Shanum adalah seorang gadis desa yang di besarkan di keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai seorang OB di sebuah perusahaan terbesar di kota Metropolitan. Karena kecerdasan yang di miliki Shanum ia selalu mendapatkan beasiswa hingga ke Perguruan Tinggi. Namun sayang semua yang ia dapat tidaklah cuma-cuma. Di balik Beasiswa yang di dapat Shanum ternyata ada niat terselubung dari sang Donatur. Yaitu ingin menjodohkan sang Putra dengan Shanum padahal Putranya sudah memiliki Istri. Apakah Shanum bersiap menerima perjodohan itu! Dan Apakah Shanum akan bahagia jika dia di poligami??? Ikuti terus ceritanya.... Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Sudaryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Ada apa sih bu, kok ribut-ribut." tanya Riska yang baru keluar dari kamarnya.
"Ini lho bulek mu tadi katanya habis di usir sama pak lek mu." ujar Retno.
"Emangnya Bulek bikin kesalahan apa kok bisa sampai di usir sama Pak lek?" tanya Riska. Yang menghempaskan bo-kongnya di samping Retno.
"Gara-gara bulek pengen tau tentang maharnya Shanum." ucap Tati cemberut.
"Menurut kalian mahar yang di terima Shanum itu asli gak?" Tanya Tati dengan wajah masam. Dihempaskannya tubuh tambun itu di kursi mewah milik Retno. Sambil memegang gelas berisi air kulkas.
Saat ini kedua adik beradik itu sedang kumpul di rumah Retno. Untuk membahas masalah mahar yang diterima Shanum tadi malam. Mereka tadi malam memang pulang duluan sebelum acara selesai. Mereka sengaja tidak mau menunggu hingga acaranya usai, karena itu hanya akan membuat hati mereka terbakar rasa iri dan dengki. Melihat banyaknya mahar yang Shanum terima. Hal itu lantas tidak membuat hati mereka tenang, justru malah timbul rasa benci.
Padahal sebagai saudara seharusnya, mereka tetap tinggal di sana sampai acara selesai, minimal bantu-bantu untuk beberes setelah acara akad tadi malam. Soalnya acara ini hanya ijab kabul saja. Tanpa resepsi. Sesuai dengan kesepakatan antara Bisma dengan kedua orang tuanya.
"Iya, ya bulek. Bisa-bisanya mahar Shanum itu lebih banyak ketimbang punya aku dulu, yang dapat suami manager. Rajuk Riska yang tidak terima.
" Sudahlah, kalian ini mikir apa sih!!! Mahar-mahar itu, nanti pasti akan mereka bayar dengan hasil kerja keras mereka di rumah majikannya seumur hidup." Ucap Retno. " Aku jadi merasa lucu, setelah menikah Shanum bukannya bahagia, eh...... Malah ikutan ngelunasin hutang suami dan mertuanya." lanjutnya sambil terkekeh.
"Tapi tadi malam mbak, lihat sendiri kan! Yang bawa mahar Shanum adalah pak Surya dan Bu Ratna, orang terkaya di lampung kita. Yang punya pabrik tekstil terbesar di Jakarta. Kira-kira ada hubungan apa ya mereka, atau jangan-jangan, besan Mas Rohman bekerja dirumah Pak Surya. Bisa saja itu bukan hutang, tapi memang majikan mereka yang baik dan memberikannya secara cuma-cuma. Tatib kembali bersuara.
"Lah kamu kira ada orang kaya sebaik itu apa!!! Ngasi uang satu Milyar, mobil plus perhiasan sebanyak itu dengan gratis!!! Hah??? Balas Retno ketus, dia menolak semua anggapan itu. Karena dia paling tidak suka di saingi, terutama masalah harta.
"Ya, kan bisa saja mbak. Namanya juga orang kaya. Ucap Tati Santai.
"Kalo pun mau ngasi, ya kan gak sebanyak itu kali. Mahar dengan harga fantastis, di imbangi dengan kerja mereka seumur hidup di rumah Pak Surya juga gak bakalan cukup untuk bayar hutang segitu banyaknya, cuma untuk ngasi mahar anak pembantu." Balas Retno lagi sambil mencibir. "Kalian itu kebanyakan nonton sinetron ikan terbang. Dengan mahar sebanyak itu tidak pantas membuat Shanum dan Rohman sekeluarga menjadi kaya dan sempadan dengan keluarga ku. Sampai kapan pun mereka itu tetap di bawah, tidak ada jalan bagi mereka untuk bisa sederajat dengan keluarga ku. Lha wong besannya aja hanya seorang babu dan supir. Di tambah punya menantu lumpuh lagi. Lha Shanum kok mau-maunnya nerima suami kayak gitu." katanya lagi sambil tertawa.
