Kinara Wirasti seorang wanita berusia 55 tahun, bertemu dengan kekasihnya di masa lalu yang bernama Anggara Tirta pria seumuran dengannya. Ternyata Anggara adalah mertua dari anaknya. Bagaimana kisah cinta mereka? Akankah bersatu di usia senja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Hampir Celaka
Ternyata Anggara sendiri yang sengaja menambahkan garam kedalam makanannya, ia melakukannya tanpa sepengetahuan Kinara. Ketika mencicipi masakannya yang masih berada di dalam wadah, Kinara merasa keheranan.
"Bagaimana, Nyonya? Masakannya enakan?" tanya Bik Siti sambil membereskan meja.
"Enak, Bik. Di piring Mas Anggara rasanya asin," balas Kinara.
"Pasti Tuan sedang mengerjai Anda. Beliau tidak bisa makan makanan asin," kata Bik Siti tersenyum.
Kinara menatap ke arah Anggara, ia meminta penjelasan. Ia sudah sangat ketakutan, tidak biasanya masak dengan rasa asin.
"Sayang, aku hanya bercanda," ungkap Anggara sama sekali tidak merasa bersalah.
Sebagai permintaan maaf, Anggara akan membelikan apa yang diinginkan kekasihnya itu. Namun, Kinara menolak merasa tidak pantas dibelikan sesuatu.
Ketika berada di perjalanan menuju ke rumah Kinara, Anggara menghentikan mobilnya di depan sebuah mall terbesar di kota itu. Namun, Kinara tidak mau turun dari mobil karena takut hubungannya dengan Anggara diketahui banyak orang.
"Nara, aku akan melindungi mu dari hujatan banyak orang. Ayo kita masuk ke dalam." Anggara mengusap lembut wajah Kinara.
"Tidak, Mas. Aku mempunyai prinsip sendiri." Kinara menegaskan.
Anggara tersenyum tipis, "Prinsip! Apa hubungan kita ini memalukan?"
"Maksudku bukan gitu, Mas. Kalau sudah mendapatkan restu dari anak-anak dan orang tuamu, aku siap terbuka," ujar Kinara.
Anggara tidak memaksa Kinara lagi, ia melajukan mobilnya dengan kencang. Padahal niatnya hanya ingin membahagiakan kekasihnya, tetapi ditolak.
Hampir saja mereka berdua kecelakaan, untung saja Anggara bisa menginjak pedal rem dengan tepat. Ia terlalu kencang melajukan kendaraan, dan tiba-tiba di depan ada truk besar yang melintas.
Kinara menghembuskan napas beratnya, ia memegang dadanya yang terasa sesak. "Mas, kamu keterlaluan!"
"Sayang, kamu baik-baik saja kan? Maafkan aku," ujarnya Anggara, lalu menarik Kinara ke dalam pelukannya.
Tin ... tin ... tin!
Suara klakson mobil dari pengendara lain yang tidak sabar memecahkan keheningan itu, Anggara segera menginjak gas dengan pelan. Ia menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Sayang, maafkan aku," ungkap Anggara sambil mencium punggung tangan kekasihnya.
Kinara menarik tangannya, "Mas, belajarlah untuk mengontrol emosi. Kita hampir saja kehilangan nyawa."
Anggara berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi, ia juga akan belajar untuk lebih bersabar dalam menghadapi masalah. Ia menelpon sopir kantornya, agar mengantarkannya ke rumah Kinara.
Kini Anggara dan Kinara duduk di kursi belakang, mereka terlihat begitu mesra. Kinara menyandarkan kepalanya di pundak Anggara, dengan penuh kelembutan Anggara mengusap lembut kepala kekasih hatinya itu.
Mereka terlihat sangat serasi, saling perhatian layaknya seorang suami istri yang sedang menikmati waktu berdua.
"Tuan, kita kemana?" tanya sopir tidak berani melirik ke spion, maupun menoleh ke belakang.
"Sayang, tunjukkan jalan ke rumahmu," kata Anggara.
Kinara memberikan petunjuk jalan ke rumahnya, ia memilih jalan yang sepi karena merasa takut dengan kejadian tadi.
"Mas, aku turun di sini saja." Saat ini mereka sudah sampai di jalan dekat rumah Kinara.
Anggara mengerutkan dahinya, "Sayang, ini masih lumayan jauh. Jangan bercanda."
"Aku takut, Mas." Kinara berharap Anggara mengizinkan berjalan kaki.
Tanpa menunggu persetujuan lebih dulu, Anggara meminta sopirnya untuk melanjutkan jalannya menuju ke rumah Kinara. Setelah sampai di depan rumah, Anggara ikut turun.
Ada Angel dan Niko yang sudah menyambut kedatangan mereka. Raut wajah Angel terlihat sengit, menatap ibunya.
