Berawal dari sahabatnya yang fans sekali dengan seorang Gus muda hingga mengadakan seminar yang akan diisi oleh Gus yang sedang viral dikalangan muda mudi itu.
Dari seminar itulah, Annisa menemukan sosok yang selama ini dikagumi oleh banyak orang salah satunya Bunga, sahabatnya sendiri.
Awalnya, menolak untuk menganggumi tapi berakhir dengan menjilat air ludah sendiri dan itu artinya Annisa harus bersaing dengan sahabatnya yang juga mengagumi Gus muda itu.
Lantas gus muda itu akan berakhir bersama Annisa atau Bunga?
Ketika hati telah memilih siapa yang dia cintai tapi takdir Allah lebih tau siapa yang pantas menjadi pemilik sesungguhnya.
Aku mencintai dia, sedangkan dia sudah bertemu dengan takdir cintanya dan aku masih saja menyimpan namanya didalam hati tanpa tau bagaimana cara untuk menghapus nama itu.
Bukan hanya aku yang mengejar cinta, tapi ada seseorang yang juga tengah mengejar cinta Allah untuk mendapatkan takdir cinta terbaik dari yang maha cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebuah Kata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Itu Lagi
"Siapa dia, Dam?" tanya Habibi makin penasaran.
Sebanyak itu fans yang melangitkan namanya dan bahkan terang-terangan mengatakan cinta kepadanya, hanya gadis yang ada dicerita Adam lah yang mampu membuatnya penasaran seperti ini.
Adam mengangkat bahunya, pasalnya dia juga tidak mengenal pasti gadis itu hanya ada satu pesan yang gadis itu sampaikan kepadanya saat terakhir mereka bertemu.
"Habibi, aku mohon jangan buat video marah-marah tentang hal ini, karena aku sudah janji sama gadis itu untuk tidak memberitahu siapapun." Adam menyapaikan janji dirinya yang telah dia buat bersama gadis itu pada Habibi.
"Kenapa?" tanya Habibi masih dengan rasa yang ingin tahu.
"Dia tidak sama seperti fans kamu yang lain, ada beberapa bait doa yang mengisyaratkan jika dia benar-benar mencintaimu." balas Adam.
"Bait doa seperti apa yang dia langitkan?"
Adam mendengus dan memutar otak mengingat doa yang gadis itu langitkan, " Kurang lebih kek gini," jeda Adam sebelum melanjutkan.
"Ya Allah, tiada yang salah atas takdirmu. Ya Allah, hamba mohon, cabut lah rasa yang seharusnya tidak hamba simpan untuknya. Ya Allah, hamba tau engkau lebih mengetahui dari apa yang hamba harapkan. Hamba mohon ya rabb, jika dia bukan takdir hamba berikanlah kelapangan hati untuk hamba ikhlas menyaksikan dia dengan takdirnya dan berikan hamba keridhoanmu untuk tetap mencintai dakwahnya. Ya Allah, bohong, jika hamba mengatakan bahwa hamba tidak sesak mendengar berita itu, tapi lebih bohong lagi jika hamba mengatakan hamba mencintai dirinya karenamu akan tetapi hamba masih menyalahkan takdir yang tidak mempersatukan kami. Maafkan hambamu ini ya rabb. Maafkan hambamu ini yang telah lancang mencintai Habibi-Mu. Bantu hamba untuk ikhlas Ya Allah. Aamiin."
Diam
Hanya keheningan yang menyelimuti dua pria yang usianya tertaut satu tahun itu. Entahlah, apa yang ada diotak Habibi setelah mendengar hal itu? Sedangkan Adam terdiam sembari mengucapkan maaf kepada gadis itu dan beristighfar sebanyak-banyaknya karena telah mengingkari janjinya kepada gadis itu.
"Bibi, aku mohon, jangan disebarkan perihal ini kemedia. Kasihan gadis itu, ini salahku, bukan salahnya." ucap Adam setelah beberapa menit terdiam.
Habibi membuang nafasnya pelan, "Tenanglah, aku tidak akan memperpanjang masalah ini, dia hanya mengejarku dengan caranya tidak seperti kebanyakan wanita yang terang-terangan mengusiku." jawab Habibi membuat Adam sedikit lega.
