Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Alice mengunyah permen karetnya dengan santai, tangan nya terus menerus memantulkan bola basket ke lantai.
Mata nya fokus menatap datar Ruby dan
teman-teman nya yang sedang bercanda tidak jauh dari keberadaan nya.
Entah apa yang di pikirkan oleh guru olahraga mereka, kedua kelas mendadak di satukan. Katanya, guru olahraga kelasnya tidak dapat hadir, dari pada tidak ada yang mengajar, guru lain menyarankan kelas mereka akan mendapatkan pelajaran yang sama.
Tidak ada yang menolak. Jadi, disinilah Alice sekarang. Memakai pakaian olahraga yang ia temukan di loker Alice untung saja ingatan tubuh ini mulai semakin jelas, dia jadi tidak seperti orang bodoh yang tersesat.
Ada Darrel dan juga teman-teman nya, mereka sibuk lempar-lemparan bola sedari tadi. Untuk Karla, gadis itu sedang bergosip dengan teman sekelasnya yang lain.
Hm, meski dia di kenal sebagai antagonis bukan berarti dia tidak memiliki teman sama sekali. Meski tidak dekat, layaknya sahabat, itu sudah cukup untuk mengisi hari-hari nya.
Sangat berbeda dengan diri nya. Dia sendirian, teman sekelas nya menjauhinya seperti dia adalah virus mematikan.
Alice tidak masalah akan hal itu toh dia
tidak butuh teman. Dulu atau sekarang sama saja bagi nya.
Tap tap tap
"Ayo berbaris semua nya! Kita akan memulai pelajaran bersama"Teriak seorang guru olahraga sambil bertepuk tangan untuk mengambil perhatian murid-murid nya Kedua kelas pun segera berkumpul dan berbaris menjadi dua bagian.
Alice mengambil tempat paling belakang agar tidak terlalu di perhatikan. Dia masih memegang bola basket di tangan nya.
Guru itu menerangkan beberapa instruksi yang perlu di lakukan, mereka hanya perlu
memasukkan bola ke jaring di tiang itu.
Hal itu akan terus di lakukan berulang sampai kedua kelas akan bertanding satu sama lain.
Alice meniup permen karetnya hingga menjadi balon kecil dan segera memecahkan nya. Dia sudah menyusun rencana di otak nya.
Satu persatu murid-murid melakukan hal yang di instruksi kan oleh guru mereka. Ada yang gagal memasukkan bola dan ada juga yang berhasil. Kebanyakan murid laki-laki yang berhasil melakukannya dengan baik untuk murid perempuan, mereka lebih banyak tertawa seperti orang bodoh.
Idiot, pikir Alice sinis.
Giliran Ruby, gadis itu menggiring bola nya dengan stabil dan memasukkan bola ke
ring.
Semua memberikan tepuk tangan padanya, gadis itu hanya tersenyum malu-malu. Alice mau muntah melihat tingkah sok imut itu.
Begitu juga dengan kedua teman Ruby, mereka juga berhasil melakukannya giliran Darrel.
Tentu saja, pemuda itu berhasil memasukkan bola begitu juga dengan yang lainnya. Hei, apa cuman teman sekelas nya yang tidak bisa apa-apa disini?
Sebagai penghuni kelas yang sama, dia merasa malu melihat ini semua. Kualitas otak memang menentukan letak mu dimana ya.
Bahkan Karla si antagonis bodoh bisa melakukannya dengan baik berbeda dengan teman sekelas nya yang lain. Hanya para laki-laki yang lumayan.
Aduh jika seperti ini dia akan kehilangan muka di depan Ruby dan teman-teman nya. Tiga orang lagi akan tiba gilirannya.
Ruby dan Mora menatapnya datar sedangkan Ziva sibuk menonton yang lain. Sekarang giliran nya. Teman sekelas nya segera memberikannya jalan, Alice pun maju dengan acuh.
Guru olahraga memberikan instruksi lagi padanya, "Kamu hanya perlu menggiringnya bola dan segera lempar. Postur tubuh mu harus seperti ini... bla bla..."
Alice merasa telinga nya sangat panas ketika mendengar penjelasan guru tersebut. Karena sudah muak, dia hanya melemparkan bola basket di tangan nya langsung ke ring dan bola nya masuk dengan sempurna.
