Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah jujur.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Ardan Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Mansion Maheswara
...0o0__0o0...
...Mansion Maheswara pagi itu terlihat sangat sepi, aura dingin dan dominan menyelimuti ruangan itu....
...“Siapa namamu ?” tanya Arya datar, tatapan matanya tajam menusuk....
...“Naya Larasati, Tuan. Biasa di panggil Naya,” jawabnya gugup, kedua tangannya saling meremas di pangkuan....
...“Kau tahu tugas mu di sini apa ?” suara Arya terdengar dalam, penuh tekanan....
...“Tahu, Tuan. Menjaga... dan menyusui bayi,” sahut Naya lirih....
...Arya meletakkan selembar surat kontrak di atas meja. “Baca. Kalau tidak keberatan, tandatangani.”...
...Naya menelan ludah. Ia membaca cepat baris demi baris dengan wajah tegang....
...“Astaga, peraturan-nya banyak banget,” batinnya meringis....
...“Waktu mu satu menit. Jika lewat dan belum kau tanda tangani, aku anggap kau menolak,” ucap Arya tanpa ekspresi....
...Mata Naya membulat kaget. Tanpa pikir panjang, ia meraih bolpoin dan menandatangani kontrak itu....
...Arya menyeringai tipis. Ia menarik cepat kertas itu dari tangan Naya....
...“Ingat. Kau tidak boleh keluar dari mansion ini tanpa izin dariku.”...
...“Baik, Tuan.”...
...“Sekarang, putraku tanggung jawab mu. Jika terjadi sesuatu padanya…” Arya mendekat, tatapannya menusuk. “Kepala mu taruhan-nya.”...
...“A-Astaga…Serem sekali,” gumam Naya dalam hati. Ia mengangguk kaku....
...“Kau harus pastikan ASI untuk putraku tercukupi. Paham ?”...
...“Paham, Tuan.”...
...“Dan jangan coba-coba macam-macam di mansion ini kalau kau masih mau hidup.”...
...Glek..!...
...Naya menelan ludah, wajahnya pucat....
...“Jawab! Aku tidak mempekerjakan orang bisu!” Kata Arya datar, dingin....
...“Ba… baik, Tuan. Saya paham,” sahutnya terbata....
...Arya berdiri, berbalik menuju Lift untuk naik ke lantai atas....
...“Apa yang kau tunggu ?” katanya datar. “Ikuti saya.”...
...Naya tersentak. Ia segera bangkit dan mengikuti dari belakang, langkahnya kecil dan gugup....
...0o0__0o0...
...Ceklek!...
...Arya membuka pintu kamar yang di dominasi warna abu-abu dan hitam....
...Di sana, sebuah box bayi tampak di dekat jendela besar....
...Bayi laki-laki mungil itu tertidur pulas—hingga suara langkah Arya terdengar....
...Seketika tangisan keras pecah di udara....
...“Karan Alvaro Maheswara,” gumam Ardan lirih, suaranya sedikit melunak. “Putraku.”...
...Naya terpaku. Suara tangisan bayi itu menggema di dadanya, membuat naluri keibuan-nya bangkit....
...Tangisan Karan semakin keras, menggema di kamar luas itu....
...Naya refleks melangkah maju, tapi sempat berhenti saat menyadari tatapan Arya yang tajam masih mengawasi-nya dari sisi ranjang....
...“Boleh saya… menggendong-nya, Tuan ?” tanya Naya pelan, suara-nya bergetar....
...Arya hanya diam beberapa detik. Sorot matanya menilai, tajam tapi menyimpan sesuatu yang sulit dibaca. Akhirnya ia mengangguk kecil. ...
...“Lakukan.” Balasnya singkat....
...Dengan hati-hati, Naya mendekati box bayi itu. Tangan-nya sedikit gemetar saat menyentuh selimut lembut yang membungkus tubuh kecil Karan....
...Bayi itu masih menangis, wajahnya memerah....