"Bi, bagaimana dengan pernikahanmu yang hanya tinggal beberapa bulan lagi?"
"Biarkan semua berjalan apa adanya, Dam. Aku juga gak tau harus bersikap seperti apa saat ini."
Adam memegang pundak sahabatnya itu, "Mintalah petunjuk kepada Allah."
Habibi mengangguk, "Aku yakin ini adalah takdir dari-Nya."
Adam tersenyum, "Ada acara apa lagi hari ini? Kek rapi banget." tanya Adam yang baru menyadari kerapian dari Habibi walau pria itu memang selalu menjaga kerapiannya tapi kali ini rapinya beda.
Jubah berwarna navi itu terpasang indah dibadan Habibi. Pria yang selalu terlihat tampan dengan semua model pakaiannya.
"Ini mau ngisi acara di Fakultas Hukum yang kampusnya gak jauh dari sini itu loh." jelas Habibi sembari memperbaiki letak jam tangannya.
"Bukannya itu kampus tempat aku bertemu dia?" batin Adam.
"Kamu mau ikut?" tawar Habibi.
"Boleh?"
Habibi mengangguk, " Boleh, asalkan gak ngereok aja disana." godanya.
"Bukan ngereok tapi ngambil alih perhatian orang sekitar, secara aku lebih tampan daripada kamu." ucapnya percaya diri.
Habibi memajukan bibirnya, meledek ucapan Adam, "Lebih tampan aku pokoknya, IG aja baru centang biru masih belagu aja, aku dong, udah lama ada birunya." ledek Habibi tak kalah percaya dirinya.
"Pokoknya, kata Umi, aku paling tampan."
Habibi mengangguk pasrah, "Iya Adamnya Hawa."
****
Seperti yang dikatakan oleh Habibi satu jam yang lalu, bahwasannya dia akan menghadiri acara disalah satu kampus. Dan, saat ini pria itu tengah berdiri dihadapan banyak orang dengan satu mic ditangan.
Sedangkan Adam, pria itu izin pada sahabatnya untuk tetap menunggu dimobil saja. Namun, kenyataannya Adam malah berkeliaran diluar mobil, tepatnya di masjid tempat pertama kali dirinya bertemu dengan Annisa.
Sudah beberapa menit Adam mengelilingi masjid namun tidak ada Ia menemui sosok yang dicari.
"Kemana dia? Apa dia sudah pulang?" batinnya.
"Maafkan, saya gadis minimalis." lirihnya dan berlalu pergi hendak kembali kedalam mobil.
"Kamu," panggil seseorang membuat Adam menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap sumber suara.
"Gadis minimalis?" balasnya berbalik tanya diakhiri senyum bahagia, akhirnya orang yang dicari datang sendiri.
Annisa mengerutkan keningnya, "Kamu sedang menghina aku?" tudingnya tak terima dikatakan seperti itu.
Adam mengibas tanganya didepan wajahnya,"Ah, maafkan saya, maksud saya bukan seperti itu, mba-"
"Annisa, panggil aku Annisa." potongnya yang direspon anggukan oleh Adam.
"Oke, mba Annisa."
"Annisa aja, ga usah pake mba. Kamu kira aku mba mu?!" kesalnya.
Adam terkekeh, "Baiklah, wanita." ucapnya memperbaiki.
Annisa mendengus kesal, sepertinya pria dihadapannya saat ini sedang menguji kesabaran Annisa yang seluas upil.
"Maksud kamu apa?! Aku memang wanita, tapi namaku Annisa! Ga usah dirubah-rubah deh!" kesalnya.
Bukannya takut, Adam malah kembali tertawa melihat raut wajah gadis itu. Akhir-akhir ini Adam tampak lebih cair daripada sebelumnya. Pasalnya diantara Adam dan Habibi, yang irit bicara dan jarang tertawa adalah Adam, akan tetapi semenjak mengenal Annisa, pria itu tampak lebih mudah tertawa dan terlihat lebih hangat daripada sebelumnya.
"Ish! Kamu kenapa sih?! Aneh banget. Kamu dengerin aku gak sih?!" Annisa menghentakkan kakinya saat melihat Adam masih tertawa kecil.
