Gadis kutu buku tiba-tiba mendapatkan sistem play store yang menyatakan jika update bumi akan segera terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kopi di pagi hari
Setelah kembali ke desa, Raid baru saja berakhir. Puluhan juta poin masuk ke dalam akun bank tanpa perlu melakukan apa pun.
Sekar mengatakan bahwa dirinya perlu beristirahat, meskipun sebenarnya dia hanya ingin bermanja-manja dengan para kucing.
Namun, di sisi lain, dia juga ingin melihat langsung awal mula terjadinya bencana. Pada kehidupan sebelumnya, Sekar tidak memiliki kesempatan untuk menyaksikan peristiwa itu karena saat itu dia sedang dirawat di rumah sakit.
Oleh karena itu, Crow yang akan pergi untuk menyaksikan bencana di dunia nyata.
"Hmm... apa yang akan terjadi jika kesadaranku berada di dua dunia yang berbeda?"
Sekar mulai mempertanyakan konsekuensi dari menempatkan clone-nya di dunia nyata sementara dirinya tetap berada di dunia Minecraft.
[Melakukan hal itu akan membuat waktu di dunia Minecraft mengikuti waktu dunia nyata.]
Mendengar jawaban itu, Sekar hanya mengangguk tanda mengerti. Karena tidak ada kerugian dalam menyamakan zona waktu, Crow pun melakukan log out.
Tubuh Sekar yang masih tertidur pulas tiba-tiba mulai berubah. Sebuah tangan keluar dari dadanya, diikuti oleh kepala dan anggota badan yang mulai terbentuk.
Crow telah memisahkan dirinya dari tubuh Sekar, sementara tubuh aslinya tetap berada di dalam permainan.
"Sebentar lagi," gumamnya sambil melihat jam yang menunjukkan pukul lima pagi. Merasa sedikit mengantuk, Crow berniat memesan kopi.
Namun, dia tiba-tiba teringat jika saat ini wajahnya adalah wajah asli Sekar, tanpa riasan, tato ataupun penyamaran. Jika dia keluar dari kamar, ada kemungkinan orang-orang akan mengenalinya sebagai buronan senilai lima ratus juta yang sedang dicari-cari.
Perlahan, senyum kecil tersungging di bibirnya. "Apa yang perlu aku takutkan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Lagipula, dunia akan segera berubah," pikirnya sambil merencanakan cara untuk bersenang-senang.
Setelah mengenakan seragam sekolah yang sama seperti yang digunakan di sekolah Sekar dan menata penampilan seperti di poster buronan, Crow keluar dari rumahnya dan segera menuju lantai bawah menggunakan lift.
Lift bergerak dengan cepat, tetapi kemudian berhenti perlahan ketika seorang penghuni lain masuk.
"Tsk, seharusnya ada lift khusus untuk penghuni VVIP," gumam Crow kesal.
Orang yang baru masuk adalah seorang wanita berpenampilan mewah. Awalnya, dia hendak memarahi Crow karena mengira remaja itu berlagak seperti penghuni lantai paling atas.
Namun, sebelum sempat meluapkan amarahnya, dia terdiam.
Matanya membelalak saat menyadari sesuatu jika wajah Crow terlihat sangat familiar.
Dalam hitungan detik, wajahnya menjadi pucat pasi. Dia akhirnya sadar bahwa orang di depannya adalah buronan yang wajahnya terpampang di poster-poster pencarian.
***
"Aaaa... cepat panggil... guak!"
Pintu lift terbuka di lobi, seorang wanita bergaun seksi keluar sambil berteriak. Namun, teriakannya terhenti saat kakinya tersandung.
"Sebaiknya perhatikan langkahmu, Nyonya," ucap Crow dengan tenang saat melangkah keluar dari lift.
Wanita itu merasakan tatapan semua orang tertuju padanya, membuatnya malu. Namun, keinginannya untuk mendapatkan hadiah dari buronan membuatnya segera bangkit.
Dia segera menelepon seseorang, "Cepat datang! Ada ikan besar di sini!"
Sementara itu, Crow berjalan menuju kedai kopi. Barista yang melayaninya tampak canggung, jelas bahwa dia menyadari gadis di depannya adalah buronan.
Pihak hotel telah mengetahui identitas Crow sejak dia menaiki lift. Mereka memberi instruksi kepada barista agar tetap tenang, sementara para petugas keamanan mulai bergerak.
"Aku akan mematahkan lenganmu jika kau tidak bisa menyelesaikan kopi ini dalam tiga menit," ancam Crow dengan aura membunuh yang begitu kuat.
Barista itu gemetar ketakutan hingga kakinya terasa lemas. "Ma... Maafkan aku..."
Kopi yang dipesan Crow adalah cappuccino, yang seharusnya hanya membutuhkan waktu dua menit untuk disajikan. Namun, setelah tiga menit berlalu, barista itu masih belum menyelesaikannya.