...“Ssst... tenang ya, Nak…” bisik Naya lembut, mengangkat-nya ke pelukan. “Kamu pasti lapar, ya ?”...
...Tangis itu perlahan mereda, berganti dengan suara rengekan kecil....
...Naya duduk di kursi dekat jendela, membenahi posisi kain penutup dadanya. Gerakan-nya lembut tapi ragu-ragu. Menyadari tatapan majikan-nya yang masih terpaku padanya....
...Arya tidak berkata apa pun. Hanya berdiri di sana, kedua tangan-nya bersedekap, rahang-nya mengeras....
...Ada sesuatu di matanya—bukan lagi sekadar dingin, tapi lebih... rumit....
...“Bayi akan cepat tenang kalau di susui,” ujar Naya hati-hati, berusaha mencairkan suasana....
...Arya tidak langsung menjawab. Pandangan-nya turun ke arah Putra-nya yang kini tenang dalam pelukan perempuan muda itu....
...Ada keheningan yang aneh—campuran antara lega dan sesuatu yang tak ingin di akui....
...“Lakukan tugas mu dengan baik,” katanya akhirnya, nada suaranya lebih pelan dari sebelum-nya. “Kalau Karan tenang di tangan mu... jangan lepaskan sampai tertidur.”...
...Naya menunduk. “Baik, Tuan.”...
...Arya berbalik, melangkah menuju pintu. Tapi sebelum keluar, ia sempat berhenti sejenak—menatap punggung Naya yang mengayun pelan, menidurkan putranya....
...Ada sesuatu di dada Arya yang terasa sesak, tapi ia tak tahu kenapa. “Kau punya aura yang lembut,” ucapnya tiba-tiba, datar namun tulus. “Jaga itu.”...
...Naya terkejut, menatap punggung Arya yang perlahan menghilang di balik pintu....
...“Tuan Arya…” gumam-nya pelan, tak tahu harus takut atau justru kagum....
...Naya menatap bayi di gendongan-nya yang kini tertidur pulas....
...“Ayahmu... menyeramkan sekali, Nak,” bisiknya sambil tersenyum tipis. “Tapi entah kenapa… aku tidak merasa ingin lari.”...
...0o0__0o0...
...Arya berdiri di depan monitor ruang kerja pribadinya. Salah satu layar menampilkan rekaman dari kamera di kamar putra pertamanya....
...Mata tajamnya melihat Naya duduk di kursi dekat jendela, menggendong Karan dengan penuh kasih....
...Wajah perempuan itu tampak tenang, penuh kelembutan yang sudah lama tidak Arya lihat di rumah ini....
...Tangan-nya terhenti di meja. Tatapan-nya tak bisa lepas. Setiap gerak Naya terlihat alami, lembut, dan penuh kasih....
...Karan kecilnya tampak nyaman di pelukan Babysitter baru itu. Sementara dirinya hanya bisa berdiri diam, menatap dari balik layar rekaman Cctv....
...Ada sesuatu yang menekan dadanya....
..."Kenapa aku... memperhatikan sejauh ini ?" pikirnya geram pada diri sendiri. "Dia hanya seorang pengasuh. Hanya itu."...
...Tapi matanya tak juga berpaling. Ada daya yang aneh—hangat, menenangkan, sekaligus membingungkan....
...Naya tampak berbeda dari perempuan lain yang pernah ia temui: polos, sederhana, tapi punya aura yang membuat suasana kamar itu terasa hidup....
...Tangan-nya mengepal di sisi meja. ...
...“Bodoh,” gumamnya pelan, memalingkan pandangan. “Kau terlalu lama sendirian, Arya.”...
...Namun sebelum mematikan layar, ia sempat melihat Naya membelai lembut kepala putranya, bibirnya membentuk senyum kecil yang tulus....
...Senyum itu, anehnya membuat dada Arya terasa hangat, meski ia menolak mengakuinya....
