NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15

Ketika pertama kali aku memutuskan untuk menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai teknik pengumpulan data untuk penelitianku, rasanya ini adalah pilihan yang paling masuk akal dan praktis, terutama karena aku melakukan penelitian di desa sendiri.

Aku berpikir, karena aku sudah akrab dengan lingkungan dan orang-orangnya, proses pengumpulan data akan berjalan dengan lancar tanpa banyak hambatan. After all, siapa yang lebih paham tentang dinamika sosial di desa ini selain aku sendiri?

However, setelah mendengar cerita dari beberapa teman yang juga menggunakan metode ini, aku mulai menyadari bahwa realitas di lapangan sering kali jauh dari harapan.

Salah satu masalah yang paling sering muncul adalah sikap responden terhadap kuesioner. In my mind, aku cukup membagikan kuesioner, memberikan sedikit penjelasan, dan responden akan dengan senang hati mengisi semuanya. But it’s not that simple. Tapi ternyata, tidak semudah itu.

Ada saja responden yang enggan membaca kuesioner, either due to laziness, entah karena malas, a lack of time, merasa tidak punya waktu, atau mungkin karena mereka kurang memahami bahasa yang aku gunakan.

Mereka lebih memilih untuk di bacakan pertanyaan satu per satu, dan itu memakan waktu lebih lama dari yang perkirakan. Apalagi jika jumlah pertanyaan dalam kuesioner cukup banyak, ini bisa menjadi proses yang sangat melelahkan.

Lalu ada juga responden yang memiliki pendekatan yang berbeda. Bukannya hanya meminta untuk dibacakan kuesioner, mereka malah meminta temnaku untuk langsung mengisi kuesioner itu berdasarkan jawaban yang mereka sebutkan.

You just write it, I’ll answer, kamu saja yang tulis, saya jawab saja," kata mereka.

Initially, I thought this might simplify things, but it can actually create problems. Awalnya aku berpikir mungkin ini akan mempermudah, tapi sebenarnya ini bisa menimbulkan masalah. Saat kita sendiri yang mengisi, kadang ada kecenderungan untuk secara tidak sengaja menginterpretasikan jawaban mereka, yang pada akhirnya bisa mengubah makna asli dari jawaban itu.

Not everyone is willing to be a respondent, dan tidak semua orang bersedia menjadi responden.

Tidak hanya itu, dalam wawancara pun, permasalahan serupa bisa terjadi. Wawancara yang seharusnya menjadi sarana untuk mendapatkan informasi lebih mendalam bisa menjadi kurang efektif jika responden tidak kooperatif.

All of this makes the data collection process, which I initially thought would be easy, turn out to be more challenging than I imagined.

Semua ini membuat proses pengumpulan data yang awalnya aku pikir akan mudah, ternyata menjadi lebih menantang daripada yang aku bayangkan.

In the end, pengumpulan data tidak hanya tentang mendapatkan jawaban dari kuesioner atau wawancara, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa membangun hubungan yang baik dengan responden, menciptakan suasana yang mendukung, dan memastikan bahwa data yang kita peroleh benar-benar mencerminkan realitas yang ingin kita teliti.

***

Menyusun variabel dan definisi operasional dalam penelitian sering kali menjadi bagian yang rumit dan membingungkan. I remember when I first faced this part of my research, aku ingat saat aku pertama kali menghadapi bagian ini dalam penelitianku, rasanya seperti tersesat di tengah hutan tanpa kompas.

I knew that variabel dan definisi operasional adalah hal yang sangat penting untuk menjelaskan apa yang sedang aku teliti dan bagaimana aku mengukurnya.

However, when I tried to work on this section, I felt confused and unsure of where to start.

Namun, ketika aku mencoba menyusun bagian ini, aku merasa bingung dan tidak yakin harus mulai dari mana.

At that time,  aku hanya mencantumkan sedikit data sebagai contoh, tetapi rasanya masih belum cukup memadai.

I struggled to understand what exactly should be written in this section, aku berusaha untuk memahami apa yang seharusnya ditulis di bagian ini, tetapi penjelasannya di buku teks dan panduan penelitian terasa terlalu teknis dan sering kali tidak terlalu jelas.

Aku merasa terjebak antara teori dan praktik, dan kadang-kadang teori tidak selalu mudah diterjemahkan ke dalam praktik yang konkret.

