NovelToon NovelToon
Perjalanan Cerita Cinta Kita

Perjalanan Cerita Cinta Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Single Mom / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Balas dendam pengganti
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Violetta Gloretha

Arabella Brianna Catlin Hamilton saat ini tengah tersenyum sumringah dan perasaanya amat sangat bergembira.

Bagaimana tidak? Hari adalah hari anniversary kedelapan dari hubungannya dengan kekasih sekaligus teman masa kecilnya— Kenan Kelvin Narendra.

Namun, hatinya tiba-tiba hancur berkeping-keping ketika Kenan memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Kemudian, Bella mengetahui bahwa lelaki itu meninggalkannya demi wanita lain— seseorang dari keluarga kaya raya.

Karena tidak tahan dengan pengkhianatan itu, Bella menghilang tanpa jejak.

Dan enam tahun kemudian, Bella kembali sebagai seorang pengacara terkenal dan berusaha balas dendam kepada mereka yang berbuat salah padanya— keluarga si mantan.
**


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

    Malvin bergegas datang ke sekolah setelah istrinya menelponnya untuk memberitahu bahwa mereka sudah menjadi kakek dan nenek..

    "Dimana dia sekarang? Dimana cucu perempuan kita?." Tanya Malvin dengan penuh semangat, sembari menggenggam tangan istrinya.

    Elena terkekeh melihat Malvin yang tak kalah antusiasnya. Dia mengangkat sebelah alisnya. "Kamu terlihat sangat bersemangat. Kamu ingin kita punya anak lagi?."

    Malvin menyipitkan matanya. Dia melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu. "Tidak, aku sudah selesai menghamili mu. Gadis-gadis di rumah selalu mencuri perhatianmu untukku. Aku hanya sangat senang menjadi seorang kakek. Apa yang kamu bayangkan? Aku sangat bangga pada putra kita."

    "Aku tahu itu dan keluarga kita bertambah." Kata Elena tersenyum.

    Tidak butuh waktu yang lama bagi Stevia untuk akhirnya di ajak masuk kedalam kantor kepala sekolah, dimana Malvin dan Elena menyapa dan mengajaknya mengobrol. "Aku Oma mu, sayang. Ibu dari Daddy kamu." Kata Elena, tersenyum manis sembari menatap Stevia.

    "Benarkah? Anda Omaku?." Tanya Stevia memperjelas dan Elena menganggukkan kepalanya. Stevia tiba-tiba langsung melompat kedalam pelukan Elena. "Oma!! Daddy sempat membicarakan tentang Oma!."

   

    Hati Elena di penuhi dengan kehangatan. Dia memeluk gadis kecil itu dan membiarkan cintanya mengalir dalam pelukan itu. "Kamu sangat menggemaskan dan lucu."

    "Dan kamu harus mengenal kalau dia adalah kakek kamu." Kata Elena, wanita itu sedikit menjauh dan menoleh kearah suaminya yang matanya terlihat berkaca-kaca. Jarang sekali Elena melihat suaminya menangis. Namun, melihat cucunya untuk pertama kalinya membuat air mata Elena juga hampir membanjiri wajahnya, bukan air mata sedih melainkan air mata kebahagian.

    "Aku sekarang sudah menjadi kakek?." Malvin hampir tersedu-sedu, jantungnya berdebar dan dia begitu sangat bahagia.

    Rasanya ini semua seperti tidak nyata, mereka sempat berpikir jika mereka mungkin akan memiliki cucu ketika berumur enam puluh tahunan karena Kenan sepetinya tidak tertarik untuk menikah dan anak-anak perempuan mereka masih membangun dan menemukan jati diri mereka sendiri.

    "Aku juga punya Opa?." Kedua mata Stevia terbelalak. "Aku tidak pernah tahu kalau aku ternyata punya keluarga besar."

    Hati Elena terasa seakan tengah diiris, dia merasa bersalah. Setelah menyeka air mata disudut matanya, Elena buka suara. "Tentu saja, kamu punya keluarga yang besar, Kamu juga punya Bibi dan paman! Dan... kamu kamu juga punya kakek buyut!."

    "Oma tidak bercanda?." Tanya Stevia merasa kagum.

    Elena hendak menjawab pertanyaan Stevia, tetapi Malvin telah lebih dulu menyela.

