NovelToon NovelToon
Penjahat As A Sister

Penjahat As A Sister

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Reinkarnasi / Cerai / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Penyesalan Suami
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Blesssel

Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.

“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.

Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.

“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.

Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.

“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29

“Kak kau pulang?”

Raphael yang sedang membaca koran sambil menunggu sarapan diatur, menjawab tanpa memandang. “Kenapa aku tidak pulang?”

Remi menarik kursi dan mendudukkan dirinya. Mendengar jawaban tidak ikhlas Raphael, dia memilih tidak melanjutkan.

Tidak mendapat tanggapan atas ucapannya, Raphael menggeser sedikit korannya untuk melihat sang adik. Remi tampak telah siap dengan pakaian sekolah kotak-kotak biru, tapi wajah remaja itu tampak murung dan tidak bersemangat. Belum lagi gerakan aneh remaja itu yang celingak-celinguk melihat ke lantai atas, yang Raphael yakini dia mencoba melihat Estella.

Tidak tahan dengan kesunyian Remi akhirnya bertanya pada Raphael. “Dimana Kakak ipar?”

Meski sudah bercerai Raphael sendiri masih bersikap seperti biasa. “Ini masih lima menit lagi sebelum sarapan.”

Tapi seseorang yang ditanyakan tiba-tiba muncul memasuki ruang makan. “Ada apa tampan, kau sudah merindukanku saja?” ujar Victoria yang menarik kursi di dekat Remi. Dilihat dari penampilan, dia baru saja selesai berolahraga.

Remi pun hanya menarik senyum tipis. “Tidak Kak, aku hanya bertanya.”

“Oh benarkah? Lalu kenapa tidak bertanya Estella?”

Raphael yang sedari tadi masih diam, melepaskan korannya. Bisa dia rasakan tadi bahwa kedua remaja itu bermasalah, karena tidak sarapan bersama. Namun mendengar Victoria ikut campur di tengah mereka, dia juga jadi penasaran.

“Ck, Kakak Ipar ini apa sih … lagipula untuk apa bertanya Estella, pasti masih bedakan di kamar.”

Victoria terkekeh kecil sembari menuangkan jus di gelasnya. “Este tidak di kamar, dia sudah pergi duluan.”

Alis Remi mengernyit, dia bereaksi sedikit lambat kali ini. “Pergi duluan? … maksudnya bagaimana?”

“Yah pergi, … Dia pergi lebih dulu belum lama. Diantar oleh pekerja baru milikku, si—”

BRAK.

Belum selesai Victoria menyelesaikan ucapannya, Remi telah berdiri dengan kasar. Pergerakan ini menimbulkan sedikit gebrakan meja dan decitan kursi. Tanpa mengatakan apapun, Remi pergi meninggalkan ruang makan tanpa sarapan.

Begitu pula dengan Raphael dan Victoria, keduanya tidak berniat untuk bertanya atau menahan. Mereka hanya terpaut pandang untuk sesaat, dengan mata Raphael yang seolah meminta penjelasan.

“Biasalah, urusan remaja.”

Tapi Raphael yang dikira Victoria akan acuh malah mempertanyakan, “Kenapa bukan kamu yang mengantar Estella? Kenapa harus perliharaanmu?”

Victoria yang sudah bersiap mengambil roti, menarik kembali tangannya. Dia menatap serius Raphael. “Tuan Hain, … aku peringatkan dirimu untuk menjaga setiap ucapan. Aku memang menganggapnya sebagai anak anjing, tapi bukan berarti kau bisa mengatakan hal seperti itu.”

Raphael yang untuk pertama kalinya di tegur seseorang secara terbuka, sedikit kehilangan kata-kata. Apalagi orang yang menegurnya kali ini adalah Victoria. “Apa maksudmu?”

Victoria menarik sudut bibirnya. Meski masih bersikap sopan karena terikat kontrak, tapi dia tidak berniat untuk berada dalam kendali Raphael seperti sebelumnya.