"Tuan, terima kasih sudah mengantarkan aku pulang," ungkap Kinara.
"Iya, Nara," balas Anggara singkat.
"Sebenarnya Mamah kemana saja? Kenapa bisa pulang diantar Papah Anggara?" tanya Angel menatap mamahnya.
Anggara langsung pasang badan, ia berusaha menjelaskan agar kedua anaknya tidak menyalahkan Kinara. Namun, Angel tidak percaya dengan penjelasan Anggara.
"Kebetulan terus ya," ucap Angel sinis.
"Sayang, udah dong. Mungkin Papah dan Mamah tidak sengaja bertemu," kata Niko, berusaha menenangkan istrinya.
"Nik, kamu percaya? Rumah mereka berjauhan, jalan untuk beraktivitas tidak ada yang searah." Angel bersikeras menyangkal semua.
Kinara memberikan isyarat agar Anggara pulang, mumpung ada kesempatan. Ia tidak menginginkan semua ini menjadi masalah.
Ketika Anggara berpamitan pulang, Angel dan Niko masih saling berdebat.
"Cukup! Ini bukan masalah besar, kalian tidak perlu berdebat." Kinara berkata dengan tegas.
"Mah, aku tidak mau kalau sampai Mamah mempunyai hubungan dengan papah!" Angel menyilangkan tangan di dadanya.
Niko menggelengkan kepala, ia justru sangat bahagia kalau Anggara dan Kinara terbukti mempunyai hubungan.
"Apa kalian tidak ingin melihat Mamah bahagia?" Dalam hati Kinara ingin segera membuka rahasia besar yang sudah disembunyikan dari Angel.
"Bahagia tidak dengan menikah, Mah!" Angel merasa kecewa, ia mengambil tasnya lalu meninggalkan Niko dan Kinara yang masih mematung di tempat.
Kinara mencegah Niko yang hendak mengejar Angel, agar putrinya mempunyai waktu untuk berpikir jernih. Seringkali Angel marah, tetapi akan membaik dengan sendirinya.
Di ruang tamu, suasana tampak hening. Kinara dan Niko duduk sambil menunggu Angel pulang.
"Mah, sebenarnya aku sudah mengetahui semuanya," kata Niko, memecah keheningan.
"Tahu soal apa?" Kinara bertanya pelan, hatinya berdesir.
"Hubungan Papah dan Mamah," balas Niko tersenyum tipis.
"Maksudnya apa, Niko? Kita ....
"Aku justru senang kalau orang itu, Mamah." Niko memotong ucapan Kinara.
Seketika Kinara diam, mencerna setiap kata yang baru saja dilontarkan oleh menantunya. Ia pun berpikir kalau lebih baik mengakuinya dengan jujur.
"Niko, sebenarnya aku dan Mas Anggara sudah ...
Kinara menghentikan ucapannya, karena mendengar suara ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari asisten Oma Salma, beliau meminta Kinara menginap di rumahnya. Ia berusaha menolak, karena Angel masih dalam keadaan marah. Kalau sampai Kinara pergi, pasti putrinya tidak akan tinggal diam.
Asisten itu juga mengatakan kalau Oma Salma meminta ditemani disisa usianya, sehingga membuat Kinara semakin dilema.
"Mah, ada apa?" tanya Niko, menatap Kinara yang memeluk ponselnya.
"Mamah bingung harus gimana, Nik. Angel masih marah, sedangkan pemborong sayuran minta ditemani." Kinara merasa bimbang.
"Aku cari Angel, Mah. Mamah lebih baik pergi dulu kalau penting." Niko berusaha memahami mertuanya.
"Baik! Kamu hati-hati ya? Tolong sampaikan permintaan maaf untuk Angel." Kinara berusaha tersenyum.
Setelah Niko pergi, Kinara masuk ke dalam kamarnya. Ia berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang mulai mengkerut. Kinara menertawakan dirinya sendiri, di usia yang mulai menua justru mempunyai perasaan cinta yang menggebu-gebu.
Kinara memukul cermin dengan keras, sehingga pecah berserakan. Darah segar bercucuran keluar dari tangannya yang terluka, ia melihat telapak tangannya. Air mata menetes di wajahnya, hatinya terasa perih.
"Kenapa semua terjadi? Aku hanya ingin merasa bahagia," gumamnya dalam hati.
Tubuh Kinara tiba-tiba melemas tak berdaya, ia tergeletak di lantai. Perlahan matanya terpejam, tak mampu menahan rasa sakit.
Makin tua, makin jadi🤣
setuju kalian menikah saja
jamgan hiraukan angel
semoga segera dapat donor darah yg cocok dan bisa selamat
ayo semangat kejar kinara🥰
semoga kamu dapat restu anggara.. semangat