Hati Seorang Ibu (Single Mom)

Hati Seorang Ibu (Single Mom)

Ep. 1 - Keluarga mertua

Ep. 1 - Keluarga mertua

🌺Single Mom🌺

Ruangan besar itu terasa dingin, meski sinar matahari menerobos masuk melalui jendela tinggi.

Naya, gadis kecil berusia empat tahun dengan rambut lurus hitam, berlari-lari sambil tertawa riang di ruang tengah rumah keluarga besar Arga.

Tangannya membawa boneka favoritnya sambil berputar-putar seperti balerina kecil yang sedang menari.

Namun, saat itu juga, Hilda, nenek dari pihak ayah Naya, melintas membawa nampan berisi vas bunga.

"Brak!"

Tubuh kecil Naya menabrak kaki Hilda. Vas bunga yang ada di tangannya pun hampir jatuh, tapi untungnya Hilda berhasil menyeimbangkan diri.

Hilda pun berhenti sejenak, wajahnya berubah menjadi tegang lalu memekik, "Astaga! Anak ini!," serunya tajam. Seketika Naya pun terdiam. Tawa riangnya berubah menjadi tatapan bingung dan rasa takut.

Sementara, Kirana yang berada di sudut ruangan, segera menghampiri mereka. "Ada apa, Bu?," tanyanya cemas.

Hilda lalu menatap Naya dengan tatapan marah. "Anakmu ini tidak bisa diajari sopan santun! Berlarian seperti itu di rumah orang! Apa kamu tidak pernah mengajarinya cara bersikap?," ujarnya.

Kirana pun memegang bahu Naya yang mulai gemetar. "Naya, Sayang, bilang maaf ke Nenek. Kamu tidak sengaja, kan?," ucap Kirana, lembut.

Namun Naya hanya menggigit bibirnya dengan air mata yang mulai mengalir di pipinya. "Aku... aku nggak sengaja... hiks hiks hiks," ucapnya pelan sambil terisak.

Hilda mendengus keras, lalu matanya menatap tajam ke arah Kirana. "Halah! Ibu dan anak sama saja! Tidak tahu aturan! Kamu ini memang sudah tidak pantas tinggal di rumah ini sejak awal!."

Mendengar perkataan itu, Kirana merasakan panas yang menjalar ke wajahnya dan menyulut emosi tapi ia menahan diri.

Ia tahu, berdebat hanya akan memperburuk keadaan. Lalu ia berlutut di depan Naya sambil menyeka air mata putrinya. "Naya, Sayang, dengar Ibu. Nenek tidak marah kok kalau kamu bilang maaf yang sungguh-sungguh."

"Hu hu hu hu hu hu hu... 😭😭😭."

Tapi Naya hanya semakin keras menangis, dengan kepala yang semakin tertunduk. "Aku takut, Bu..."

"Ck!." Hilda berdecak sambil menggelengkan kepalanya dengan tatapan penuh kejengkelan. "Anakmu ini benar-benar tidak bisa diatur, Kirana. Jangan harap dia bisa tumbuh jadi orang kalau kamu terus seperti ini!," gerutunya.

Kirana pun menarik napas panjang, lalu menatap ibu mertuanya itu. "Maaf, Bu. Naya tidak sengaja. Saya akan lebih hati-hati menjaganya."

Tanpa menunggu jawaban, Kirana langsung menggendong Naya yang masih terisak dan membawanya menjauh.

Di hati kecilnya, ia tahu bahwa ini bukan hanya masalah kecil. Kehidupan di rumah besar itu semakin terasa seperti medan perang yang harus ia menangkan demi Naya dan suaminya, Arga.

**

Setelah insiden tadi, Hilda ikut bergabung dengan kedua putrinya di taman belakang. Meja kecil dengan minuman teh dan makanan sudah siap untuk menjadi tempat berkumpul mereka setiap sore.

Putri kedua Hilda bernama Mira, ia sudah menikah dengan seorang pengusaha kaya. Ia duduk sambil menyilangkan tangan di dada lalu melirik ke arah Kirana yang tengah menenangkan Naya dari kejauhan. "Lama-lama dia semakin ngelunjak, Bu," ucapnya tajam.

Hilda pun mendengus sambil duduk di kursi. "Itulah yang Ibu bilang dari dulu. Arga terlalu keras kepala, tidak mau mendengarkan keluarga. Lihat apa jadinya sekarang. Dia menikah dengan beban yang seperti itu."

Sementara itu, adik bungsu Arga yang bernama Lima dan masih kuliah, hanya mengangguk-angguk sambil menyesap tehnya. "Sejak awal juga sudah kelihatan, Mbak. Kak Arga kan bisa dapat yang lebih baik. Kenapa harus dia?," ujarnya.

"Dia cuma modal wajah cantik, Bu. Kalau dia tidak bisa bikin kak Arga jatuh cinta, mana mungkin bisa masuk ke keluarga ini. Dan sekarang, dia membawa anaknya juga, semakin merepotkan saja!," tambah Mira.

Hilda pun mendesah sambil memijit pelipisnya. "Ibu sudah bilang dari dulu, tapi siapa yang mendengarkan Ibu? Hanya ayah kalian yang selalu membelanya. Apa pun yang dia lakukan, selalu benar di mata Ayah kalian itu."