"Iya sih, masuk akal juga. Mungkin saja mahar itu hanya di pinjamkan, dan nanti setelah ijab kabul akan di kembali kan lagi. Kasihan banget ya nasib si Shanum." ucap Tati sambil tertawa juga. "Hanya demi gengsi mertuanya ingin di pandang wah di kampung kita. Sampe-sampe ngutang sebanyak itu. Dan yang kasiannya lagi Rohman. Berharap hidup menjadi orang kaya dan hidup enak tanpa harus bekerja dengan adanya mahar si Shanum. Nyatanya..... "Hahaha, Retno tertawa terbahak-bahak.
Kedua kakak beradik itu tertawa terbahak-bahak, mereka menertawakan Rohman saudaranya. Nampak sekali mereka tidak suka ketika kehidupan Rohman lebih baik dari mereka. Dari hati yang busuk, serta iri dengki, terlihat jelas di wajah-wajah mereka.
"Oh, iya Ris. Kamu juga jangan mau kalah dengan Shanum. Minta belikan suami kamu perhiasan yang banyak. Kalo perlu tiga shet sekalian. Suami kamu kan seorang manager, pasti itu kecil buat dia. Titah Retno sambil menatap Riska dengan wajah serius.
" Itu sudah pasti Bu, mana mungkin aku biarkan si Shanum itu kelihatan wah dari aku, dan itu akan menginjak harga diriku."ucap Riska dengan nada ketus."Dia itu anak orang susah, tidak bisa di bandingkan sama aku, yang suaminya seorang manager. Emang kayak suaminya Shanum yang hanya anak pembantu yang lumpuh, udah gitu pengangguran, beristri pula. Gak ada yang bisa dibanggakan sama sekali." ejek Riska. "Nanti pasti aku minta belikan perhiasan yang banyak sama Mas Radit. Dia pasti tidak akan keberatan."
Dari tadi malam, setelah melihat Shanum mendapatkan mahar sebanyak itu, Riska memang sudah berniat minta belikan perhiasan dan ganti mobil pada Radit. Dia tidak akan membiarkan harga dirinya di injak-injak oleh Shanum. Padahal Shanum sama sekali tidak melakukan apa pun, memang dianya yang punya otak eror. Yang tidak ingin tersaingi.
******
"Suami mu sedang apa ndok? Ayo ajak dia makan dulu, makan siang sudah ibu siapin. Tapi ibu, gak tau menu kesukaan suamimu apa, semoga saja dia mau makan masakan ibu yang sederhana ini. " ucap Lasmi sambil menata masakan di meja.
"Tadi sih waktu aku tinggalin habis sholat Dzuhur katanya mau tidur siang dulu Bun," ucap Shanum singkat.
"Ya, sudah kalo gitu biarkan dia istirahat saja, mungkin dia kelelahan. Ayo ajak Ayah dan adik-adik mu makan siang, mereka pasti sudah lapar?" titah Lasmi.
Tanpa menjawab, Shanum pun memanggil Ayah dan kedua adiknya untuk makan siang. Mereka makan bersama tampa Bisma, pria itu malah tidur nyenyak di kamar Shanum yang hanya bertemankan kipas angin. Kamar sempit dengan tempat tidur yang sederhana itu membuatnya hangat. Dengan hembusan angin melalui jendela membuat udara kamar terasa segar. Dan Bisma bisa memejamkan matanya dalam waktu sekejap sudah terdengar dengkul halus dari bibirnya.
Hingga menjelang Asar masuk ke kamarnya, dengan membawa sepiring nasi untuk Bisma yang sudah melewatkan jam makan siang. Kemarahannya pada Bisma sudah mulai mereda. Walau bagaimana pun dia harus menghormati suami, meskipun dalam keadaan kesal dan marah sekali pun.
Saat Shanum membuka pintu, terlihat Bisma sedang memeluk guling kesayangan Shanum. Tanpak wajahnya yang begitu tenang dikala terpejam. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah alami serta kulitnya yang putih bersih. "Jika di pandang seperti ini, dia terlihat sangat tampan." gumam Shanum dalam hati sambil memperhatikan wajah sang suami. "Sudah enam bulan kita tidak bertemu Mas, dulu pertama kali bertemu kamu dalam keadaan koma usai kecelakaan. Dan saat itu aku masih jadi mahasiswa magang. Aku gak percaya sekarang justru kamulah yang jadi suami ku." kenang Shanum saat pertama kali bertemu Bisma. Dia baru sadar jika Bisma dulu pernah jadi pasiennya.