Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 15
Ruang rawat inap Lavina cukup ramai dengan adanya kedua keluarga besar, bahkan Aidan juga turut hadir. Namun, wanita yang masih terbaring di brankar rumah sakit itu, tak terlalu antusias mendengarkan segala perbincangan yang terjadi, sebab seseorang yang dia harapkan tidak ada di ruangan itu.
Sudah tiga puluh menit berlalu sejak dia sadar dari pingsannya, tetapi dia menemui batang hidung sang suami. Yang jelas-jelas menjadi orang terakhir yang dia lihat sebelum tak sadarkan diri. Lalu, ke mana kiranya suaminya itu berada?
“Ma,” panggil Lavina menyela dua wanita paruh baya yang sedang berbincang dengan binar senang itu, mengalihkan atensi ke arahnya.
“Iya, kenapa? Adek butuh sesuatu?” Arumi cepat tanggap mendekat ke tempat putrinya berada.
“I-itu ... Mas Aby ke mana?” tanya Lavina pelan.
Sontak hal itu membuat ruangan yang awalnya ramai, seketika menjadi hening. Membuat Lavina bingung serta khawatir. Tidak mungkin terjadi suatu hal yang buruk kepada suaminya itu, bukan?
“Kami sampek lupa bilang kalau suami kamu masih pi—“
Brak!
Suara pintu yang dibuka dengan kasar, menyela perkataan Ira. Terlihat sosok Abyan dengan keadaan kacau mendekat ke arah sang istri. Makin menambah perasaan tidak nyaman di hati Lavina.
“Mas, kenapa?” Lavina bercicit lemah.
Bukannya menjawab, pria itu membawa tubuh Lavina ke dalam dekapan hangatnya. Sesekali, pria itu memberikan kecupan ringan di pelipis sang istri. Meski masih khawatir akan apa yang terjadi kepada suaminya, tak mengurangi perasaan hangat dan nyaman yang menyusup ke dalam hatinya.
Mengerti akan situasi sepasang pengantin baru itu untuk memiliki waktu berdua. Dua keluarga besar yang berada di ruangan itu, satu per satu keluar.
“Jangan sampai pingsan lagi, loh, Bang,” celetuk Aidan yang menjadi orang terakhir yang keluar dari ruang rawat Lavina.
Setelah ruangan itu hanya berisi mereka berdua. Lavina mencoba untuk menangkup wajah suaminya yang masih betah di perpotongan lehernya. “Mas, apa terjadi sesuatu yang buruk?” tanyanya sudah kepalang bingung sekaligus penasaran.
Abyan menggeleng pelan. Lantas, tangannya mengambil sebelah tangan sang istri untuk dikecupnya penuh kelembutan. Seakan tengah menyalurkan perasaan sayangnya pada istri kecilnya.
“Terima kasih, Lav,” ucap Abyan sangat tulus. Tatapannya tak teralih, menatap teduh wanita yang menjadi istrinya. “Terima kasih sudah melengkapi hidup mas, Lav. Terima kasih karena masih bertahan dan memberikan kesempurnaan untuk hidup aku. Mas sayang kamu. Ah ... tidak-tidak. Mas cinta sama kamu, Lavina,” ungkapnya.
Lavina jelas saja terkejut dengan ungkapan mendadak sang suami. Meski selama ini dia juga paham melalui perlakuan Abyan padanya. Tetap saja dia tidak siap saat mendengar langsung kejujuran sang suami.
“Lav, say something, please,” pinta Abyan menarik Lavina kembali ke dunia nyata.
Bibir plumpy Lavina membentuk senyum dan mengangguk pelan. Dengan berani wanita itu memberikan Abyan sebuah ciuman singkat, yang tentunya sukses membuat suaminya terbelalak tak percaya.
“Aku juga,” ujar Lavina tak begitu jelas.
“Juga apa, Sayang?” Abyan mengulum senyum saat melihat raut wajah Lavina yang kembali memerah malu-malu.
"Aku juga sayang Mas Aby,” aku Lavina menahan salah tingkahnya.
Sudut bibir Abyan berkedut, menahan senyumannya yang memberontak terlepas. “Cinta mas juga, gak?” tanyanya lagi, berniat menggoda sang istri.
Wajah Lavina sudah tak baik-baik saja. Rona merah sudah melingkupi seluruh wajah wanita itu saat mendapat pertanyaan memancing dari Abyan. Namun, tak urung juga wanita itu mengangguk gemas.
“Cinta juga. Aku cinta Mas Aby,” ungkap Lavina cepat dan semakin memelan.
Senyuman Abyan akhirnya terlepas bebas. Kembali ia rengkuh tubuh yang lebih muda dengan hati-hati. “Tetap bersama Mas, ya, Lav. Kita rawat baby-nya sama-sama. Biar baby tahu, kalau kedua orang tuanya saling mencintai dan sangat mencintai baby,” ucap pria sebagai sebuah harapan dan doa untuk kehidupan mereka ke depanya.
***
Setelah diperbolehkan pulang oleh dokter, kegiatan Lavina dibatasi dengan mutlak oleh suaminya. Dan hal itu pula didukung oleh keluarga besar. Sudah sangat wajar batasan itu ada, sebab Lavina sedang hamil cucu pertama di dua keluarga besar.
Terlebih, wanita itu masih hamil muda. Di mana masih rentan terjadi hal-hal buruk. Abyan tidak mau itu terjadi. Maka Lavina tak bisa untuk membantah saat suaminya itu sudah meminta wanita itu untuk cuti bekerja.
“Nanti aku masih bisa kerja lagi, kan, Mas?” Lavina membuka suara di tengah keheningan di pagi hari itu.
Abyan yang baru saja masuk kamar dengan segelas susu hamil yang dia bawa, tak langsung menjawab. “Habisin dulu susunya. Kamu baru saja muntah-muntah, Mas takut kamu sampai pingsan lagi,” ujarnya.
Ibu hamil itu menurut. Menegak habis susu itu secara perlahan dengan kerutan dahi yang tercetak jelas. Iya, benar, wanita itu tidak terlalu suka dengan rasa susu hamil yang dia minum. Akan tetapi, dia harus tetap menghabiskannya demi bayi yang tengah ada di dalam perutnya.
“Jadi ... boleh, kan, Mas?” tanya Lavina yang masih menunggu jawaban sang suami.
Abyan menghela napas panjang, menatap wajah penuh harap yang ditampilkan sang istri. “Boleh. Asal kamu sudah benar-benar sehat,” putusnya yang memang tidak bisa memaksa sang istri untuk berhenti bekerja. Setidaknya untuk sekarang, istrinya itu mau menurut untuk istirahat.
Lavina tersenyum lebar, lantas menerjang tubuh suaminya. Untung saja Abyan tidak sampai terjengkang, sebab serangan tiba-tiba dari istrinya.
“Astaga, Lav. Jangan kayak gini lagi, ya, Sayang. Inget kamu sekarang gak sendiri. Aku takut kamu sama baby kenapa-napa.”
*
*
Happy weekend semua 🥰