    "Apa kamu tidak ingin memeluk kakek?."  Tanya Malvin, tatapan matanya teduh ketika pria itu mengulurkan tangannya kearah gadis kecil itu.

    Stevia tersenyum, berjalan lebih dekat dengan Malvin dan memeluk kaki pria itu. Mengingat jika pria itu cukup tinggi dan Stevia yang masih kecil. "Hai Kakek, kakek sangat tampan, seperti Daddy ku."

    Suara lembutnya menggelitik hati Malvin. Pria itu membungkuk untuk menggendong Stevia, lalu memutarnya di udara, membuat gadis kecil itu tertawa lepas. "Benar sekali! Itu karena aku adalah kakekmu!."

    Malvin dan Elena sama sekali tidak bisa berhenti mengoceh dan mengajak ngobrol anak kecil itu. Terlihat dari wajah mereka yang tersenyum, betapa gembiranya mereka karena telah dikaruniai seorang cucu perempuan disaat yang tidak mereka duga.

    Beberapa menit kemudian, Kenan dan Bella datang, hari Elena terasa sakit ketika dia melihat Bella. Setelah hamil dua kali dalam hidupnya dan mengetahui betapa sulitnya mengandung bayi selama sembilan bulan, Elena merasa kasihan karena membayangkan waktu-waktu Bella hamil dan dia hanya seorang diri.

    Seberapa sulit ini semua untuk Bella? Dia sendirian tanpa keluarga yang mendukung dan menemaninya, menyakitkan bahwa keluarga mereka menjalani kehidupan dengan baik, sementara Bella dan cucu perempuan mereka sendirian diluar sana tanpa seorang pun yang berada disisi mereka untuk memberikan dukungan fisik dan emosional.

    Elena mendesah dalam diam, berjalan mendekati Bella dan langsung memeluk wanita itu dengan begitu erat sembari mengusap punggung Bella. "Kamu wanita yang kuat Bella, kamu membesarkan Stevia dengan sangat baik. Dia baik, cantik, sopan dan lucu."

    Pada saat yang sama, perasaan Bella merasa rileks setelah berada didalam pelukan Elena yang menenangkan. Tidak perduli seberapa keras dia membenci Elena, Bella tidak akan sanggup melakukannya. Pelukan hangat dan sifat Elena yang keibuan adalah sesuatu yang  tidak pernah Bella rasakan dari ibu kandungnya, sekalipun mereka telah bertemu saat ini dan hidup bersama selama enam tahun terakhir.

    "Pasti semua ini sulit untukmu, tapi ibu bangga padamu. Kamu membesarkan seorang anak dan meniti karir di saat yang sama... kamu adalah wanita super." Kata Elena, tak henti-hentinya dia merasa bangga pada Bella.

    Air mata menetes membasahi ke-dua pipi Bella. Kata-kata Elena mengingatkan Bella dengan masa lalunya. Memang benar bahwa Bella merasakan masa-masa yang sulit. Dia akan mual di pagi hari, merasa sakit punggung dan memiliki keinginan untuk terus makan makanan yang sulit untuk di cari. Itu semua sulit ketika di jalankan dan Bella terkadang merasa ingin menyerah, tetapi dia tetap bertahan dan bekerja keras untuk menjadi pengacara yang sukses, meski pun dalam keadaan mengandung.

    Malvin memutuskan untuk mengajak mereka ke hotel Narendra, disana mereka lebih bisa mengobrol dari hati ke hati. Dan sekarang mereka telah berada di ruangan VIP sembari menikmati hidangan makan siang.

    

    Stevia duduk diantara Malvin dan Elena  saat mereka bergantian menyuapinya makanan.

    "Ibu, ibu akan memanjakan dia." Gerutu Bella, hatinya terasa menghangat ketika melihat betapa baiknya mereka untuk menerima Stevia. Dia sedikit merasa khawatir jika Malvin dan Elena yang akan marah karena nya. Memiliki anak di luar pernikahan bisa menjadi skandal dan memperburuk reputasi keluarga mereka.

    "Dia pantas di manjakan." Jawab Elena, tersenyum lebar dan dari tatapan matanya, dia terlihat sangat bahagia.

    Kenan tersenyum saat melihat betapa bahagianya ke dua orang tuanya. "Aku pikir, kalian akan marah dan kesal."