...0o0__0o0...
...Naya duduk di kursi dekat jendela, sinar sore menembus tirai tipis dan menyelimuti wajahnya dengan cahaya keemasan....
...Di pelukan-nya, bayi kecil itu tampak nyaman—napasnya kecil, matanya besar, bening, menatap wajah Naya dengan polos....
...“Hei, Baby Boy...” bisik Naya sambil tersenyum. “Nama mu Karan, ya ? Karan Alvaro Maheswara. Nama yang keren banget untuk bayi sekecil kamu.”...
...Karan menggerakkan bibir mungil-nya, seperti berusaha menjawab....
...Naya terkekeh kecil, menatap-nya dengan tatapan penuh sayang bercampur gemas....
...“Kamu tahu nggak, aku deg-degan banget pas pertama kali ketemu Daddy mu tadi. Tatapan-nya... duh, kayak mau nembus tulang sampai gemetar.”...
...“Tapi kamu...” Naya menyentuh pipi Karan lembut. “Kamu malah bikin hati aku adem dan tenang.”...
...Bayi itu menguap kecil, lalu meng-genggam jari Naya dengan tangan mungil-nya....
...Naya tersenyum semakin lebar, hatinya hangat....
...“Aduh, kuat banget genggaman-nya, Baby Boy. Kamu pasti calon pria tangguh kayak Daddy mu, ya ?”...
...“Tapi janji, jangan sekeras hatinya, ya ?” candanya pelan, di sertai tawa kecil....
...Karan mendecak pelan, suaranya seperti gumaman lucu....
...Naya mengelus ubun-ubunnya perlahan, ayunan-nya lembut, irama napasnya menyatu dengan napas bayi itu....
...“Mulai hari ini, Sus Naya yang bakal jaga kamu, Sayang. Aku nggak tahu apa aku bisa jadi yang terbaik, tapi aku janji... aku bakal sayang sama kamu kayak anakku sendiri.”...
...Suara angin di luar jendela terdengar lembut, membuat suasana kamar terasa damai....
...Karan perlahan memejamkan mata, tertidur pulas dalam pelukan hangat itu....
...Naya menatap wajah mungilnya lama-lama, lalu berbisik pelan....
...“Tidurlah, Karan. Dunia di luar sini terlalu keras, tapi semoga kamu tumbuh jadi seseorang yang penuh kasih.”...
...“Aku di sini, Baby. Aku nggak akan ke mana-mana.”...
...Naya masih duduk di kursi itu, memandangi wajah kecil yang kini tertidur damai di pelukannya....
...Suara napas bayi itu berirama lembut, seperti meluruhkan seluruh ketegangan dalam dirinya....
...Untuk pertama kalinya sejak tiba di mansion itu, Naya merasa tenang. Ia menatap keluar jendela—langit senja mulai memudar, meninggalkan cahaya jingga terakhir yang menembus tirai....
...Senyumnya tipis, tapi tulus. “Mungkin tempat ini nggak seburuk yang aku kira,” bisiknya pelan....
...Tanpa Naya sadari, dari balik pintu yang sedikit terbuka, sepasang mata tajam memperhatikan dalam diam....
...Arya berdiri di sana—tanpa ekspresi, tapi pandangan-nya tidak bisa lepas dari sosok pengasuh muda yang kini memeluk putranya dengan begitu lembut....
...Laki-laki itu menarik napas panjang, lalu menutup pintu perlahan, tanpa suara....
...“Naya Larasati…” gumamnya rendah. “Jangan buat aku menyesal memperkerjakan mu.”...
...Langkah kakinya menjauh, bergema pelan di koridor panjang mansion itu....
...Sementara di dalam kamar, Naya bersandar pelan di sandaran kursi, masih memeluk bayi kecil itu, tak tahu bahwa kehadiran-nya sudah mulai mengusik hati seseorang yang telah lama membeku....
...0o0__0o0...