Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus Universitas Citra, Vano, seorang mahasiswa hukum yang cerdas dan karismatik, ditemukan tewas di ruang sidang saat persidangan penting berlangsung. Kematian misteriusnya mengguncang seluruh fakultas, terutama bagi sahabatnya, Clara, seorang mahasiswi jurusan psikologi yang diam-diam menyimpan perasaan pada Vano.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadhisa A Ghaista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rahasia Naya
Perjalanan menuju danau terasa semakin mendebarkan. Andra, Rai, dan Rizky terus membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di tempat yang penuh kenangan itu. Namun, dalam benak Rai, ada sesuatu yang mengganjal. Kenangan akan Vano dan bagaimana hubungan mereka berputar di sekelilingnya mulai menciptakan benang merah antara semua kejadian yang terjadi.
Saat mereka sampai di tepi danau, suasana tenang dan damai menyelimuti mereka. Namun, ketegangan yang ada di dalam hati mereka tidak dapat diabaikan. “Kita perlu menemukan sesuatu di sini,” Andra berkata, berusaha memecahkan ketegangan. “Mungkin Vano meninggalkan petunjuk lain.”
Mereka mulai menyisir area sekitar, mengingat kembali tempat di mana mereka sering berkumpul dan berbagi cerita. Tiba-tiba, Rai melihat sesuatu di dekat semak-semak. Dia merangkak mendekat dan menemukan sebuah catatan tergeletak. “Ini dia!” Rai berseru, menarik perhatian Andra dan Rizky.
Catatan itu tampak usang, dan saat Rai membuka lipatannya, ia merasakan jantungnya berdebar kencang. “Apa yang tertulis?” tanya Rizky, mendekat untuk melihat.
“‘Jangan percaya semua yang kau lihat. Seseorang di antara kita bukan seperti yang terlihat. Aku mohon, temukan aku sebelum terlambat,’” Rai membaca, suara lirihnya hampir tidak terdengar di tengah angin sepoi-sepoi yang berhembus.
Andra dan Rizky saling pandang, merasakan ketidakpastian yang menyelimuti mereka. “Apa maksudnya?” Rizky bertanya, berusaha memahami.
“Aku tidak tahu,” Rai menjawab, menatap catatan itu dengan cemas. “Tetapi Vano pasti merasa terancam oleh sesuatu.”
“Tetapi siapa yang bisa membuatnya merasa terancam?” Andra berpikir keras. “Kita perlu kembali ke situasi sebelum kematiannya. Apakah ada seseorang yang memiliki motif untuk menjadikan Rai kambing hitam?”
Rai terdiam sejenak, lalu tiba-tiba ia teringat. “Naya! Dia selalu menunjukkan ketidaksukaannya terhadapku, terutama setelah Vano mulai mendekatiku. Dia bahkan pernah bilang bahwa aku harus menjauh dari Vano.”
“Kenapa dia seperti itu?” Rizky bertanya, menyoroti kebencian yang tampaknya ada di antara mereka.
“Aku ingat, Naya selalu punya perasaan terhadap Vano. Sejak awal kuliah, dia tidak pernah menyembunyikannya. Dia berharap bisa bersamanya, tetapi Vano memilih untuk menjalin hubungan dengan Balqis,” Rai menjelaskan. “Naya kemudian berusaha memisahkan kami dan mencoba menjadikan aku kambing hitam di antara mereka.”
“Jadi, Naya bisa saja terlibat dalam konflik ini,” Andra menggerakkan pikirannya. “Apakah dia pernah terlihat dekat dengan Vano atau Balqis setelah itu?”
Rai mengangguk. “Dia terlihat marah setiap kali Vano bersama Balqis. Aku bahkan mendengar dia membicarakan Vano dan Balqis dengan nada negatif. Dia bisa saja merasa cemburu dan berusaha menciptakan ketegangan antara kami.”
“Kalau begitu, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Naya,” Rizky menyarankan. “Mungkin ada jejak yang bisa menghubungkannya dengan semua kejadian ini.”
Mereka sepakat untuk kembali ke kosan dan mencari tahu lebih dalam tentang Naya. Saat mereka sampai, mereka mulai menggali informasi yang mungkin bisa menjelaskan hubungan Naya dengan Vano dan Balqis.