Guru itu terdiam, begitu juga yang lain nya.
Jarak Alice berdiri dan tiang ring sangat jauh. Jika, lemparannya di hitung, dia akan
mendapatkan tiga poin penuh.
Guru itu menatap Alice terheran-heran. "Sudahkan pak?"Tanya Alice tanpa basa-basi.
Pria itu hanya bisa mengangguk kaku, Alice segera kembali ke belakang barisan, tentu saja itu di bawah tatapan para protagonis yang entah kenapa suka sekali memantau nya.
Karla memberikan dua jempol padanya, Alice hanya mengangguk sebagai tanda terimakasih.
Pelajaran terus berlanjut hingga akhirnya, pertandingan kedua kelas akan di mulai. Untuk babak pertama, murid laki-laki yang akan bermain sedangkan perempuan akan duduk dan menunggu giliran.
Alice segera mencari tempat mojok, dia
malas berkumpul bersama teman sekelas nya. Dia mengambil tempat di bawah pohon yang tidak jauh dari lapangan. Sejuk dan tentram.
Murid yang lain lebih memilih menunggu di pinggir lapangan sambil bergosip ria.
"Dia masih terlihat santai, lo yakin?"Ucap Ruby datar pada Mora, matanya mengawasi keberadaan Alice yang sedang bersantai di bawah pohon.
Mora mengerutkan kening nya, dia tidak mengerti kenapa Alice masih bisa datang ke sekolah. Seharusnya, ibu gadis itu akan
mengurung nya dan tidak membiarkan nya keluar dari rumah.
"Gue nggak tahu. Ibu nya pecandu alkohol, Lo tahukan, orang-orang seperti itu pasti suka lepas kendali"Jawab Mora ragu.
Dia tidak berani melihat Ruby.
"Lo gagal"Kata Ruby dingin. Dia menarik pandangannya dari Alice dan melirik Mora tajam.
"Cari cara lain"Lanjut sinis. Mora hanya bisa mengangguk paham. Ziva menatap kedua teman nya dengan bingung, "Kalian lagi bahas apa sih?"Tanyanya penasaran. Dia Terkadang heran dengan temannya ini, mereka suka sekali melaksanakan hal atau membahas yang tidak dia mengerti.
Ruby menggeleng, "Bukan apa-apa"Jawabnya sambil menyuruh Ziva agar lebih fokus pada pertandingan.
Mora yang minta itu sedikit tidak nyaman di antara mereka, hanya Ziva yang kepolosan nya masih terjaga.
Dalam arti, gadis itu tidak seperti diri nya dan Ruby yang bisa di bilang, sedikit tidak memiliki hati.
Pekerjaan kotor hanya dia yang melakukan nya. Ruby akan memberikan kebutuhan dan bantuan jika dia meminta.
Ruby tidak mengizinkan Ziva untuk tahu, apa saja yang pernah mereka lakukan. Ruby selalu melindungi keluguan Ziva, berbeda dengannya.
Dia menatap tajam Alice. "Awas aja lo"Gumamnya pelan.
Pritt
Peluit di tiup menandakan pertandingan telah selesai, kelas unggul menang. Itu sudah pasti, Alice tidak heran. Kelasnya hanya berisi orang-orang bodoh yang memiliki mulut besar.
"Ayo, sekarang giliran tim putri!"Teriak guru olahraga itu.
"Siapa yang akan pergi bermain? Tidak banyak dari kita yang pintar bermain basket"Ucap ketua kelas Alice.
Dia seorang gadis berkaca mata yang cukup pendiam di kelas, dia tidak banyak ikut andil dalam menjelekkan Alice hanya saja dia selalu diam dan tidak mau membantu Alice. Sangat tidak pantas menjadi ketua kelas.
Semua nya diam tidak ada dari mereka yang mau bermain. Selain karena cuaca panas terik, mereka juga tidak terlalu ahli olahraga basket.
Ketua kelas menghela nafas, "Gue ikut, ayo lah. Masa tidak dari kalian yang mau jangan buat malu"Ucap gadis itu lagi.
Para penggosip kelas memutar mata nya malas, "Ya udah sih, Lo aja yang main. Kita mana mau kena panas matahari, nggak ada untungnya juga"Kata mereka protes.
