendiri yang bilang agar aku tidak mengganggumu. Aku hanya ingin tahu kebenarannya dan pergi dari sini agar kamu puas."

Namun, di dalam hati Eka, ia bersumpah akan membalas semua luka yang Adit berikan—sepuluh kali lipat lebih sakit.

Nadin menyilangkan tangan di dada, bibirnya tersenyum miring. "Tenang dulu, Ka. Kita kan masih ingin bicara. Aku juga nggak masalah kalau kamu ada di sini dan ngobrol sama Mas Adit. Bagaimanapun, kamu mantan istrinya, kan?" Nadanya terdengar manis, tapi sindiran di dalamnya begitu tajam.

"Kak Nadin memang terbaik. Lebih pengertian dan cocok sama Kak Adit," Rina menimpali, seolah ingin memperkeruh suasana.

Eka mengedarkan pandangan ke wajah-wajah mereka. Lalu, ia tersenyum—bukan senyum bahagia, melainkan penuh ejekan.

"Sudah kubilang, aku tidak peduli. Dan kalian cukup tunggu saja... karma akan membalas semuanya dengan tuntas."

Tawa Adit dan Nadin meledak begitu saja. Mereka tertawa lepas, seolah baru saja memenangkan permainan.

Dahi Eka berkerut. "Apa yang kalian tertawakan?"

Nadin menutup mulutnya dengan punggung tangan, senyum sinisnya tak berkurang. "Tidak apa-apa. Hanya saja, imajinasimu terlalu liar."

Eka merasakan ada yang janggal.

Adit melambaikan tangan, memberi isyarat pada Nadin untuk mendekat. "Kita tinggal tunggu saja. Terima kasih, idemu ini benar-benar luar biasa."

"Kalian sedang merencanakan apa?" tanya Yuni yang sejak tadi sudah penasaran.

Adit melirik ibunya sekilas, lalu tersenyum santai. "Tenang saja, Bu. Setelah ini, kita akan punya banyak uang. Bahkan Ibu bisa menyewa dua pembantu sekaligus kalau mau."

Eka menegang. Ada sesuatu yang salah. Ia mencoba merangkai potongan-potongan percakapan itu di kepalanya, tapi pikirannya terasa berat. Denyutan tajam menyerang pelipisnya. Pandangannya mulai berputar.

Tidak...

Tangannya terulur ke pinggir sofa, berusaha mencari pegangan. Namun, kekuatannya menghilang. Pandangannya mengabur, lalu segalanya berubah gelap. Namun, sebelum ia benar-benar pingsan Eka samar-samar mendengar ucapan Adit, "Siapa juga yang mau nikah sah secara agama dan hukum sama wanita yang tidak pernah aku sukai."

Setelah memastikan Eka kehilangan kesadaran Adit, dengan ekspresi tenang, mengeluarkan ponselnya. Ia menempelkannya ke telinga dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan mengantarkan wanita ini langsung ke Hotel X."

***

Di sisi lain, Ita duduk gelisah di pinggiran ranjang, jemarinya terus mengetuk layar ponselnya, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Eka. Namun, layar itu tetap sunyi. Beberapa kali ia mencoba menelepon, tetapi yang terdengar hanya nada sambung yang tak kunjung diangkat.

Ita menggigit bibirnya, perasaan tak enak semakin menghimpit dadanya. Tatapannya kosong menembus jendela, melihat hujan rintik-rintik mulai turun, menambah suasana hatinya yang semakin kacau.

"Apa terjadi sesuatu? Kenapa Eka tidak memberi kabar? Jangan-jangan keluarga Wirawan membuat masalah lagi…?” gumamnya lirih, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Ia mengusap wajahnya dengan kasar, berusaha menepis berbagai kemungkinan buruk yang mulai berputar di kepalanya. Namun, semakin ia mencoba, bayangan Eka yang mungkin dalam bahaya justru semakin jelas.

"Tidak, aku nggak bisa terus menunggu begini. Kalau terjadi sesuatu padanya, gimana? Di kota ini, dia sendirian, nggak ada siapa pun yang bisa dimintai pertolongan…"

Dengan gelisah, Ita bangkit dari ranjang. Pikirannya berpacu cepat, mencari solusi.

