🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Ruka tunggu," tahan El saat Ruka hendak masuk kedalam kamarnya. "bisa kita tukeran kamar gak? Gak mungkin gue bisa naik keatas dengan kaki seperti ini.
Ternyata tak hanya kepalanya yang cedera, kaki kiri El sedikit pincang karena terkilir dan diharuskan memakai tongkat.
Ruka mengerutkan hidungnya, "nyusahin lo!" ujarnya lalu masuk kedalam kamar membereskan beberapa barang-barangnya dengan wajah masam, sementara El hanya bisa mengamati dari sofa dengan kaki yang diluruskan. "Kalau aja kaki lo gak terkilir, gue sumpah udah ngusir lo dari rumah ini," gerutu Ruka sambil melempar beberapa bantal ke sudut ruangan.
"Ya maaf, Princess. Gue gak sengaja jatuh, oke? Lo kira gue seneng kayak gini?" El membalas dengan santai tapi penuh sindiran, membuat Ruka semakin mendengus kesal.
Setelah beberapa menit, Ruka muncul kembali dengan beberapa barang di tangannya. "Nih, gue udah kosongin kamar. Tapi gue kasih tahu satu hal, El. Jangan sentuh apapun yang ada di meja rias gue. Dan satu lagi, jangan ngotorin kasur gue!"
El terkekeh kecil, meski raut wajahnya tampak kelelahan. "Relax, gue bukan orang barbar, kok. Lagian gue bakal lebih sering tidur daripada ngoprek barang lo."
"Tidur sih tidur, tapi gue gak mau nemu remah makanan atau apapun di kamar gue nanti," tegas Ruka sambil melipat tangan di dada.
El mengangkat tangan seperti orang menyerah. "Oke, oke. Gue janji, kamar lo bakal aman. Puas?"
"Kalau lo macem-macem, gue pastiin lo tidur di sofa sampai sembuh."
"Deal. Sekarang bantu gue pindah ke kamar lo. Kalau gue jalan sendiri, yang ada gue tambah cedera."
Ruka mendesah panjang, lalu berjalan menghampirinya. "El, lo tuh bener-bener nyusahin banget, tau gak sih?"
"Tapi lo tetep nolongin gue kan?" goda El sambil menatap Ruka dengan seringai kecil.
"Karena gue orang baik," jawab Ruka dengan ketus, meskipun ia tetap membantu El berdiri dan membantunya berjalan pelan menuju kamarnya.
Setelah memastikan El nyaman di tempat tidur, Ruka berdiri di ambang pintu sambil melipat tangan. "Ingat, El. Lo cuma numpang sementara. Jangan bikin gue nyesel ngasih kamar gue ke lo."
El hanya mengangguk dengan senyum yang sedikit melemah. "Iya bawel, jangan lupa tutup kembali pintunya."
Ruka mendengus pelan dan membanting pintu kamar sedikit lebih keras dari yang seharusnya. "Dasar nyusahin."
Akhirnya setelah drama dari semalam Ruka baru bisa memegang ponselnya yang sejak semalam lowbat. Saat ponsel di hidupkan, berondongan pesan dan notifikasi panggilan tidak terjawab memenuhi ponselnya.
"Astaga Diego!" pekik Ruka, dia baru ingat jika dia punya janji dengan lelaki itu.
Ruka terpaku menatap layar ponselnya yang penuh dengan pesan dan panggilan tak terjawab dari Diego. Jantungnya berdetak cepat, rasa panik dan bersalah menyergapnya sekaligus.
*"Ruka, lo di mana?"*
*"Gue nungguin lo dari tadi!"*
*"Kalau lo gak niat, bilang aja dari awal!"*
Pesan-pesan itu, meski pendek, cukup untuk membuat dadanya sesak. Ia menggigit bibir, mencoba menenangkan diri sambil mengatur napas.
"Diego pasti marah besar," gumamnya, sebelum buru-buru mengetik balasan. Namun, baru beberapa kata, ponselnya kembali berdering. Nama Diego berkedip di layar.
Ruka menghela napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian, lalu menggeser tombol hijau. "Halo, Di..." suaranya terdengar pelan, penuh penyesalan.
"Ruka! Lo tahu gue nungguin lo semalaman?" Diego langsung memotong, suaranya tajam dan penuh emosi. "Lo janji sama gue, tapi lo gak datang. Lo bahkan gak ngabarin! Gue ini apa buat lo?"
Ruka tertegun, rasa bersalah semakin menguasainya. "Diego, gue minta maaf banget. Gue—gue beneran gak sengaja. Ponsel gue mati, terus semalam ada kejadian mendadak..."
"Kejadian apa yang lebih penting dari janji lo sama gue?" potong Diego dengan nada dingin.
Hening sejenak, Ruka bingung harus menjelaskannya pada Diego. Kalau dia jujur, pasti Diego akan curiga tentang hubungannya dengan El.
"Ah, elo emang biang kerok El!" rutuknya dalam hati.
"Ruka.. Kenapa diam saja?"
"Di.. Gue..."
"Udahlah, gue emang gak pernah penting dimata lo!" Diego langsung memutus panggilannya sepihak.
Ruka menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Panggilan itu sudah terputus, meninggalkan rasa sesak yang menghantam dada. Diego marah, dan kali ini, ia tahu itu bukan kemarahan biasa.
"Kenapa semua orang seolah nuntut gue? Gak Mama, gak Papa, bahkan Diego pun begitu, entah mereka anggap gue ini apa?" gumamnya, frustrasi. Ia mengusap wajahnya kasar. Tatapannya tajam menghunus pintu kamar seolah tengah memelototi si biang kerok—El Zio.
"Ya semua masalah ini berawal dari pernikahan sialan ini! El, gue pastikan lo segera ceraiin gue!"
Bersambung....