Ketua kelas ingin sekali berteriak marah, dia melihat kelas sebelah sudah mengumpulkan orang-orang yang ingin bermain. Sedangkan mereka, hanya diri nya saja.
"Bagaimana, kalian sudah siap?"Tanya guru olahraga itu pada mereka.
Ketua kelas bingung ingin menjawab apa, teman-teman nya tidak ada yang ingin bermain.
Alice mendekati mereka, "Sudah pak, kita bisa mulai pertandingan nya"Jawab Alice santai.
Teman sekelasnya menatap nya tajam, Alice menaikan alis nya, "Apa? Mau protes?"Ucap Alice dingin.
Tidak ada yang menjawab, mereka hanya bisa menggerutu pelan. Alice mendengus, dia menunjuk ketua kelas dan beberapa murid perempuan disana.
"Ayo kita main, jangan perlihatkan kebodohan kalian pada mereka. Cukup bergosip dan menghina orang saja kalian handal jadi pecundang jangan"Ucap Alice sinis.
Ketua kelas menatap mereka, "Ayo pergi jangan buat dia marah"Ucapnya datar. Dia
sudah lelah dengan semua drama ini, mereka pun menyusul Alice yang berjalan seperti preman.
Alice tersenyum sinis pada Ruby dan kedua teman nya. Ruby hanya menatap gadis itu datar sedangkan Mora, dia ingin sekali mencakar wajah songong Alice.
Guru olahraga datang memegang bola, dia juga membawa koin kecil yang akan menentukan siapa dari kedua tim yang akan memegang bola lebih dulu. Dia melempar nya ke atas dan menangkap nya.
"Ekor"Kata Alice, guru itu menatap Ruby, "Kepala"Ujar Ruby.
Guru itu membuka tangan nya dan koin menunjukkan ekor. Tim Alice memegang bola lebih dulu.
Pritt
Pertandingan pun kembali di mulai, Alice merebut bola dari lemparan guru tersebut. Dia dengan cepat menggiring nya ke arah ring, Mora mencoba merebut bola dari Alice namun gadis itu lebih cepat dan gesit.
Dia segera melempar bola dan masuk. Alice berteriak senang begitu juga dengan timnya.
Mora kesal, dia gagal menghentikan Alice lagi.
Semua bertepuk tangan karena keberhasilan Alice.
"Jika kalian dapat bola nya, usahakan mengoperkan nya pada ku"Ucap Alice pada teman sekelas nya yang mengangguk paham.
Mereka pun tidak akan bisa mencetak poin hanya Alice yang bisa mereka harapkan.
Pertandingan pun kembali di mulai, kali ini tim Ruby yang mendapat bola. Alice menyuruh teman-teman nya merebut bola dari Ruby namun mereka gagal dan akhir nya Ruby membuat poin untuk tim mereka.
Tim Ruby bersorak gembira saat Ruby mencetak poin. Alice mendecih, "Masih dua poin. Itu belum apa-apa"Gumam nya.
Dia melihat ke arah teman-temannya yang bersedih. "Jangan diam saja. Ayo, rebut bola nya lagi, mereka tidak ada apa-apa bagi kita"Kata nya menyemangati tim nya.
Ketua kelas mengangguk setuju melihat itu tim nya kembali bersemangat. Alice merebut bola dari Ziva, dan menggiring nya menuju ring hanya saja ada Ruby di depan sana.
Alice mengambil keputusan, dia bertukar kode pada ketua kelas yang menunggu di dekat ring.
Dia pun segera berlari menghadap Ruby ketika Ruby ingin mengambil bola basket itu, Alice segera melemparnya ke arah ketua kelas untung saja gadis itu bisa menangkap.
Dengan cepat ketua kelas melompat dan memasukkan bola ke ring.
Tim mereka mencetak poin lagi. "Yeayy!!"Teriak teman-temannya. Semua bersorak dari pinggir lapangan bahkan murid laki-laki mulai tertarik melihat mereka bertanding.
Ketua kelas bersorak gembira karena berhasil mencetak angkat untuk tim nya. Alice memberi jempol pada gadis berkacamata itu membuatnya memerah malu.
Ruby menatap tajam pada Alice yang hanya tersenyum mengejek. Peluit kembali bertiup, mereka pun melanjutkan pertandingan.
Beberapa saat berlalu, kedua tim bertanding sengit. Terkadang tim Alice unggul poin dan tim Ruby menyusul. Seperti itu terus hingga kedua tim kelelahan.
Alice bahkan ingin tiduran saja di lantai lapangan saking lelah nya. Tim Ruby unggul dia poin dari mereka, waktu pertandingan tinggal lima menit lagi.
Dia melirik teman-teman nya yang juga sudah sangat kelelahan dan tidak bisa lagi bertahan. Sebaiknya ia akhiri saja pertandingan ini, bola kembali di lempar, Ruby dengan mengambilnya dan menggiring nya ke ring.
Ada Mora yang mendampingi gadis itu untuk menjaga nya dari tim Alice yang berusaha mengambil bola.
Alice menunggu di ring ketika Ruby sudah dekat dan ingin melompat untuk memasukkan bola. Alice dengan cepat melesat dan memblokir bola itu, semua orang berteriak melihat aksi cekatan nya. Dengan cepat Alice membawa bola itu, waktu tinggal satu menit lagi. Melihat Ruby yang mengejar nya, Alice memilih melempar bola dari titik tiga poin.
Bola melambung tinggi menuju ring, waktu seakan melambat. Semua mata tertuju pada bola itu, yang akhirnya masuk dengan sempurna ke dalam ring.
"Huhuuuuu!!"Teriak kelas Alice dengan kencang. Mereka bertepuk tangan dan waktu pun habis, tim Alice memenangkan pertandingan putri.
Ketua kelas berlari bersama yang lain menuju Alice dan memeluk nya dengan erat. "Alice! Alice! Alice!"Sorak mereka bahagia.
Gadis itu hanya tertawa geli melihat tingkah tim nya padahal ini hanya pertandingan biasa.
Dia ikut pun karena ingin mengalahkan Ruby dan temannya, lihat kedua orang itu menatap nya tajam seperti ingin segera menghabisi nya dari dunia.
Ditri bertepuk tangan heboh. "Wow!!"Teriak nya kagum pada keahlian Alice.
"Gila, Alice Lo jago banget!!"
Esa dan Noah menjauh dari Ditri karena
berisik. Telinga mereka sampai berdengung karena teriakan pemuda itu.
Guru olahraga tersebut juga ikut memberi pujian pada Alice dan tim nya. Meski permainan sederhana, cara Alice mengatur strategi dan mengarahkan teman-teman nya untuk bermain, dia seperti seorang pemain basket profesional.
Bel berbunyi, pergantian pelajaran. Mereka harus mengganti pakaian dan segera masuk ke kelas, semuanya pun bangkit dari pinggir lapangan dan mulai bubar. Ruby dan teman-teman nya berjalan pelan.
Mora ingin berbicara pada Ruby namun sebelum dia sempat membuka mulut, kepala nya terkena bola dari belakang dengan kuat.
Hingga tubuh nya hampir tumbang jika Ruby tidak menangkapnya.
Mereka bertiga segera berbalik dan melihat siapa yang melempar bola itu. Mora meringis kesakitan, kepalanya pusing.
Mereka mendapati Alice yang tengah menatap mereka dengan senyuman miring sambil memegang bola di tangannya.
Itu sudah jelas, siapa pelaku yang melempar Mora bola tadi.
"Maksud lo apa? Lo sengaja kan"Ucap Ruby dengan marah. Alice mengangguk jujur, dia berjalan mendekati Ruby dan teman-teman nya.
Alice kembali melempar bola itu dan mengenai Mora yang tadi nya sudah berdiri. Bola tepat
mengenai wajah Mora hingga hidung nya mengeluarkan darah dalam sekejap.
"Alice!"Bentak Ruby. Dia segera menolong Mora yang terjatuh, Ziva juga membantu.
Alice berdiri di hadapan mereka bertiga. Tidak ada siapa-siapa disana kecuali mereka berempat, Ziva sudah ketakutan ketika melihat Alice melakukan hal seperti tadi.
Alice memiringkan kepalanya dan menatap kosong ketiga orang itu.