As my confusion deepened, aku akhirnya memutuskan untuk melihat skripsi orang lain sebagai panduan.

Although I knew it might not be the best approach, at that moment, I felt I had no other option.

Mungkin bukan langkah terbaik, aku tahu itu, tapi pada saat itu, aku merasa tidak punya pilihan lain.

Aku mencari skripsi yang memiliki topik atau metode yang mirip dengan penelitianku, berharap bisa mendapatkan petunjuk tentang bagaimana orang lain menyusun variabel dan definisi operasional mereka.

Aku menemukan beberapa contoh yang tampaknya relevan dan mulai menyalin bagian-bagian tertentu dari skripsi tersebut. Of course, aku mengubah kata-katanya untuk disesuaikan dengan topik penelitianku, tetapi prinsip dasarnya masih sama.

Aku merasa sedikit bersalah karena tahu bahwa ini bukan cara yang ideal, dan aku seharusnya bisa melakukan lebih dari sekadar menyalin.

However, at that time, it felt like the only way to get a clear idea of what I needed to write.

Namun, pada saat itu, rasanya seperti ini satu-satunya cara untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang harus aku tulis.

Ternyata, menyalin dan mengubah kata-kata tanpa benar-benar memahami bagaimana variabel dan definisi operasional bekerja dalam konteks penelitianku sendiri, hanya membuatku semakin bingung.

I felt like I didn’t fully grasp what I was writing, which could potentially create problems later on.

Aku merasa seperti aku tidak sepenuhnya memahami apa yang aku tulis, dan ini berpotensi membuat masalah di kemudian hari.

I knew that definisi operasional harus spesifik dan dapat diukur, serta harus sesuai dengan variabel yang aku teliti. Variabel harus jelas dan terukur, dan definisi operasional harus menjelaskan bagaimana aku akan mengukur atau menilai variabel tersebut dalam konteks penelitian.

Tapi memahami semua ini secara teori dan mengaplikasikannya dalam penelitian yang sebenarnya adalah dua hal yang berbeda. Aku merasa frustasi karena aku tidak ingin hanya menyalin tanpa benar-benar memahami konteks dan aplikasinya.

***

Aku ingat betul saat aku menghadapi kebingungan dalam penulisan penelitianku. It felt like all the problems were piling up, and I was stuck with no way out.Rasanya, semua masalah datang bertubi-tubi, dan aku merasa terjebak tanpa jalan keluar.

Aku sudah mencoba memahami variabel dan definisi operasional, but everything still seemed so confusing, tapi rasanya semuanya masih begitu membingungkan.

It felt like I was in a dark labyrinth with no clear direction.

Aku merasa seperti sedang berada di labirin yang gelap, tanpa petunjuk arah yang jelas.

The main issue was that I didn’t know who to ask for help. Masalah utama adalah aku tidak tahu harus bertanya pada siapa.

Teman-temanku sendiri sedang menghadapi berbagai masalah mereka. Mereka sibuk dengan tugas mereka sendiri, and I felt uncomfortable bothering them with my difficulties, dan aku merasa tidak nyaman untuk mengganggu mereka dengan kesulitan yang aku hadapi.

I knew they had their own heavy burdens, and I didn’t want to add to them.

Aku tahu bahwa mereka juga memiliki beban yang berat, dan aku tidak ingin menambah beban mereka.

Besides, I rarely shared my problems with them because I didn’t want to trouble or intrude on their lives.

Lagipula, aku jarang berbagi masalah dengan mereka karena aku merasa tidak ingin merepotkan atau mengganggu kehidupan mereka.

Kesulitan ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa aku memang sulit bergaul dengan orang. Aku bukan tipe orang yang mudah bergaul dalam kerumunan besar atau situasi sosial yang ramai.

When I’m in the middle of many people, it feels like my head is spinning and my heart is racing.

Ketika aku berada di tengah banyak orang, rasanya seperti kepalaku berputar dan jantungku berdegup kencang.

I prefer quiet places where I can feel more comfortable and focused. Aku lebih suka berada di tempat yang tenang, di mana aku bisa merasa lebih nyaman dan fokus.

Berkomunikasi melalui dunia maya adalah cara yang jauh lebih nyaman bagi ku. Aku merasa bisa lebih bebas mengekspresikan diriku dan mengatasi ketidaknyamanan sosial dengan lebih baik.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!