Delvia tak pernah menyangka, semua kebaikan Dikta Diwangkara akan menjadi belenggu baginya. Pria yang telah menjadi adik iparnya itu justru menyimpan perasaan terlarang padanya. Delvia mencoba abai, namun Dikta semakin berani menunjukkan rasa cintanya. Suatu hari, Wira Diwangkara yang merupakan suami Delvia mengetahui perasaan adiknya pada sang istri. Perselisihan kakak beradik itupun tak terhindarkan. Namun karena suatu alasan, Dikta berpura-pura telah melupakan Delvia dan membayar seorang wanita untuk menjadi kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astuty Nuraeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permainan Takdir
“Gas, katakan padaku ini hanya mimpi!” dengan suara bergetar, Dikta memastikan pada Bagas jika semua yang di lihatnya tidaklah benar, wanita yang berdiri di atas pelaminan bersama Wira bukanlah gadis yang dia cintai.
Bagas tak mampu memberi jawaban, pria itu hanya menepuk pundak Dikta, menekannya sedikit sebagai isyarat jika yang Dikta alami hari ini adalah sebuah kenyataan.
Kedua telinga Dikta berdengung hebat, telinganya seolah tuli, dia tak bisa mendengar apapun untuk seperkian detik. Dikta segera menundukkan pandangannya, dia tidak tahan melihat Delvia sedang berciuman dengan Wira di atas pelaminan.
Ciuman di atas pelaminan hanya sebatas skenario semata, faktanya Wira meletakkan jari jempol di bibir Delvia agar bibir mereka tidak saling bertemu, akan tetapi ciuman itu akan terlihat nyata jika di lihat dari posisi yang berbeda.
“Dikta,” panggil Nila seraya menatap putranya yang tengah tertunduk lesu. “Dikta,” ulang Nila karena Dikta tak mendengar panggilannya.
“Ta, Dikta,” Bagas menyikut lengan Dikta, baru setelah itu Dikta menoleh padanya. “Mommy,” ucap Bagas pelan seraya menunjuk Nila dengan ekor matanya.
“Ada apa mom?” tanya Dikta seraya menoleh, menatap Nila dengan tatapan kosong.
“Apa kau menangis?” tebak Nila setelah melihat mata Dikta memerah. “Mommy juga tidak bisa menahan air mata bahagia ini, mommy sangat bahagia!” Nila mengira Dikta menangis haru karena kakaknya menikah, entah apa yang akan terjadi seandainya Nila tau jika air mata Dikta bukan air mata bahagia melainkan air mata penuh duka. “Ayo beri ucapan selamat kepada kakak dan kakak iparmu!”
Nila menarik Dikta naik ke atas pelaminan di ikuti oleh Diwangkara dan Bagas. Dikta belum berani mengangkat kepalanya, dia terdiam, menunggu kedua orang tuanya mengucapkan selamat kepada Wira dan Delvia.
“Selamat ya sayang. Momny berdoa semoga pernikahan kalian langgeng dan segera di beri momongan,” ucap Nila penuh semangat, tergambar jelas kebahagiaan di wajah wanita itu. “Oh ya, mommy akan memperkenalkan anak kedua mommy,” Nila menarik Dikta untuk mendekat. “Perkenalkan, ini Dikta Diwangkara, adik kandung suamimu!”
Deg...
Baru mendengar namanya saja jantung Delvia seolah berhenti berdetak, sungguh dia berharap nama itu bukanlah nama yang dia kenal.
Hidup tak berjalan sesuai apa yang kita inginkan, kedua mata Delvia melebar, bola matanya hampir terlepas saat melihat sosok yang sangat dia kenali berdiri di hadapannya dengan wajah tanpa ekspresi dan tatapan penuh kekecewaan. “Mas Dikta,” gumam Delvia.
“Kalian saling kenal?” tanya Nila saat menyadari Delvia memanggil Dikta dengan sebutan mas.
“Tidak!”
“Iya!”
Nila menatap Delvia dan Dikta secara bergantian karena keduanya memberi jawaban yang berbeda. Delvia mengaku mengenal Dikta sementara Dikta mengatakan yang sebaliknya.
“Kami tidak saling kenal,” ulang Dikta penuh penekanan. “Selamat atas pernikahanmu mbak Delvia,” ucap Dikta seraya mengulurkan tangan ke arah Delvia.
Delvia meraih tangan Dikta dengan ragu, saat menjabat tangan Dikta, Delvia menyadari jika tangan Dikta bergetar. “Terima kasih!”
Dikta segera beralih pada Wira, setelah mengucapkan selamat pada kakaknya, Dikta segera turun dari pelaminan dan meninggalkan tempat pernikahan.
“Selamat menempuh hidup baru mbak Delvia dan mas Wira,” ucap Bagas seraya tersenyum, Bagas sempat menatap Delvia sesaat, dia ingin memastikan sekali lagi jika wanita itu benar-benar Delvia yang di kenalnya kala itu. Setelah merasa yakin, Bagas bergegas mengejar Dikta bahkan tanpa berpamitan kepada orang tua Dikta.
Sekujur tubuh Delvia terasa lunglai, gadis itu masih begitu terkejut, pikirannya tiba-tiba kosong dan hatinya terasa hampa. “Mas, sepertinya aku harus ke toilet!”
“Biar aku temani,” ujar Wira menawarkan diri.
“Aku bisa sendiri, kamu harus menyapa para tamu!”
Di kamar mandi, Delvia duduk di atas kloset, dia benar-benar tak memiliki tenaga lagi untuk berdiri. Delvia memukul dadanya berulang kali, rasanya begitu sesak sehingga dia kesulitan bernafas.
Rasa sesal menyelimuti hati tatkala Delvia mengingat tatapan penuh kekecewaan di mata Dikta. Sungguh dia tak pernah berharap takdir akan memainkan hidupnya. “Mengapa kamu harus muncul lagi mas, mengapa harus sekarang? Bagaimana aku harus menghadapimu nanti? Aku harus apa mas Dikta?”
Ry dukung Dikta tunggu jandanya Delvi
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada buat Dy
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Dikta yg sll ada bersamanya bkn suaminya
Lagian suaminya sibuk selingkuh sesama jenis
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Suami mana peduli
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Devi di datangi pelakor yg merebut ayah nya lagi
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
jangan sampai Dikta terjerat oleh Hera
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan