Di paksa ikut ke salah satu club malam, Amara tidak tahu jika ia di jadikan barang taruhan oleh kakak tirinya di atas meja judi. Betapa hancurnya hati Amara karena gadis berusia dua puluh tiga tahun harus ikut bersama Sean, seorang mafia yang sudah memiliki istri.
Amara di jadikan istri kedua oleh Sean tanpa sepengetahuan Alena, istri pertama Sean. Tentu saja hal ini membuat Alena tidak terima bahkan wanita ini akan menyiksa Amara di saat Sean pergi.
Seiring berjalannya waktu, Sean lebih mencintai Amara dari pada Alena. Hingga suatu hari, ada rahasia yang terbongkar hingga membuat Sean menceraikan Alena dan membuat Amara menjadi istri satu-satunya kesayangan Sean.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Aaaaaaaaaaa.......aaaaaaaaaaa
Teriak Remon dengan suara yang sangat keras saat pria mengetahui jika potongan tangan yang ada di depannya adalah potongan tangan milik Alena.
Remon hafal betul dengan bentuk jari wanita yang selalu menjadi pemuas hawa nafsunya ini. Remon marah besar, kebenciannya pada Sean semakin mendarah daging.
"Ada tanda di telapak tangan Alena. Sepertinya ini lambang geng teratai hitam. Itu artinya bukan Sean yang sudah membunuh Alena," ucap James memberitahu Remon.
Ekspresi wajah Remon mendadak berubah saat mendengar perkataan James.
"Coba ku lihat!" Ujar Remon yang tanpa merasa jijik mengambil potongan tangan Alena.
Mata Remon sedikit melebar saat melihat lambang bunga teratai warna hitam di telapak tangan Alena.
"Setahu ku, jika geng teratai hitam membunuh seseorang mereka pasti memberi lambang." Kata James memberitahu.
"Tapi, apa hubungannya Alena dengan Raul?" Remon bertanya-tanya.
"Aku akan mencari tahu hal ini," ucap James kemudian pergi.
Tanpa di sadari oleh Remon dan James jika mereka sekarang sedang di adu domba dengan geng teratai hitam oleh Sean.
Satu hari, dua hari mencari informasi tentang hubungan Alena dan Raul, ketua geng teratai hitam pada akhirnya James pulang dengan informasi yang tidak pernah terduga sebelumnya.
"Cepat katakan!" Titah Remon.
"Alena dan Raul pernah menjalin hubungan di saat mereka masih sekolah. Hubungan mereka berakhir setelah keluarga Raul mengalami kebangkrutan dan Alena memutus hubungan dengan Raul." Terang James membuat Remon terkejut karena selama ini Alena tidak pernah bercerita apa pun tentang Raul.
"Itu artinya Raul yang sudah menculik Alena di saat dia pergi liburan. Tapi, kenapa Sean tidak pernah mencari Alena?"
"Tentu saja karena Sean sudah mengetahui hubungan mu dengan Alena!" Jawab James. "Sepertinya Raul dendam pada Alena yang sudah meninggalkan dia di saat Raul jatuh."
Sekali lagi, Remon berteriak tidak jelas untuk mengeluarkan emosi di hatinya. Pria ini tak pernah menyangka jika Raul akan berkhianat darinya.
"James, hancurkan mereka!" Titah Remon.
"Baik....!" Jawab James kemudian pergi menjalankan tugas.
Remon yang tidak terima mulai mengatur rencana untuk membunuh Raul.
Di tempat lain, saat ini Sean tersenyum puas saat mendapatkan kabar dari salah satu anak buahnya yang tergabung dalam geng Bruiser milik Remon. Anak buah yang bisa di percaya sebagai mata-mata dari Sean.
"Berjalan sesuai rencana," ucap Sean memberitahu Leon.
"Baguslah, aku yakin jika Leon sekarang sedang mengatur rencana untuk menghabisi Raul." Kata Leon yang begitu yakin.
"Masalah Amara, kau tahu sendiri dia sangat trauma saat melihat darah yang berlebihan. Buat saudara tirinya merasakan lebih sakit apa yang di rasakan Amara." Titah Sean.
"Itu kerjaan Dompu, kenapa harus aku juga?"
"Ah, kau ini. Anggap aja hiburan untuk mu!" Sahut Sean.
"Kenapa tidak kau saja?" Tanya Leon.
"Entahlah, aku sedang tidak ada niatan untuk melakukan hal menakutkan." Jawab Sean.
"Tumben sekali, ada apa dengan mu? pasti karena Amara?" Tebak Leon.
