NovelToon NovelToon
Pendekar Pedang Kelabu 3

Pendekar Pedang Kelabu 3

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Epik Petualangan
Popularitas:59.1k
Nilai: 5
Nama Author: YanYan.

Zhang Wei akhirnya memulai petualangannya di Benua Tengah, tanah asing yang penuh misteri dan kekuatan tak terduga. Tanpa sekutu dan tanpa petunjuk, ia harus bertahan di lingkungan yang lebih berbahaya dari sebelumnya.

Dengan tekad membara untuk membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan, Zhang Wei harus menghadapi musuh-musuh yang jauh lebih kuat, mengungkap rahasia yang tersembunyi di benua ini, dan melewati berbagai ujian hidup dan mati.

Di tempat di mana hukum rimba adalah segalanya, hanya mereka yang benar-benar kuat yang bisa bertahan. Akankah Zhang Wei mampu menaklukkan Benua Tengah dan mencapai puncak dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tebasan Kehampaan

Langit malam membentang luas di atas kota Xiquan, dihiasi bintang-bintang yang bersinar tenang seperti lentera-lentera kecil di langit, dan cahaya bulan yang lembut seolah mengusap permukaan bumi dengan keteduhan. Angin malam bertiup pelan, membawa aroma tanah dan bunga liar yang mulai bermekaran. Suasana kota tenang, hampir seperti lukisan dunia yang tak terganggu oleh hiruk pikuk dunia luar.

Namun kedamaian itu mendadak terusik.

Sebuah celah dimensi terbuka perlahan di atas langit dekat pinggiran kota Xiquan. Cahaya ungu samar memancar dari retakan itu, menciptakan pusaran energi yang membuat udara bergetar halus. Dari celah itu, sebuah sosok terlempar keluar dengan kecepatan tinggi, namun segera mengendalikannya dan mendarat dengan lembut di atas salah satu bukit rendah.

Zhang Wei berdiri di sana, napasnya terengah, pakaiannya compang-camping, beberapa luka di tubuhnya masih meneteskan darah hangat. Aura sisa pertempuran masih melekat di tubuhnya, begitu liar dan mengerikan, membuat burung-burung yang bertengger di pepohonan terbang berhamburan menjauh.

Dia menatap langit malam di atasnya, lalu menunduk dan menghela napas panjang.

“Pertarungan gila…” gumamnya pelan.

Wajahnya tampak sedikit letih, tapi ada cahaya samar yang mengintip di balik matanya. Pertarungannya melawan Jiang Taishang barusan bukan hanya sekadar adu kekuatan, tapi juga benturan pemahaman. Setiap serangan, setiap pertahanan, setiap celah dan tekanan dari Jiang Taishang telah membawanya menyusuri jurang-jurang pemahaman baru dalam jalan pedangnya.

Zhang Wei perlahan duduk di atas batu besar yang hangat karena terkena sinar bulan. Dia memejamkan mata dan membiarkan energi spiritual malam mengalir perlahan ke tubuhnya. Dalam ketenangan itu, dia bisa merasakan adanya riak lembut dalam dantiannya—tanda bahwa sesuatu sedang mendekati titik puncaknya.

“Bintang lima…” bisiknya sambil tersenyum tipis.

Rasa itu begitu nyata. Pencerahan yang dia dapatkan bukanlah sesuatu yang bisa diajarkan atau diwariskan, melainkan hasil dari pertempuran sejati. Dan pertarungan melawan Jiang Taishang telah memberinya batu loncatan untuk melangkah ke bintang lima dalam ranah Martial Sovereign.

Lian Xuhuan yang sejak tadi terdiam akhirnya bersuara, suaranya lembut namun tajam.

“Sekarang kau paham, kan? Bahwa pengalaman bertarung jauh lebih berguna daripada sepuluh tahun meditasi dalam gua.”

Zhang Wei hanya mengangguk pelan. Dia tahu itu benar.

“Dia orang gila, Master,” ucapnya sambil menatap bulan. “Tapi pertarungan tadi… menyenangkan.”