“Maksudku kita berdua telah menandatangani berkas kemarin. Walaupun masih terikat kontrak tapi kita tidak seperti dulu lagi. Kita harus lebih menghormati satu sama lain.”

Kernyit di dahi Raphael dengan cepat terbentuk. Perlahan tapi pasti sudut bibirnya terangkat. Tapi ini bukan senyuman yang semestinya. “Seseorang mencoba menarik garis rupanya.”

“Bukan begitu—”

Perkataan Victoria terhenti dengan tatapan yang tidak bisa dibaca dari Raphael. “... Kenapa kau menatapku begitu?”

Raphael terkekeh dan menggeleng, “Tidak. Lupakan. Tiga hari lagi Kakek akan datang untuk menerima penghargaan dari pemerintah. Aku yakin itu akan menjadi hari pengumumannya untukku. Berjaga-jaga kamu mungkin harus hadir secara publik.”

Pergerakan tangan Victoria terhenti. Tidak menyangka tubuh ini akan tampil di publik, hanya setelah mereka bercerai. “Baik.”

Begitu saja perbincangan diantara mereka. Walaupun ada banyak perubahan dalam diri Victoria saat ini, tapi itu tidak mempengaruhi banyak hal dalam hubungan mereka.

Tidak ada yang terkesan dan tidak yang mencoba membuat kesan.

Remi dengan kecepatan tinggi melajukan motornya membelah jalanan. Dia tidak yakin kenapa dia marah sekali saat ini. Tapi satu-satunya yang dia rasakan, adalah perasaan terkhianati.

Dia merasa terkhianati dengan sikap Estella yang berangkat ke sekolah tanpa menunggunya. Karena biasanya bahkan jika mereka pergi masing-masing, mereka tetap akan mengabari satu sama lain.

Semakin Remi pikirkan, semakin kuat tarikannya pada handle gas motor. Itulah kenapa dia tiba tepat saat Estella masih di luar sekolah. Melihat gadis itu dengan mobil Victoria tidak jauh, Remi melepaskan helm dengan kasar.

Masih ada mobil Victoria artinya masih ada Sean juga di dalam. Orang yang semalam membuat Remi kesal. Tapi selain adanya Sean, ada juga Viona yang kini tampak berhadapan dengan Estella.

Keduanya berhadapan dengan bahasa tubuh mereka jauh berbeda. Dalam pandangan mata Remi ini terlihat terlalu timpang.

Viona berdiri dengan kepala menunduk sambil memegang kedua tangannya gugup. Ya, dia sedikit terlalu terbawa emosi kemarin malam sampai bicara terlalu berlebihan pada Remi.

Sementara Estella masih dengan tangan bersedekap dadanya yang khas, melihat Viona dengan kesal. “Hei, aku bertanya.”

Viona menggigit bibir bawahnya tertahan, “Estella, … a-aku benar-benar minta maaf. Tapi kau seharusnya tidak seperti itu juga. Perkataanmu benar-benar mengundang mereka untuk bicara—”

“Itu benar. Katakan pada Este agar dia mengerti Viona,” ujar Remi, yang tiba-tiba masuk di antara mereka.

“REM?” Viona terkejut dengan tangan Remi yang tiba-tiba merangkul pundaknya, dan begitu pembelaan yang ditunjukkan laki-laki itu. Begitu pula dengan Estella, matanya memanas dengan cepat hanya karena melihat hal ini.

Sean yang masih memperhatikan ketiganya dari dalam mobil, tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Jangankan dia, siapapun yang melihat tahu bahwa ini adalah cinta segitiga.

Estella yang tidak tahan tapi tidak mau bicara apa lagi setelah mendengar Remi membela Viona, memilih untuk pergi. Dia baru satu langkah berbaliknya, ketika tangannya ditahan Remi.

“Este, mau kemana?”

Estella sudah sangat gusar, tapi tetap menjawab. “Aku akan masuk.”