"Aku harus menghubungi Rendi." Namun, keraguan segera menyusup. "Tapi tadi dia baru saja menjemputku dari rumah sakit. Kalau aku mengganggunya sekarang, Pak Kai pasti bakal marah."

Ita mengepalkan tangannya, menimbang pilihan. Namun, ketakutannya terhadap kondisi Eka jauh lebih besar daripada rasa segannya pada Kai.

"Persetan," desisnya. "Aku harus ke perusahaan tempat Rendi bekerja. Sekaligus, aku akan bicara langsung dengan Pak Kai."

Tanpa membuang waktu, Ita meraih tasnya dan bergegas keluar dari apartemen. Hujan yang semakin deras tak menghalanginya. Hanya ada satu tujuan di pikirannya—mencari Eka sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi.

Tak butuh waktu lama, kini Ita telah sampai di perusahaan KH Corps. Tanpa segan, meskipun sempat dihadang resepsionis, ia melenggang masuk menuju ruang direktur. Beberapa satpam mengejarnya, tetapi Ita tak peduli. Saat ia membuka pintu, pandangannya langsung tertuju pada Kai dan Rendi yang tengah sibuk dengan beberapa dokumen.

"Sayang, kenapa kamu datang?" tanya Rendi, jelas terkejut.

Ita hampir saja ditangkap oleh satpam, tetapi ia buru-buru bersembunyi di belakang Rendi, mengabaikan pertanyaan sang kekasih. Setelah Rendi memberi isyarat agar para satpam pergi, Ita akhirnya merasa lega dan segera mengungkapkan kekhawatirannya.

"Aku khawatir dengan Eka. Sejak pergi ke rumah keluarga Wirawan, dia sama sekali tidak memberi kabar," ucapnya dengan nada cemas.

Mendengar itu, tangan Kai yang awalnya terbuka kini mengepal kuat. Rahangnya mengeras, ekspresinya penuh kemarahan.

"Jadi dia kembali ke rumah suaminya?" tanyanya dingin.

Ita mengernyit, mendengar nada suara Kai yang lebih terfokus pada kemarahan daripada kekhawatiran.

"Kamu… apa kamu sadar kalau urusan pribadimu bisa menyebabkan kerugian ratusan juta?" lanjut Kai tajam.

Ita menatapnya dengan tajam, meskipun dalam hatinya ia merasa gentar.

"Eka benar… kamu memang lelaki bajingan," desisnya. "Eka menghilang, dan yang kamu pikirkan malah uang?"

Kai mendengus sinis. "Lalu? Aku harus ikut sibuk mencarinya? Kamu sudah tahu dia pergi ke mana. Kenapa nggak langsung cari saja ke rumah itu?"

Ita meraup wajahnya, frustrasi. Bagaimana bisa ia menjelaskan pada Kai tentang keadaan Eka yang sebenarnya? Namun, kekhawatirannya lebih mendominasi.

"Pak Kai, kamu tahu kan kenapa malam itu Eka bisa berada di kamarmu? Karena dia salah masuk! Seharusnya dia masuk ke kamar salah satu pejabat kota ini yang sudah Adit atur."

Kai menyipitkan mata, ekspresinya berubah. "Apa maksudmu?"

Ita menggeleng dengan kesal. "Sudahlah, aku nggak ada waktu untuk menjelaskan panjang lebar. Yang terpenting sekarang adalah menemukan Eka secepatnya!"

Melihat kecemasan di wajah Ita, ekspresi Kai mengeras. Tanpa ragu, ia langsung bangkit dari kursinya. "Kerahkan semua anak buah kita. Cari dia sekarang juga!"

1
Dia Fitri
/Ok/
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
Muslika Lika
Ya ampun patkaai..... imajinasi mu lho thor.... melanglang buana....
Muslika Lika: bener bener si eka eka itu ya.....😂
Hayurapuji: hahhaha, dia dipanggil anak buahnya Pak kai, nah si eka kepleset itu lidahnya jadi Patkai
total 2 replies
@Al🌈🌈
/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!