Merasa tidak punya pilihan lain, barista itu akhirnya mulai bekerja dengan benar. Meski begitu, dia tidak yakin apakah gadis di depannya akan sempat menikmati kopinya atau tidak, karena para petugas keamanan sudah membanjiri kedai.
"Nona, mohon segera ikut bersama kami," ucap seorang petugas keamanan sambil berusaha menarik bahu Crow. Namun, tendangan gadis itu lebih dulu menghantamnya, membuatnya terpental ke belakang dan menabrak rekan-rekannya.
Petugas keamanan lainnya langsung menyerang. Dua orang, lima orang, sepuluh orang—semuanya tumbang tanpa daya di lantai.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu sulit mempercayai mata mereka. Bagaimana mungkin seorang gadis yang tampak biasa saja dapat mengalahkan semua petugas keamanan Grand Hotel dengan begitu mudah?
Mereka bertanya-tanya, apakah yang buruk adalah kualitas petugas keamanan hotel ini, atau justru gadis itu yang memang terlalu kuat?
"Kau sudah selesai, bukan?" Suara Crow bagaikan bisikan iblis, membuat barista itu menjerit histeris.
"I... I... Ini pesanan Anda!"
Dia merasa sangat beruntung berhasil menyelesaikan pesanan tepat waktu. Jika tidak, dia yakin bukan hanya lengannya yang akan dipatahkan, tapi mungkin juga lehernya.
Crow menyesap kopinya, matanya melebar saat merasakan kenikmatannya. "Enak," gumamnya.
Barista itu merasa sedikit lega. Kopinya dipuji oleh gadis cantik, meskipun gadis itu jelas sangat berbahaya.
Dor! Dor! Dor!
Tiba-tiba, suara tembakan menggema berkali-kali.
Barista terkejut saat melihat mesin kopinya tiba-tiba meledak. Tanpa berpikir panjang, dia segera berlindung di bawah meja.
Sementara itu, dahi Crow berkerut saat melihat kopinya tumpah karena gelasnya bocor akibat tembakan.
"Bodoh! Menembak dari jarak sedekat itu saja tidak becus!" maki wanita yang sebelumnya bertemu dengan Crow di dalam lift.
Pria yang memegang pistol merinding ketakutan. Meskipun dia sudah sering menggunakan senjata itu untuk menggertak para klien, ini adalah kali pertama dia benar-benar menembakkannya.
Wajah Crow menjadi gelap, amarahnya membara karena kopinya tumpah. Dia mulai mendekati pria yang berusaha menembaknya.
Pria itu kembali menembakkan peluru yang tersisa di pistolnya, tetapi seperti sebelumnya, tidak satu pun yang mengenainya.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu merasa pria tersebut sangat menyedihkan karena bahkan tidak bisa mengenai target yang berjalan mendekat.
Namun, kenyataannya adalah Crow bergerak dengan kecepatan luar biasa untuk menghindari setiap peluru yang mengarah kepadanya.
Crack!
"Aaaaa... Sakit!" pria itu berteriak keras saat tangannya diremas oleh Crow.
Suara tulang yang remuk membuat semua orang bisa membayangkan betapa sakitnya itu. Mereka berpikir bahwa gadis buronan itu akan membunuh pria yang mencoba menembaknya, seperti yang terjadi pada para sekuriti hotel.
Tetapi, bukan itu yang Crow inginkan.
"Kau akan membayar kopi itu, bukan?" tanya Crow dengan senyum mengancam, membuat semua orang kebingungan.
Pria itu akhirnya sadar bahwa yang dibicarakan Crow adalah kopi yang tumpah akibat tembakannya. Dengan panik, dia segera mengangguk.
"Bagus." Cengkeraman Crow mengendur, membuat pria itu sedikit merasa lega karena rasa sakit di tangannya berkurang.
"Kalau begitu, barista, buatkan aku satu kopi lagi," pesannya dengan santai, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Tapi... Ma-maaf, Nona... mesinnya sudah meledak karena terkena tembakan," balas barista yang mengintip dari bawah meja.
Mendengar jawaban itu, cengkeraman Crow kembali menguat, membuat pria itu kembali meringis kesakitan.
"Singkirkan tanganmu dari putraku!" Wanita bergaun seksi itu mengeluarkan revolver dari tasnya, lalu segera menembak ke arah kepala Crow.
Dor!
Satu tembakan mengenai kepala Crow, membuatnya terpental ke belakang.
Semua orang terperangah, melihat wanita itu memiliki akurasi yang jauh lebih baik dari anaknya.
Wanita itu begitu bangga, yakin bahwa lima ratus juta uang buronan akan menjadi miliknya.
Pria yang masih merasa kesakitan pun bersyukur ibunya menembak gadis itu. Namun, ada yang aneh...
Cengkraman gadis itu masih erat di tangannya.
Crow tetap berdiri, tanpa sedikit pun luka di wajahnya. Semua orang terperanjat saat melihat sesuatu di mulut gadis itu.
Sebuah peluru.
Peluru yang ditembakkan ke arahnya telah ditangkap dengan giginya.