"Oh iya, panggil saya Adam," Adam mengenalkan dirinya tanpa diminta.
"Dan, kenapa kamu marah saat saya memanggilmu 'wanita'? Bukankah, Annisa itu artinya wanita? Jadi saya benar dong?" lanjut Adam mencoba mengingatkan kembali gadis itu akan arti namanya yang indah.
Annisa tampak berpikir, sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan ucapan Adam. Akan tetapi perkara tidak selesai sampai disitu saja, gadis itu tetap tidak terima akan perubahan namanya.
"Pokoknya, namaku, Annisa dan itu udah tercatat di akte, ktp dan kk, kamu jangan ngerubah begitu aja, Damdam." balasnya.
Adam mengangkat satu Alisnya heran ketika gadis itu seenak jidat mengubah namanya, "Nama saya Adam! Gak Damdam, dan itu sudah tercatat J.E.L.A.S di akte, ktp dan kk." ucapnya menirukan logat gadis itu.
Annisa membuang nafasnya lelah, energinya hampir habis jika harus meladeni pria aneh dihadapannya itu, "Gak usah kopi deh!"
"Btw, Hawanya mana?" tanyanya enteng.
"Maaf sekali, saya gak suka kopi," balas Adam semakin membuat gadis itu geram.
"Dan masalah Hawa, Apakah, kamu mau menjadi Hawanya Adam?" tanya Adam sedikit jahil.
Mata gadis itu membulat sempurna, "Kamu kira aku apaan? Diajak jadi hawanya kamu?" tanyanya diakhiri dengan mengembungkan kedua pipinya dan melipat kedua tangan didepan dada.
Adam mengulum senyumnya agar tidak tertawa lepas, "Santai Mb--"
"A.N.N.I.S.A!" potong gadis itu sambil mengeja setiap huruf yang ada didalam namanya.
"Panggil aku Annisa, gak pake mba ataupun sejenisnya!" tegasnya lagi.
Adam menggambil nafas panjang dan membuangnya pelan, "Oke, Annisa, jangan emosi terus, nanti darah tinggi." Adam mengingati gadis itu agar tidak marah-marah lagi. Tidak baik bukan?
Tidak baik untuk detak jantungnya maksudnya, wkwk.
"Ngapain kamu ada disini lagi? Setau aku, gak ada mahasiswa yang berwajah seperti kamu."
"Memangnya wajah saya kenapa?"
"Tua," singkat gadis itu.
"Tua apa tampan?"
"Tua! Kamu pede banget sih?!"
"Setau saya, saya lebih tampan daripada Habibi."
"Maksud kamu apaan sih?! Ngapain bawa-bawa Gus Habibi segala?!"
"Ya gak masalah dong, tapi emang benar kan, kalau saya lebih T.A.M.P.A.N daripada Habibi?" tanyanya menekankan kata tampan.
Annisa mendengus kesal, "Kalau aku muji Gus Habibi aja, sama aja dengan aku ngerendahin ciptaan Allah yang lainnya, yaudah deh lima puluh-lima puluh deh, deal kan?" balasnya berusaha adil.
"Hahaha, cari aman kamu ya? Okelah, deal, setidaknya kamu mengakui kalau saya juga tampan." godanya.
Fyi, mereka memang sedang berbicara berdua tapi keadaan sekitar tetap ramai dan mereka berdua tidak saling menatap, jadi masih aman bukan?
"Baiklah, saya mau ke mobil dulu, sebelum itu, jika kita bertemu lagi, maka izinkan saya melamarmu." ucap Adam berlalu pergi meninggalkan Annisa yang kini membeku dibuatnya. Bagaimana tidak, pria itu mengucapkan kata yang sakral bagi seorang perempuan. Kata itu adalah kata yang amat serius bagi seoarang Annisa.
Dan pria yang tidak Ia kenal itu mengucapkan hal serupa, gimana gak membeku coba?
Ralat, bukan tak kenal akan tetapi baru mengenal itupun nama saja tidak lebih. Dan apa Annisa mau mengenal pria itu secara lebih? Biarkan alur yang menjawabnya.
"Dadammmm, aku gak mauuu..." teriaknya menolak ucapan Adam yang tak dihiraukan oleh pria itu.