"Aku hanya diam, tapi sepertinya kalian tidak sabaran sama sekali"Ucap Alice. Dia tersenyum tipis menatap darah Mora yang terus mengalir keluar dari hidung nya.
Ruby menatapnya tajam, "Gue nggak tahu apa yang lo maksud"Balas nya datar.
Alice melirik gadis itu dingin. Ruby sedikit mundur melihat tatapan pemangsa Alice, jantungnya sedikit berdetak lebih kencang dari biasa nya. Apa ini, dia ketakutan? Tidak biasa nya dia merasakan hal seperti ini.
Seharusnya yang melakukan pelemparan bola seperti ini adalah Karla. Dan yang gadis itu lempar, ialah Ruby.
Tentunya itu dilakukan ketika mereka
bermain bola tadi tapi semua itu tidak terjadi permainannya selesai di tangan nya dan dialah yang mengambil adegan tersebut. Korban nya Mora.
"Tidak perlu berakting di depan ku. Kebohongan mu sungguh sangat buruk"Ujar Alice terkekeh, dia menarik tatapan dingin nya dan kembali menatap mereka main-main.
Dia menarik rambut Mora dengan keras, gadis itu menjerit kesakitan. Ruby dan Ziva terkejut, mereka berusaha melepaskan tangan Alice dari rambut Mora.
Tanpa basa basi, Alice melayangkan pukulan ke perut Mora dan membanting nya ke bawah.
Bang
Mora terbatuk-batuk, hampir saja dia mengeluarkan isi perutnya ketika Alice memukul nya namun kembali masuk saat
tubuh nya di banting. Dada nya terasa sesak, semua nya sakit.
Alice melompat menjauh ketika Ruby memukul nya, "Tidak... tidak tikus kecil, Haha, pukulan lemah mu itu tidak akan berpengaruh pada ku"Kata Alice mengejek.
Dia tidak memperdulikan Mora yang sudah kesakitan di bawah sana, Ziva bahkan menangis karena takut dan sedih melihat Mora.
Ada apa ini sebenarnya, kenapa Alice melakukan hal seperti ini pada teman nya?
Ruby menatap Alice penuh kebencian, dada nya naik turun karena emosi. Gadis di depannya ternyata tidak memiliki belas
kasihan, dia bahkan berani melukai Mora di tempat umum dan Mora perempuan. Pukulan Alice sangat mematikan, Ruby tahu itu.
"Aku tahu apa yang kalian para tikus kecil coba lakukan pada ku tapi sayang, aku bukan orang bodoh"Alice melambaikan tangan nya acuh, dia seperti meremehkan Ruby.
"Cari lah lawan yang setara dengan mu, karena aku..."
Alice menunjuk dirinya dan menaikkan tangan nya ke atas melewati tinggi tubuh nya, "Jauh berada di atas mu"Lanjut nya main-main.
"Jadi, ingat itu tikus kecil."
Alice tertawa terbahak-bahak melihat wajah Ruby yang memerah menahan marah, dia segera pergi dari sana.
Alice melompat-lompat seperti anak kecil. Tanpa Ruby tahu dari jauh tepatnya di rooftop, terlihat dua orang pemuda memperhatikan semua nya dari tadi.
"Tidak membantu adik mu?"Tanya salah satu pemuda itu.
"Tidak. Itu bukan urusan ku"Jawab nya singkat.
Pemuda tadi, tertawa kecil, "Seperti nya dia salah memilih lawan kali ini. Kucing kecil itu, dia terlalu berbahaya untuk adik mu"Lanjut pemuda tadi.
"Itu resiko nya. Dia membangunkan monster dari tidur nya, gue nggak mau ikutan kena imbas nya"Ucap pemuda satu lagi.
"Hm, Lo benar. Alice itu monster."
"Dan lo tertarik kan sama dia?"Pemuda itu tersenyum tipis.
"Siapa yang tahu"Jawab nya penuh teka-teki.
Di bawah, Ruby membawa Mora pergi ke UKS. Aneh nya, tidak ada yang dapat di mintai tolong di sekitar mereka.
Sepertinya mereka pun mendukung Alice. Ruby sangat marah sekarang. Dia akan membalas, lihat saja.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah