Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 15
Memiliki teman yang nasibnya begitu beruntung mungkin tidak pernah dibayangkan oleh Elil. Seorang gadis yatim piatu yang begitu polos dan lambat mengerti ucapan orang lain, membuatnya dijauhi banyak orang, terutama mereka yang seumuran. Namun, hal tersebut tak membuat Elil berkecil hati. Pikirannya selalu positif menanggapi perlakuan buruk mereka tanpa ada niat untuk membalas.
"Pantas orang tuanya meninggal. Dia saja sebodoh itu. Mereka pasti malu punya anak idiot sepertinya," sindir salah seorang karyawan seraya melirik sinis pada gadis manis yang sedang sibuk mengelap kaca lemari.
"Sudahlah jangan terus-terusan membullynya. Nanti kau kena batunya sendiri. Temannya adalah istri atasan kita. Salah-salah kau bisa dipecat jika dia sampai mengadukanmu. Biarkan saja,"
"Lidahku terlalu gatal membiarkan orang-orang tak tahu diri seperti mereka. Sampah,"
"Jaga ucapanmu. Kantor ini punya telinga,"
"Memangnya kenapa? Aku tidak takut jika dia mengadu pada bos kita sekali pun. Huh!"
Elil akhirnya bereaksi. Dia menatap karyawan tersebut kemudian berjalan menghampiri. Ada rasa tak nyaman muncul di hati saat dirinya dianggap sampah.
"Apa kita saling kenal?"
Ucapan Elil membuat kedua karyawan tersebut mengerutkan kening. Mereka saling pandang cukup lama sebelum akhirnya salah satu dari mereka terkekeh sinis.
"Kenapa? Sedang mencari tahu tentang identitas kami lalu melapor pada atasan? Iya?"
"Kalau bisa aku selesaikan sendiri kenapa harus melapor? Akukan bukan anak kecil," jawab Elil tanpa terlihat marah sedikit pun. Lagi-lagi dia merasa bingung kenapa dua wanita ini begitu semangat saat membicarakannya. Apa karena mereka ingin mengenalnya lebih dekat? Entahlah.
"Cihh, percaya diri sekali kau. Dengan bentukan seperti ini ingin mengaku sebagai orang dewasa? Haha, kau pikir kami akan percaya. Kau itu cuma anak ingusan yang belum memahami seluk beluk kehidupan. Makanya kau dan temanmu itu tidak pikir panjang sebelum melakukan sesuatu. Menggoda atasan dengan cara naik ke ranjangnya. Kau kira orang dewasa mau melakukan hal rendahan seperti itu?"
"Memangnya kenapa kalau dia naik ke ranjang atasan? Masalah buat kalian?"
Cio yang kini punya kebiasaan ingin selalu dan selalu melihat Elil, dengan penuh semangat datang ke Group Ma sambil membawa cemilan. Namun, sesampainya di sini dia tak sengaja melihat Elil yang sedang bertengkar dengan dua karyawan wanita. Emm tidak tahu bertengkar atau tidak sih karena ekspresi gadis ini malah terlihat seperti orang bingung. Akan tetapi saat mendengar kata-kata pedas yang diucapkan oleh salah satu karyawan tersebut, Cio jadi meradang.
"T-Tuan Cio, selamat siang," sapa si karyawan ketakutan sambil menundukkan kepala.
"Aku baru tahu kalau Group Ma memelihara pekerja yang sukanya memandang remeh orang lain. Dibayar berapa kalian di sini? Biar ku bayar sepuluh kali lipat agar mataku tak sakit masih harus melihat kalian saat bertandang ke mari. Anggap sebagai uang pesangon!" tandas Cio penuh penekanan.
"T-Tuan, tolong jangan begitu. Kami ... kami hanya sedang bercanda saja dengan Elil. Sungguh. Iyakan, Lil?"
"Tidak kok, aku tidak sedang bercanda dengan kalian. Kan tadi aku sedang mengelap lemari, dan kau menyebutku sampah. Aku ingin menjelaskan, jadi kita bukan sedang mengobrol," jawab Elil jujur mengatakan yang sebenarnya. Setelah itu dia menatap Cio. "Memangnya kau punya uang ya sampai ingin memberikan pesangon pada mereka? Kau itukan pengangguran yang bisanya menghabiskan harta orang tua. Dari mana dapat uang?"
Jika Cio sudah terbiasa dengan anggapan pengangguran, lain cerita dengan dua karyawan di hadapannya. Mata mereka terbelalak besar sebesar biji jengkol saat mendengar ucapan Elil tentang pewaris tunggal keluarga Stoller yang dianggap sebagai pengangguran. Apa gadis ini tidak tahu kalau Cio Morigan Stoller adalah salah satu pembisnis muda yang usahanya menggurita di mana-mana. Walau belum bisa menyaingi kejayaan Group Ma, posisi pria ini cukuplah diperhitungkan dalam dunia bisnis. Lantas apa kata Elil tadi? Pengangguran yang bisanya cuma menghabiskan harta orang tua? Ya Tuhan.
"Itu apa?" Elil penasaran dengan bingkisan di tangan Cio. Bau-baunya seperti makanan. Jadi lapar.
(Giliran makanan saja dia cepat pekanya. Huh,)
"Cemilan," jawab Cio cetus. Dia kesal karena makanan yang dibelinya lebih menarik di mata Elil.
"Wahh, kebetulan aku sedikit lapar. Yuk kita cari tempat yang pas untuk menikmati cemilan itu,"
"Lalu mereka bagaimana?"
"Mereka siapa?"
Cio menggerakkan dagu ke arah dua karyawan yang masih terlihat syok di hadapannya. Wajar, bukan hal yang mudah menerima ucapan Elil tentang dirinya yang dicap sebagai pengangguran. Diawal-awal tuduhan dia saja hampir mati jantungan, apalagi mereka. Cio maklum.
"Mereka menghinamu. Apa tidak ingin memberikan efek jera agar ke depannya nanti mereka tak berani mengganggumu lagi?" Cio kembali menekankan. "Aku tidak keberatan lho menghukum mereka."
"Cio, kita ini bukan Tuhan yang boleh sembarangan menghukum orang. Lagipula aku juga tidak merasa mereka menjahatiku kok. Mungkin mereka hanya ingin mengenalku lebih dekat, tapi caranya salah," sahut Elil dengan bijak. Pikirannya terlalu positif sampai tidak tahu bagaimana cara untuk marah atau pun tersinggung.
"Sesantai ini?"
"Lalu aku harus bagaimana? Berjoget seperti beruk, begitu?"
"Setidaknya marahlah sedikit. Jangan terlalu lurus jadi orang."
"Lurus saja aku masih tetap miskin, apalagi kalau belok-belok. Apa tidak semakin miskin aku,"
Cio terkesima mendengar jawaban Elil. Sudahlah, mungkin gadis ini memang sebaik itu memilih untuk mengabaikan. Namun, bukan Cio namanya jika tak bisa membuat orang lain menjadi salah tingkah. Sambil merangkul pundak Elil, dia mengucapkan satu kalimat panjang yang mana membuat dua karyawan tersebut menelan ludah karena ketakutan.
"Gadis yang kalian hina sekarang berada di bawah perlindunganku. Dan ini terjadi bukan karena dia naik ke ranjangku, tapi akulah yang memaksa untuk ada di sisinya. Jika di kemudian hari aku mendapati kalian kembali mengganggunya, jangan salahkan aku membuat kalian benar-benar naik ke ranjang hidung belang dan menjadikan kalian nyonya dari laki-laki tua yang sudah bau tanah. Ingat pesanku ini baik-baik!"
Elil tersenyum sambil melambaikan tangan saat Cio ingin mengajaknya pergi. Dia sama sekali tak sadar kalau kedekatan mereka membuat banyak orang terkejut.
"Kenapa ekspresi mereka seperti sedang melihatnya hantu ya? Aneh sekali,"
(Bukan mereka yang aneh, kau saja yang tidak peka. Siapa yang tidak kaget melihat Tuan Stoller terang-terangan merangkul seorang gadis cleaning servis di hadapan banyak orang? Wajarlah kalau mereka kaget. Mereka tahu benar siapa diriku. Tidak sepertimu yang lambat menyadari sedang bersama ATM berjalan)
"Kenapa berhenti?" tanya Cio heran melihat Elil tiba-tiba duduk di tangga darurat. Gadis ini menolak saat ingin diajak masuk ke lift.
"Makan cemilannya di sini saja." Elil mengibaskan tangan ke wajahnya. Agak gerah sedikit. "Kalau di tempat terbuka, nanti ada yang minta cemilan itu."
"Hah?"
"Tidak apa-apa, Cio. Setelah Ilona menikah, aku selalu makan sendirian di tempat sepi. Mereka takut tertular kesialan jika terlalu dekat denganku. Tidak apa-apa ya kita makan di sini saja. Sama-sama bisa membuat kenyang dan jadi kotoran juga meski pun di makan di tempat seperti ini. Hehehe,"
Normalnya manusia, pasti akan menunjukkan ekspresi sedih saat menceritakan soal pembullyan yang dialaminya. Tetapi, Elil berbeda. Cio sampai melongo tak percaya melihat reaksinya yang begitu santai tanpa beban. Benarkah gadis ini masih manusia? Cio takjub.
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....