Ketika mereka membuka media sosial Naya, mereka menemukan beberapa postingan yang mencurigakan. Naya sering kali mengunggah gambar Vano dan Balqis dengan caption yang menyiratkan kebencian dan kecemburuan. “Kenapa Vano memilih Balqis? Apakah dia buta akan sifat asli Balqis?” tulis Naya dalam salah satu postingannya.
“Ada banyak ketegangan di sini,” Andra berkomentar, semakin yakin bahwa Naya mungkin terlibat lebih dalam daripada yang mereka duga.
“Sepertinya Naya berusaha merusak hubungan mereka. Jika Vano mulai mendekati Rai, dia bisa saja merasa terancam dan ingin mengembalikan semuanya,” Rizky menambahkan.
Mereka sepakat untuk mengajak Naya berbicara secara langsung. Namun, saat mereka mencari keberadaan Naya, mereka mendapati bahwa dia tidak ada di kosannya. “Kemana dia pergi?” Rai bertanya, gelisah.
“Aku rasa kita harus mencarinya di tempat-tempat yang sering dia kunjungi,” Andra mengusulkan. “Mungkin kita bisa menemukannya di kafe atau tempat hangout mahasiswa.”
Setelah berkeliling, mereka akhirnya menemukan Naya di sebuah kafe kecil, duduk sendirian dengan tatapan kosong. Andra dan Rizky saling berpandangan sebelum memutuskan untuk menghampiri.
“Naya,” Andra memanggil lembut. Naya mengangkat wajahnya, dan raut wajahnya menunjukkan kelelahan dan kesedihan.
“Kenapa kalian di sini?” Naya bertanya dengan suara serak.
“Kami perlu berbicara denganmu tentang Vano,” Rizky menjelaskan. “Kami tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres di antara kalian. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Naya terlihat cemas, tetapi dia mengangguk perlahan. “Aku hanya… aku merasa tidak berdaya,” jawabnya. “Aku selalu menyukainya, tetapi dia memilih Balqis. Aku tidak ingin kehilangan dia. Ketika aku melihat mereka bersama, aku merasa terpuruk.”
“Anda tahu bahwa ini tidak sehat,” Andra memberi peringatan. “Apakah Anda melakukan sesuatu untuk memisahkan mereka?”
Naya terdiam, tampak terjebak antara kebohongan dan kebenaran. “Aku tidak… Aku tidak bermaksud buruk. Tapi ketika Vano mulai dekat dengan Rai, aku merasa cemburu. Dia selalu bilang padaku untuk menjauh dari Rai, tetapi aku tidak bisa.”
“Jadi, Anda menganggap Rai sebagai ancaman?” Rizky menyelidik.
“Ya,” Naya mengakui, suaranya bergetar. “Aku membuat situasi di antara mereka semakin buruk. Tetapi tidak ada yang kulakukan secara fisik! Aku tidak ingin Vano terluka.”
“Lalu, kenapa cat merah di lukisan Rai?” Andra bertanya, mencoba menggali lebih dalam.
“Itu bukan darah, aku tidak tahu siapa yang memberi cat merah itu. Aku hanya merasa tertekan dan ingin menyampaikan perasaanku. Dan ketika aku mendengar bahwa Vano meninggal, aku merasa seperti aku yang harus disalahkan,” Naya terisak.
Mendengar pengakuan Naya, Rai merasakan rasa sakit di dalam hatinya. “Jadi, semua ini karena perasaanmu terhadap Vano? Apakah kamu benar-benar peduli padanya, atau hanya ingin mengontrol situasi?” Rai bertanya, suaranya terdengar sedih.
“Aku tidak bisa mengendalikannya. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku tidak pernah berniat untuk membuatnya terluka. Ketika aku tahu dia dekat dengan Rai, aku merasa tidak berdaya,” Naya menjelaskan, air mata mengalir di pipinya.
Andra dan Rizky saling berpandangan. “Kami tidak bisa mempercayai bahwa semua ini hanya masalah cemburu. Kami harus menemukan kebenaran di balik kematian Vano,” Rizky berkata.
Mereka memutuskan untuk memberi Naya kesempatan untuk menjelaskan lebih lanjut dan menantikan jawaban yang lebih jelas. Namun, di dalam hati mereka, mereka tahu bahwa ada lebih banyak hal yang perlu diungkap sebelum mereka bisa mendapatkan keadilan untuk Vano dan menghentikan semua kekacauan yang ada.