“Kalau itu yang kau sebut menyenangkan, aku tak ingin tahu bagaimana kau bertarung dengan serius,” sahut Lian Xuhuan dengan nada sinis tapi diselipi sedikit tawa. “Tapi kau harus ingat, itu bukanlah pertarungan yang membahayakan nyawa. Lain kali, kau harus lebih berhati-hati karena pertarungan serius antara kedua Martial Sovereign tingkat tinggi sulit ditebak.”

Zhang Wei mengangguk lagi. Luka-lukanya mulai perlahan sembuh, tapi rasa lelah belum sepenuhnya sirna.

Malam itu, dia memutuskan untuk bermeditasi di tempat itu, membiarkan ketenangan malam dan pancaran spiritual bulan membantu menstabilkan kekuatan barunya. Cahaya bulan memantul di pedang kelabunya yang tergeletak di samping, memperlihatkan permukaannya yang tergores halus karena pertarungan tadi.

Langit tetap diam, namun seakan menyaksikan lahirnya sesuatu yang baru—sebuah kekuatan yang akan mengubah dunia. Dan dari atas bukit sunyi itu, Zhang Wei duduk dalam diam, menunggu cahaya fajar datang menyapa.

"..."

Pagi menyingsing perlahan di ufuk timur, membawa cahaya keemasan yang menyapu kabut tipis di atas tanah. Embun masih menggantung di ujung dedaunan, sementara angin pagi berhembus pelan membawa aroma segar rerumputan basah. Di atas bukit tempat Zhang Wei bermalam, cahaya matahari mulai menari-nari di permukaan tanah, memandikan sosok yang duduk dalam keheningan dengan kehangatan lembut.

Zhang Wei membuka matanya perlahan. Meski malam telah berlalu, pikirannya belum sepenuhnya tenang. Pertarungan kemarin masih membekas di tubuh dan jiwanya. Namun bukan rasa lelah atau trauma yang dia rasakan—melainkan keinginan yang aneh untuk menyendiri sejenak, menjernihkan pikirannya sebelum kembali ke keramaian.

Bukannya kembali ke asrama Pagoda Api Emas seperti seharusnya, dia justru melangkah ke arah timur, mengikuti naluri yang memandunya ke sebuah danau tersembunyi di balik perbukitan hijau. Danau itu tenang, airnya sebening kaca dan memantulkan langit pagi yang jernih. Pepohonan mengelilinginya seperti penjaga alam, sementara suara burung dan riak air menjadi musik yang menyambut kehadirannya.

Tanpa pikir panjang, Zhang Wei menanggalkan pakaian atasnya dan berjalan ke dalam air. Dinginnya menyapa kulitnya, menyusup ke tulang, tapi justru membuat pikirannya semakin jernih. Dia menutup mata dan membiarkan tubuhnya melayang ringan di permukaan air.

Dalam kesunyian itu, sebuah ide menyusup perlahan ke benaknya. Bukan hanya dari hasil meditasi, tapi seperti bisikan yang berasal dari dalam jiwanya sendiri—sebuah dorongan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebuah teknik ruang yang belum pernah ada.

Lian Xuhuan, yang diam sejak pagi, akhirnya bersuara.

“Aku bisa merasakannya… Kau menemukan sesuatu, bukan?”

Zhang Wei mengangguk pelan. “Aku ingin menciptakan variasi dari hukum ruang… Bukan lagi hanya bergerak atau memindahkan. Tapi menggabungkan patahan, memaksa ruang untuk saling berbenturan.”

Ada keheningan sesaat sebelum suara Lian Xuhuan terdengar lagi, kali ini dengan nada penuh antusias. “Itu… ide yang luar biasa. Teknik yang kuajarkan padamu memang kuat, tapi aku tak bisa menjamin teknik kuno itu akan selalu relevan menghadapi dunia saat ini—atau masa depan.”

Zhang Wei mengangguk, lalu keluar dari air. Setelah berganti pakaian, dia mengambil pedang kelabunya dan berdiri di tengah padang rumput yang membentang di sisi danau. Pandangannya tajam, auranya mulai memanas.