“Kau belum menyelesaikan masalah—”

“REMI!!” Mata Estella berkibar dengan kemarahan. Dia mungkin menyukai Remi, tapi tidak mungkin mentoleransi saat tangan Rem masih merangkul Viona. “Apa kau dungu atau semacamnya? Kau juga tahu bahwa itu dikatakan orang lain, lalu kenapa kau memaksaku untuk menyelesaikan masalah?”

Remi terkejut dengan pemilihan kata Estella, yang sangat kasar. Dia menatap heran, pada perempuan yang menjadi sahabatnya itu selama ini.

“Ternyata benar, pergaulan bisa merusak karakter seseorang. Apakah karena bergaul dengan pelayan, kata-katamu menjadi kasar seperti ini Este?”

Estella mengusap hidungnya tidak mengerti dengan ucapan Remi. “Pelayan?”

BIPP.

Barulah setelah klakson dibunyikan, Estella mengerti arah pembicaraan Remi. Sean yang tidak menyangka bahwa dia akan terbawa-bawa ikut menjadi kesal.

Dia keluar dengan wajah yang datar, mencoba untuk lebih tenang di depan orang-orang yang lebih muda.

“Oh, ini dia orangnya.”

Viona yang mendengar Remi mengatakan hal provokatif, dengan cepat menahan. “Remi, jangan merendahkan seperti itu. Bukankah kau membelaku karena tidak suka aku direndahkan.”

DEG. Remi sedikit malu dibuat. Dia yakin sekali dia tidak suka merendahkan orang lain. Namun entah kenapa pada Sean, dia tidak bisa menahan hal itu. Padahal malam pertama Sean datang dia masih biasa-biasa saja. Ada apa denganku? Tanya Remi pada dirinya sendiri.

Tapi seperti remaja pada umumnya, ego terlalu besar untuk diturunkan saat ini. “Bukan begitu Viona, kau hanya tidak tahu saja.”

Estella memutar bola matanya jengah, mendengar percakapan Remi dan Viona. Tanpa mau menunggu lagi, dia segera meninggalkan tempat itu dengan Remi yang refleks mengejar.

Kini tersisa Viona dan Sean, yang tidak sengaja memandang satu sama lain. Dua orang yang menurut cerita harusnya akan terhubung satu sama lain.

Sean sendiri sudah memutus pandangan dan berbalik menuju mobil, ketika Viona menahannya. “Tunggu, … kau pasti pelayan di rumah Remi dan Estella kan?”

Alis Sean menukik tajam mendengar hal ini. Entah sejak kapan dia menjadi pelayan bocah seperti kedua mereka.

Viona yang tidak mendapat respon dari Sean, sedikit cemas mengira pemilihan katanya salah. Tapi begitu, dia tetap menguatkan tekad untuk membela Remi dalam hal ini. Seperti yang telah dilakukan Remi untuknya.

“Untuk perkataan Remi tadi, tolong jangan simpan dihati. Aku tahu, walaupun dia adalah majikanmu, tapi masih tidak pantas baginya bicara seperti itu. Aku akan membicarakan hal ini dengan Remi biar nanti dia tidak begitu lagi.”

Sean menatap Viona dengan wajah yang sudah tidak sedap dipandang. Viona yang sadar, hanya bisa memberikan senyum mentarinya sebelum melambai dan pergi.

“Dia ingin mengajari bocah itu? Apa mereka kekasih?” heran Sean. Dia sedikit bingung sekarang, karena dalam pandangan matanya Remi terlihat menyukai Estella.

Tapi tidak ingin terlalu memikirkan, dia memutuskan kembali dalam mobil. Untuk berjaga-jaga sesuai dengan perintah Victoria.

Sementara di tempat berbeda, di kediaman keluarga Orlando Hain yang tidak kalah besarnya, tiga anggota keluarga sedang berkumpul.

“Allard, Ibu perhatikan kamu terus melihat ponsel dan tertawa. Ada apa?”

Allard yang sedang bermalas-malasan di sofa, menyisir rambut pirangnya dengan jari-jari. Sedikit mengulur waktu untuk memberikan jawaban. Tepat ketika dilihatnya sang Ayah Orlando telah beranjak dari kursi, barulah dia menyerahkan ponselnya pada sang Ibu.