    "Ya, Mommy tidak marah, tapi Mommy kesal karena kamu sudah menyembunyikan anak kecil yang berharga ini dari kami... dan meski begitu, Mommy sangat senang karena kalian berdua sudah memberikan seorang cucu perempuan yang akan kami sayangi selamanya!." Jawab Elena.

    "Benar sayang." Malvin menganggukkan kepalanya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dirinya menggendong seorang anak kecil. Malvin menyadari setelah melihat Stevia, betapa dia merindukan momen-momen di saat anak-anaknya masih kecil dulu. Dia pikir hal itu baru terjadi kemarin, menggendong si kembar dengan kedua tangannya dan pernah menggendong Evelina di pundaknya.

    "Selamat atas kebahagiaan mu, Ken. Memiliki anak adalah hal terbaik yang bisa terjadi padamu... bukan jabatan CEO mu, peringkat kekayaan yang menunjukkan apakah kamu memiliki lebih dari orang lain atau semua materi itu, kamu harus wajib untuk selalu mengutamakan keluarga mu apa pun yang terjadi!." Kata Malvin mewanti-wanti. "Jadi, kapan kalian berdua berencana untuk menikah?."

   

    Napas Bella tercekat dan rasa panas menjalar ke wajahnya. Dia berdehem. "Hm... kami tidak—"

    Bella hendak mengatakan bahwa dirinya dan Kenan tidak akan menikah, tetapi Kenan menarik tangan Bella dan membuat wanita itu menghentikan perkataannya, mata Kenan memberi isyarat untuk menoleh kearah Stevia yang sedang menunggu jawaban mereka dengan tatapan penuh harap.

    "Sebentar lagi, Daddy. Beri kami waktu... Bella dan aku masih berusaha menyelesaikan masalah kami." Jawab Kenan dan Bella mengepalkan tangannya.

   

    Tidak mungkin dia akan menikah dengan Kenan atau bergabung menjadi bagian dari keluarga Narendra. Namun, Bella tidak ingin mengecewakan putrinya, karena Bella pikir dirinya akan menjelaskan semuanya dengan baik nantinya, jadi dia tetap diam.

     "Baiklah, Ken. Tapi, Daddy tidak membesarkan mu untuk menjadi orang yang tidak bertanggung jawab..." Malvin menyipitkan matanya, menatap kearah putranya, dan Kenan menunduk karena malu, lelaki itu masih merasa bersalah karena tidak ada ketika Bella dan putrinya membutuhkan kehadirannya sebagai ayah dan suami.

    Mungkin dia akan selalu merasa bersalah selama sisa hidupnya.

    "Aku tahu, Daddy. Aku akan menebus kesalahanku pada mereka berdua." Jawab Kenan.

   "Keputusan itu kami serahkan pada kalian berdua yang menjalani." Kata Kenan, lalu menoleh kearah Bella. "Bisakah kita mengajak Stevia pulang? Ibu ingin dia bertemu dengan Bibi-Bibi nya dan kemudian Stevia bisa tidur dirumah kita—"

    Bella merasa tidak nyaman. Apa yang akan dirinya katakan pada Katherine— Ibunya jika dirinya tidak pulang bersama dengan Stevia? Bella tersenyum canggung dan menyela perkataan Elena. "Ibu, besok dia akan sekolah. Jadi, mungkin akhir pekan."

    Karena saat akhir pekan, Bella bisa beralasan untuk menginap di apartemen Nita dan Katherine tidak akan curiga padanya.

    Elena menganggukkan kepalanya, dia tahu mungkin Bella membutuhkan waktu untuk bersikap hangat pada mereka. Namun, ia memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri untuk mempertemukan kembali pasangan muda itu.

    Kemudian di hari itu juga, Kenan mendapatkan telpon dari Dante.

    "Apakah ada berita?." Tanya Kenan begitu sambungan telepon mereka terhubung.

    "Kami sudah menangkap penculiknya dan dia juga sudah mengaku. Ada seseorang yang sudah mengetahui identitas putri kakak dan dia memerintahkan orang ini untuk menculiknya." Kata Dante dari seberang sana.

1
PetrolBomb – Họ sẽ tiễn bạn dưới ngọn lửa.
Asyik banget, thor! Makin sering update dong.
Jayrbr
Gak sabar menunggu kisah selanjutnya. Aku ingin tahu apa yang terjadi berikutnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!