"Tidak juga, Amara tidak ada melarang ku. Sebenarnya, di dalam jiwa Amara tersembunyi jiwa psikopat." Kata Sean memberitahu.
"Dari mana kau tahu?"
"Dia suka melihat orang tersiksa hanya saja dia tidak suka darah. Dia melihat bola mata adik ku, melihat anak buah kita membuang mayat, melihat kita melakukan pembedahan bahkan menembak pun dia tidak merasa takut. Ku rasa agak lain Amara itu."
"Dari pada Alena yang kerjanya hanya menghabiskan uang mu, masih mending Amara!" Sahut Leon.
"Sudahlah, aku pulang dulu. Bisa-bisanya aku tidur di lantai lagi malam ini." Ucap Sean membuat Leon tertawa.
Tak ada rasa takut dalam benak Sean, keluar masuk hutan malam-malam begini sudah biasa ia lakukan.
Sebelum mendekati Amara, Sean di wajibkan mandi karena Amara takut jika Sean pulang membawa hantu orang-orang yang sudah di bunuhnya.
"Kenapa melihat ku seperti itu?" Tegur Sean yang saat ini sedang mengering rambutnya bahkan saat ini Sean belum mengenakan pakaiannya.
"Rahim ku berdenyut melihat mu seperti itu," ucap Amara dengan polosnya.
Ingin sekali Sean menertawakan istrinya, tapi ia takut Amara akan marah.
"Apa aku tampan?" Tanya Sean percaya diri.
"Jika kau tidak tampan dan kaya, mana mungkin aku mau bertahan dengan kau." Jawab Amara jujur. "Andai kau lelaki tua yang sebentar lagi mau mati, kemungkinan besar aku dulu yang mati bunuh diri."
"Kau ini, ada-ada saja!" Sahut Sean kemudian pria ini naik ke atas ranjang.
"Kenapa belum berpakaian juga?"Tegur Amar.
"Sengaja tidak berpakaian untuk mempersingkat waktu. Aku kedinginan, aku butuh kehangatan sekarang!" Bisik Sean membuat bulu kuduk Amara merinding.
Aroma sabun dan sampo yang keluar dari tubuh Sean membuat Amara semakin terangsang sampai ia tak kuasa menolak permintaan suaminya untuk bercinta.
Hampir setiap malam menabur benih-benih cinta yang entah kapan tumbuhnya yang jelas Sean akan tetap berusaha.
Puas bercinta sampai Amara terlelap tidur sedangkan Sean masih terjaga dengan segudang pikiran yang menari-nari di kepalanya.
"Sudah hampir tiga bulan aku menikah dengan Amara bahkan hampir setiap malam kami melakukan hubungan suami istri. Tapi, kenapa Amara belum hamil juga?"
Sean bertanya-tanya di dalam hatinya.
"Apakah efek minuman beralkohol yang selama ini aku konsumsi menyebabkan benih ku tidak subur? Ah, ku rasa tidak mengingat jika aku tidak minum berlebihan."
Terus memikirkan persoalan Anak, jauh dari lubuk hati yang paling dalam, Sean sangat menginginkan seorang anak.
Menjelang dini hari, Sean baru memejamkan kedua mata. Pria ini sudah yakin jika besok ia akan mengajak Amara pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan mereka berdua.
"Sayang, bangun....!"
Amara mengguncang tubuh suaminya yang belum lama tidur. Sean yang sudah biasa terjaga langsung membuka matanya.
"Ada apa sayang?" Tanya Sean dengan suara mengantuk.
"Aku lapar, perut ku terasa perih." Ucap Amara memberitahu.
"Jam berapa sekarang?" Tanya Sean lagi.
"Jam dua malam. Aku mau makan," kata Amara.
Mau tidak mau Sean bangun dari tidurnya.
"Kita pergi ke dapur, ada makanan apa di sana. Ayo...!" Ajak Sean.
Mereka pun keluar kamar, tapi Amara langsung berjongkok seperti orang kelelahan saat berjalan menuju dapur yang lumayan jauh jaraknya dari kamar.
"Kamu kenapa hem?" Tanya Sean begitu lembut.
"Aku lelah, kaki ku gemeteran!" Jawab Amara.
"Kalau begitu, tunggulah di kamar, aku akan mengambil makanan untuk mu."
"Aku tidak bisa berdiri, kaki ku gemeteran!"
Tanpa di pinta Sean langsung menggendong istrinya, mengantar Amara kembali ke kamar setelah itu Sean pergi ke dapur untuk mencari makanan yang bisa di makan istrinya.