AREA DEWASA!!
Empat tahun menduda pada akhirnya Wira menikah juga dengan seorang gadis yang bernama Mawar. Gadis yang tidak sengaja Wira tabrak beberapa waktu yang lalu.
Namun, di balik pernikahan Wira dan Mawar ada seorang perempuan yang tidak terima atas pernikahan mereka. Namanya Farah, mantan karyawan dan juga teman dari almarhum istri Wira yang bernama Dania. Empat tahun menunggu Wira pada akhirnya Farah lelah lalu menyerah.
Tidak berhenti sampai di sini, kehidupan masa lalu Wira kembali terusik dengan kehadiran iparnya yang bernama Widya, adik dari almarhum Dania. Masalah yang sudah terkubur lama namun nyatanya kembali terbuka semua kebenarannya setelah kehadiran Widya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 02
"Tentang tanggung jawab, aku hanya bercanda mas. Kenapa di anggap serius?" Mawar merasa tidak enak hati.
"Aku yang salah, sudah seharusnya aku bertanggung jawab,"
"Em mas, lain kali kalau datang kesini ajak istri atau teman ya!" kata Mawar membuat Wira bingung.
"Kenapa?" tanya Wira singkat.
"Ya gak enak aja mas, nanti di pandang orang ada apa-apa lagi. Maklum lah mas, mulut orang!"
"Aku duda, jadi aku bebas ingin bertemu dan ketemu siapa pun,"ucap Wira berkata jujur.
"Oh, ya udah kalau begitu. Terimakasih sudah membawakan ku makanan, mas Wira boleh pulang. Aku baik-baik saja!" kata Mawar namun Wira malah menanggapinya berbeda.
"Kau mengusir ku?" tanya Wira lagi membuat Mawar takut.
"Eh, tidak mas. Bukan itu yang Mawar maksud. Mawar harus istirahat, tubuh Mawar rasanya remuk," jelas Mawar.
Wira tertegun, melihat keadaan kontrakan yang di tempati Mawar, Wira tidak bisa membayangkan jika tempat ini layak untuk di jadikan tempat beristirahat.
"Kenapa kau tidak mencari kontrakan yang lebih layak?" tiba-tiba Wira bertanya ke hal yang membuat hati Mawar tergores.
"Sebenarnya kami punya rumah, tapi rumah itu terpaksa aku jual." Mawar berterus terang.
"Kenapa?" Wira semakin penasaran dengan kehidupan Mawar.
"Ayah sakit, Andini juga sakit. Jadi, demi pengobatan mereka aku terpaksa menjual rumah," jawab Mawar dengan sorot mata sendu. Di bawah remang-remang lampu pijar, Wira masih bisa melihat dengan jelas jika Mawar menyimpan banyak beban dalam kehidupannya.
"Kalau boleh tahu, adik mu sakit apa?"
"Saat Andini kecil, dia terkena demam yang sangat tinggi hingga membuat semua otot dan perkembangannya melambat. Ya begitu lah, sambil kerja aku harus merawat Andini apa lagi keadaannya sekarang semakin memburuk,"
Mawar melengos, lelah rasanya bertahun-tahun berjuang melawan kehidupan. Mawar juga tidak tamat sekolah, sejak ayah meninggal Mawar harus berhenti sekolah dan menjadi tulang punggung keluarga untuk dirinya dan Andini.
"Kalau begitu, istirahat lah. Besok pagi aku kesini lagi, kau harus kembali cek up,"
Tubuh tinggi berdiri, hampir saja kepala Wira mengenai atap teras yang tidak terlalu tinggi.
"Sekali lagi terimakasih mas," ucap Mawar dengan senyum tipisnya.
Wira pulang, pria ini langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur yang sangat empuk itu. Sekali lagi, Wira tidak bisa melupakan bayangan wajah Mawar.
Mawar tidak begitu buruk, dia memiliki wajah yang sangat cantik dan natural tanpa polesan make up. Wira suka melihat wajah imut Mawar.
Tidak mengantuk, Wira membuka jendela kamarnya, membiarkan angin malam menyapa wajah kesepiannya. Mata elangnya lekat memandang langit bertabur bintang, ada kesedihan yang datang tiba-tiba menyapa Wira.
"Dania, apa kabar mu sayang? apa kau dan anak kita bahagia di atas sana? sehingga kau lupa mengajak ku!"
Wira memejamkan matanya, menyesap hangatnya kerinduan yang tak kelabu. Hati Wira mati, terkubur bersama jasad anak dan istrinya.
Dania meninggal pada saat ingin melahirkan anak pertama mereka. Andai saja malam itu Wira lebih cepat sedikit dalam mengemudi, tidak mungkin Dania pergi secepatnya ini.