Dengan satu ayunan ringan, dia menciptakan sebuah patahan ruang sekitar sepuluh meter di depannya. Retakan itu tampak seperti cermin yang pecah, melayang menggantung di udara, mengeluarkan dengungan kecil seperti jeritan dimensi.

Lalu, dengan tebasan kedua, dia mengarahkannya ke titik yang sama, tapi menyusun hukum dimensi untuk menarik jalurnya menuju retakan pertama. Saat kedua patahan bertemu…

BOOM!

Ledakan itu tidak seperti ledakan biasa. Tidak ada api. Tidak ada gelombang suara yang keras. Yang ada hanyalah kehampaan—sebuah kekosongan yang menghisap segala sesuatu di sekitarnya, menghancurkan dan menelan apa pun yang berada di dalam radius ledakan.

Rumput lenyap. Tanah terangkat dan tersedot. Batu besar yang ada di dekatnya hancur menjadi serpihan halus.

Zhang Wei terpaku sesaat, lalu tersenyum.

Lian Xuhuan tertawa lirih. “Kau benar-benar gila… Tapi luar biasa. Hukum dimensi tidak mudah untuk ditekuk, tapi kau membuatnya seolah itu adalah hal yang alami bagimu. Ini bukan hanya teknik ruang, Zhang Wei… ini seni pembunuhan.”

Zhang Wei menamai teknik itu di saat yang sama ketika ide itu matang dalam kepalanya.

“Tebasan Kehampaan…” ucapnya pelan. “Satu tebasan palsu untuk mengelabui, satu tebasan nyata untuk menghancurkan.”

Dia menghela napas panjang. “Akan kupakai ini… jika aku benar-benar ingin menghapus seseorang dari dunia ini.”

Cahaya pagi menyinari tubuhnya yang berdiri di tengah tanah yang rusak, dengan tatapan yang tenang namun berbahaya. Langit tetap biru, burung-burung kembali bersiul, dan danau itu tetap tenang, seolah menyimpan rahasia dari ciptaan baru seorang pendekar yang tak lagi terikat pada batas zaman.

1
Chrysnha Leopard
mamtap
Zacky yulianto
Luar biasa
Hs Sinaga
ceriteranya kadang tdk logis
mc yg sovereign masih menabrak kereta, hrsnya gerakan mc lebih cepat dari kereta kuda
4wied
novel ini layak dapat dukungan dari pembaca setianya, ayo dong bantu agar peringkat novel ini semakin baik dan bagus, kirimkan like juga komen, share ke teman² kalian agar ikut baca, kasih poin yang banyak dan ikhlas biar author juga makin semangat berkarya
annaza ibenk
cerita bagus, moga sampai tamat thor
annaza ibenk
ceritaseru banget
Wak Jon
⭐️👌👌👌👌👌👌👌👌👌⭐️
Wak Jon
Keren
Wak Jon
🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝🔝
Wak Jon
👏👏👏👏👏👏👏👏👏👏
rinaris$
masih menjadi misteri perjalanan Zhang Wei
rinaris$
setelah sekian lama 🤦‍♀️
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
Megi Mariska
Satu2 nya karya novel yang bikin aku speechless tanpa komentar / krisan dari season 1 sampai di Novel ini, season 3...
Season 1 masih ada sedikit kekurangan tak berarti, tapi semakin lama semakin bagus, baik alur ceritanya, karakter MC yg ga kegatelan ma cewe2 kek novel2 sebelah, semoga tetap bertahan untuk hal yang ini...
Thanks Thor... You did a great job ... And keep it up always
Vote dan secangkir kopi untuk menemani mu berkarya... Semangat selalu... Jangan hiatus yah ... Muehehehe 😁😁✌️✌️
Alur yang bagus dan Cerita yang hidup 👍👍👍
Gaaaaaas Pooooool....
lanjutkan Tor
saniscara patriawuha.
gassssss manggg zhongggg........
saniscara patriawuha.
lanjutttkannn mangg zhonggg...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!