"Ayah itu terlalu baik hati, Bu. Tapi sekarang, kita tidak perlu lagi pura-pura baik. Dia harus tahu tempatnya," timpal Mira seraya mendengus.

Lila yang sejak tadi lebih banyak diam pun akhirnya berkata, "Tapi Bu, kalau kita terlalu keras, nanti orang-orang ngomongin keluarga kita. Lagipula, dia kan sudah punya anak..."

"Anaknya? Anak itu cucu Ibu juga, Lila! Tapi jangan lupa, Ibu tidak pernah meminta dia lahir di sini. Semua ini karena Arga yang tidak berpikir panjang!," potong Hilda.

Sementara itu, Kirana yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka dari balik pintu hatinya terasa seperti dihujam duri.

Tubuhnya bergetar, tapi ia memilih diam dan menahan diri demi Naya. Ia tahu, ini bukan pertama kalinya ia mendengar cemoohan seperti itu, dan ia yakin jika itu bukan yang terakhir.

**

Senja mulai turun, sinar matahari menguning menghiasi halaman rumah besar keluarga Arga.

Di teras depan, Kirana duduk dengan Naya di pangkuannya sambil membacakan buku cerita untuk menenangkan putrinya yang sempat menangis siang tadi.

Tiba-tiba, suara mobil terdengar di jalan masuk dan gerbang pun terbuka. Naya lalu menoleh dan wajahnya yang tadi sendu pun langsung berseri. "Ayah pulang!," serunya sambil melompat dari pangkuan Kirana.

Dari mobil yang baru saja berhenti, Arga turun dengan tersenyum lebar. Di tangannya ada dua paperbag, satu besar berwarna merah muda dan satu lagi kecil berwarna cokelat.

Ia membentangkan kedua tangannya dan bersiap menyambut putri kecilnya yang sedang berlari ke arahnya. "Naya, sini peluk Ayah!."

Naya berlari dengan tawa riang dan langsung memeluk Arga dengan erat. "Ayah bawa hadiah?," tanyanya dengan mata berbinar-binar.

Arga pun tertawa kecil sambil mengangkat Naya. "Tentu saja. Ayah selalu punya sesuatu untuk putri Ayah yang paling cantik."

Arga mengeluarkan boneka beruang kecil dari salah satu tas, lalu menyerahkannya pada Naya.

Sementara itu, Kirana kini berdiri dari tempat duduknya seraya tersenyum kecil. Lalu Arga berjalan mendekat sambil menggendong Naya. "Dan ini," katanya, menyerahkan paperbag kecil ke Kirana. "Untuk istri tercintaku."

Kirana pun menerimanya dengan hati yang hangat. "Terima kasih, Mas. Apa ini?," tanyanya sambil melirik tasnya.

"Buka saja nanti. Aku yakin kamu suka," jawab Arga sambil tersenyum lebar.

Tak lama kemudian, mobil lain datang memasuki halaman. Dari dalamnya, Herman, ayah Arga, keluar dengan jas yang rapi.

Pria paruh baya itu langsung tersenyum saat melihat cucu kesayangannya. "Mana cucu kakek? Naya, sini peluk Kakek!," ucap Herman.

Naya, dengan boneka barunya di tangan, langsung melompat dari gendongan Arga dan berlari ke arah Herman. "Kakek! Kakek lihat, Ayah kasih boneka baru!," katanya sambil memamerkan hadiahnya.

Herman pun tertawa, lalu menggendong Naya dengan penuh kasih sayang. "Wah, boneka yang cantik! Kamu suka, Sayang?."

"Suka sekali, Kek!," jawab Naya riang sambil memeluk bonekanya.

Pemandangan itu membuat hati Kirana menghangat. Arga dan Herman sama-sama memberikan cinta yang tulus untuknya dan Naya. Tapi di sisi lain, Hilda dan Mira yang melihat mereka dari jauh merasa geram.

"Lihat saja itu, Bu. Wanita itu benar-benar tahu caranya mencuri perhatian. Bahkan ayah pun masih membelanya."

Hilda mengepalkan tangannya dan merasa marah. "Dasar penjilat! Wanita itu sudah merebut hati semua laki-laki di rumah ini! Kalau saja Arga tidak terlalu keras kepala dulu, kita tidak akan terjebak dengan situasi seperti ini!."

"Mungkin ayah dan Kak Arga suka kak Kirana karena dia beda dari kita, Mbak...," timpal Lila yang berdiri di samping mereka, sambil meminum tehnya.

"Lila!," sergah Mira sambil melotot tajam ke adiknya. "Jangan mulai membela dia! Kamu itu harus sadar siapa kita dan siapa dia," lanjutnya.

"Dia boleh merasa menang sekarang. Tapi ingat, Mira, dia tidak akan selamanya bisa bergantung pada keberuntungan. Kita akan lihat nanti, siapa yang benar-benar pantas tinggal di rumah ini," ujar Hilda seraya menyeringai dingin.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

dewidewie

dewidewie

salam kenal kakak, aku sudah tambah subscribe ya kakak, nanti mampir juga di karyaku

2025-01-02

1

dewidewie

dewidewie

Sadis bener tuh mulut

2025-01-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!