Memegang gelar seorang duda muda tanpa anak, banyak wanita yang tergila-gila dan berusaha memikat hati Wira. Namun, lelaki ini tidak pernah sekalipun menanggapi wanita yang berusaha menggodanya. Empat tahun lamanya, Wira tidak pernah lagi merasakan hangatnya belaian seorang wanita, ranjangnya juga dingin, Wira belum berniat untuk mencari pengganti Dania.
Malam telah berganti pagi, Wira pergi pagi sekali bahkan melewatkan sarapan bersama sang mamah. Rumah ini sepi, Wira adalah satu-satunya anak yang di miliki Asti. Papahnya sudah meninggal delapan tahun yang lalu.
Wira mengetuk pintu, cukup lama Mawar keluar, membuat Wira merasakan gelisah di hatinya. Namun, baru akan mengetuk lagi, tiba-tiba saja pintu terbuka.
"Eh mas Wira, maaf mas. Aku harus memandikan adik ku terlebih dahulu," ucap Mawar merasa tidak enak hati karena sudah membuat Wira menunggu lama.
Wira memandang Mawar dari atas sampai kebawah. Rambutnya berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan Mawar. Pakaian yang di kenakan Mawar juga sangat sederhana, Wira paham akan itu.
"Kau menggendong adik mu dengan keadaan mu yang seperti ini?" tanya Wira sambil menujuk perban yang sudah tidak beraturan di tangan dan kaki Mawar.
"Lalu aku harus apa mas?" tanya Mawar dengan nada sedih. Matanya berkaca-kaca, merasakan perihnya luka terkena air.
"Apa kau dan adik mu sudah sarapan?" tanya pria itu kembali.
Mawar sebenarnya malu, tapi mau bagaimana lagi memang keadaannya seperti ini.
"Belum mas!" lirih Mawar.
"Aku membawakan sarapan untuk kalian. Makanlah, setelah itu mandi kita akan pergi ke rumah sakit!"
"Terimakasih mas," ucap Mawar dengan seulas senyumnya.
"Aku akan menunggu di sini," kata Wira langsung duduk di kursi plastik di samping pintu.
Beberapa orang tetangga Mawar merasa penasaran dengan Wira, namun mereka tidak pernah peduli pada orang lain. Wira juga acuh, lelaki ini tidak berniat menyapa orang-orang yang menatapnya dengan penasaran.
Setengah jam kemudian, Mawar sudah rapi dan bersiap pergi.
"Adik mu bagaimana?" tanya Wira lagi.
"Dia sudah biasa di tinggal mas," jawab Mawar membuat hati Wira tiba-tiba terasa sesak dengan keadaan kakak beradik ini.
"Oh, ya sudah. Ayo pergi,...!" ajak Wira.
Di perjalan menuju rumah sakit, Mawar hanya diam saja. Mungkin Mawar sedang merasakan nyerinya luka yang ada di tangan dan kakinya.
"Oh ya, motor mu sudah selesai di perbaiki. Nanti akan ada orang yang mengantarnya," ujar Wira membuka obrolan.
"Sebenarnya itu bukan motor ku mas, itu motor teman ku. Terimakasih sudah memperbaikinya," ucap Mawar sekali lagi membuat Wira tertegun. Apa pun yang di berikan Wira pada Mawar, perempuan ini selalu mengucapkan kata terimakasih.
"Kau kerja apa?" tanya Wira sedikit penasaran.
"Aku bekerja di cafe mas, ya lumayan lah buat makan dan bayar kontrakan," jawab Mawar.
"Oh, gak apa-apa. Yang penting halal!"
"Mas Wira sepertinya anak orang kaya dan berpendidikan tinggi deh. Aku jadi malu," Mawar memaksa senyumnya.
Wira hanya tertawa kecil, bingung juga mau menanggapinya.
"Beda sama aku, sekolah SMA gak lulus!" ucap Mawar kembali merasa sedih.
Wira melirik Mawar, setiap kali Wira melihat wajah Mawar ada rasa kasihan yang tiba-tiba menjalar dalam hatinya.
"Udah, gak usah berkecil hati. Setiap orang memiliki jalan kehidupan dan ujiannya masing-masing."
"Tapi ujian ku terlalu berat mas!" lirih Mawar membuat Wira terdiam.
Setibanya di rumah sakit, luka Mawar kembali di bersihkan dan di ganti perban. Wira hanya bisa memandang Mawar dengan hati yang penuh gejolak tak bisa di jelaskan padahal mereka baru saja bertemu kemarin itu pun karena sebuah kecelakaan.