Yvone yang melihat teks percakapan di dalamnya, mengernyit belum mengerti. “Apa ini?”

“Ck, Ibu payah sekali. Aku sedang melakukan sesuatu sekarang.”

Yvone dengan cepat mendekatkan wajahnya pada Allard. “Apa kamu mencoba untuk membuat masalah lagi? Oh Allard, sudah Ibu bilang! Jangan melakukan sesuatu yang tidak disukai Kakek—”

“Ibu, Ibu, … Ibuku yang paling cantik. Ibu berpikir berlebihan. Ayolah, aku tidak mau wajah Ibu yang cantik dipenuhi dengan kerutan. Ini adalah apa yang aku coba lakukan pada gadis itu.”

Yvone menyandarkan punggungnya, merasakan sakit kepala, membayangkan harus berurusan dengan Raphael. “Allard,”

“Ibu ini adalah teror, tidak akan diketahui. Lagipula apa Ibu tidak ingin membalas apa yang dilakukan istri Raphael itu padaku?”

Memikirkan kembali kejadian yang telah lalu. Mata Yvone menyipit tajam. Benar juga, pikirnya. Dia memang tidak rela dengan apa yang dilakukan Victoria. Tapi tindakannya terbatas saat ini oleh karena Orlando.

“Ibu, aku janji semua akan baik-baik saja. Aku hanya ingin memberi Estella pelajaran!”

Cukup lama Yvone diam mempertimbangkan, sebelum akhirnya mengangguk. Dia teringat dengan janji Elena padanya. Jika kelemahan Raphael ditemukannya, maka dia juga pasti akan mendapatkan jalannya.

Tapi seolah benar dewi fortuna memihak dirinya, sebuah panggilan tiba-tiba masuk dari Elena. Yvone refleks berdiri dengan perasaan berdebar-debar, meninggalkan Allard yang terus memanggilnya.

“Halo, bagaimana?”

“....”

“Apa kau yakin?”

Satu kata dari Elena membuat sudut bibir Yvone terangkat dengan bergetar. Dia tidak menyangka akan secepat ini Elena memberikan apa yang dia inginkan.

“Baiklah, aku akan mengirim lokasinya.”

Sementara Elena sebagai penelpon, hendak keluar dari ruangan Raphael dengan gugup sambil memegang flashdisk dengan tangan gemetar. Dia sedikit bersalah kepada Raphael, tapi hanya sedikit, karena dia masih percaya bahwa apa yang dilakukannya adalah benar.

Dengan pemecatannya yang dilakukan diam-diam, Elena memiliki keuntungan untuk memasuki ruang Raphael dan mengontrol rekaman di sana selagi melakukan sesuatu yang disuruh Yvone.

Elena sendiri menatap nama Raphael di papan kayu dan mengusapnya. “Aku akan kembali nanti, setelah wanita jahat itu disingkirkan.”

Begitu saja, Elena akhirnya keluar untuk meninggalkan perusahaan keluarga Hain dan menyerahkan detail penting kepada Yvone, meski dia tidak mengerti apa yang bisa Yvone lakukan dengan hal itu. Karena sepengetahuannya, Raphael sangat cakap dalam pekerjaannya.

1
Roqayyah Qayyah
lanjut kak,,ceritanya bagus,semangattt💪
kalea rizuky
lanjut donk
kalea rizuky
km bakal nyesel raf jandamu banyak yg antri nanti hmmm berlian langka di buang dan andrian bakal maju duluan memungut nya/Chuckle/
kalea rizuky
bagus lo kok like dikit
kalea rizuky
cerita bagus kok like dikit
Widiaaaa
cuma 1 bab aja thor/Doubt/
Blesssel: satu untuk hari minggu kak 😅
total 1 replies
Blesssel
Walaupun nggak komen, jangan lupa di like, di vote di hadiah ayo apa kek terserah! biar penulis tahu ada yang nunggu update
D'nindya Idsyalona
lnjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!