" Om om, mau jadi ayah Aga ndak. Aga ndak punya ayah. Ibu Aga tantik lho Om."
" Hahaha, anak ini lucu bener."
Seorang bocah kecil tiba-tiba bicara seperti itu kepada pria asing. Wajah polosnya tersebut tidak bisa membuat si pria marah meskipun dia dipinang dadakan oleh bocah itu.
Tapi siapa sangka anak kecil itu datang bersama dengan seseorang yang ia kenal.
" Kamu, ini anakmu?"
" Maaf, kami permisi."
Wanita itu langsung pergi membuat si pria penasaran.
Siapa sebenarnya mereka dan apa yang terjadi? Dan mengapa Aga mengatakan bahwa tidak punya ayah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JAYO 15: Aku Harus Selidiki
Hari sudah sore, Kaivan pamit untuk pulang. Hal tersebut sedikit membuat Aga merasa sedih. Ia tidak ingin Kaivan pulang.
" Om, bobo sini aja. Talau Om pulang nanti Aga nda tetemu Om lagi." Aga sedikit merengek, bahkan ia tidak melepaskan pelukan tangannya dari tubuh Kaivan.
Dara dan Pram menjadi bingung, agaknya Aga benar-benar menginginkan Kaivan berada di sana malam itu. Tapi tentu saja itu tidak bisa dilakukan. Bagaimanapun status Dara yang seorang janda riskan mendapat fitnah. Dan membiarkan seorang laki-laki menginap tentu itu bukanlah hal yang baik.
" Sayang, biarin Om Kaivan pulang ya. Kasian kan dari pagi Om udah di sini. Pasti capek, besok kan Om harus kerja juga." Dara berusaha membujuk Aga. Dan semua yang dikatakan olehnya bukan hanya sekedar bujukan untuk Aga, tapi memang adalah hal yang nyata. Sudah semenjak Aga sakit, Kaivan banyak menghabiskan waktu bersama. Setiap pulang kerja ia langung menuju rumah sakit bahkan tidur di rumah sakit, pastilah tubuh Kaivan lelah juga.
Dara tidak ingin menambah hutang budi terhadap Kaivan lagi. Sudah cukup banyak yang Kaivan berikan kepada mereka. Baik materi maupun moral. Dan ia Tidka ingin Kaivan merasa terbebani terhadap permintaan Aga.
" Tapi Ibu ... ."
" Aah gini aja, kalau nanti Aga sudah beneran sehat dan mulai sekolah lagi, sesekali Om bakalan anter Aga. Gimana, mau nggak. Tapi malam ini Om harus pulang dulu, Om nggak bisa nginep di sini, kasian Om Rendi bobo sendirian."
Aga terdiam mendengar ide dari Kaivan. Tampaknya bocah itu tengah menimbang terlebih dulu. Sembari menunggu Kaivan kembali memikirkan apa yang tadi dibicarakannya bersama Dara. Perihal mengapa wanita itu tiba-tiba pergi mengulang dari kehidupannya.
Siapa sangka, Dara yang selama ini sudah begitu dekat dengan keluarganya menjadi rendah diri dan minder. Ia mengatakan bahwa selama ini hanya menjadi benalu terhadap Kaivan dan keluarganya. Padahal semua itu tidak benar. Ini menjadikan Kaivan semakin bertanya-tanya. Ia yakin ada oknum yang membuat Dara menjadi memiliki perasaan seperti itu dan akhirnya memilih untuk pergi.
" Aku harus selidiki ini," monolog Kaivan dalam hati.
Setelah terdiam beberapa saat akhirnya Aga buka suara juga. Dia agaknya setuju dengan ide yang tadi diutarakan oleh Kaivan. " Ote Om, tapi janji ya Om Ganteng mau antelin Aga setolah."
" Siapa komandan. Om janji akan anter komandan pergi sekolah. Nah sekarang Om pamit ya."
Aga mengangguk. Anak itu memeluk lalu mencium tangan Kaivan dengan lembut. Dan Kaivan juga berpamitan kepada Dara juga Pram. Ada rasa tidak enak dari ayah dan anak itu terhadap Kaivan. Dimana Kaivan bisa melihatnya dengan sangat jelas dari raut wajah keduanya.
" Jangan begitu, kita dulu pernah sangat dekat bukan? Pak, Dara, jangan merasa nggak enak atau nggak nyaman dengan adanya aku. Jujur aku seneng kok ketemu sama Dara dan Bapak. Apalagi sekarang ada Aga."
" Makasih ya Nak Kaivan. Bapak nggak tahu harus ngomong apa?" Ucapan terimakasih yang Pram utarakan itu sangat tulus. Melihat cucunya menjadi bahagia setiap bersama Kaivan seperti sebuah oase di Padang pasir yang gersang. Selam ini Aga selalu mendambakan sosok Ayah, dan entah mengapa anak itu langung menempel saja kepada Kaivan padahal mereka jika dibilang baru pertama kali bertemu.
" Aku anterin kamu ke depan Van," ucap Dara. Kaivan mengangguk dan keduanya berjalan beriringan hingga Kaivan masuk ke dalam mobil. " Makasih sekali lagi Van, aku nggak tahu gimana harus membayar semua kebaikanmu. Tapi untuk biaya rumah sakit aku bakalan balikin."
" Dar, stop! Udah aku bilang aku nggak minta kamu balikin. Aku tulus mau nolong kamu jadi please, jangan mikirin yang begitu. Aah iya, mumpung inget, kamu bilang kan kalau kamu pergi waktu itu karena udah nggak mau ngrepotin kami? Apa ada seseorang yang ngomong buruk ke kamu?"
Degh!
Seketika Dara melihat ke arah wajah Kaivan. Pria itu nampak serius, ucapan yang keluar dari mulutnya mengandung sebuah keharusan untuk di jawab. Namun Dara berusaha tenang. Ia mengatur debaran jantungnya agar suara yang ia keluarkan nanti tidak bergetar dan jangan sampai membuat Kaivan mencurigainya.
" Nggak ada Van, nggak ada yang berkata seperti itu, semua itu karena keinginanku sendiri. Aku yang sudah merasa bahwa aku dan Bapak terlalu sering merepotkan mu dan keluarga. Ya udah kalau gitu, segera kembali lah. Kamu butuh istirahat juga. Aku juga nyesel karena nggak bisa memberi ucapan selamat buat pernikahan Ran, tolong sampein itu."
" Bilang sendiri Dar, aku yakin seenggaknya kamu masih tahu akun medsos punya Ran kan? Aku pamit. Assalamualaikum."
Ya, apa yang dikatakan oleh Kaivan itu tentunya benar adanya. Meskipun sudah tidak menyimpan nomor ponsel milik Ran, tapi pasti Dara masih sering melihat akun media sosial milik adik kembarnya Kaivan itu. Maka dari itu tadi ia berkata tentang pernikahan Ran. Ada sepercik rasa bersalah dalam diri Dara, dulu mereka sangat dekat, dan sekarang hanya sekedar memberi ucapan selamat saja ia merasa begitu berat.
" Aku nggak tahu harus gimana," ucap Dara sambil mengusap wajahnya kasar. Ia merasa kecil jika harus kembali menghubungi Ran. Rindu kah Dara terhadap sahabatnya itu? Tentu, berhubungan dengan keluarga Abinawa bukanlah hanya dalam hitungan hari ataupun bulan tapi sudah bertahun-tahun. Jadi ketika ia memutuskan untuk pergi, tidak dipungkiri perasaan rindu kepada mereka pun membuncah. Namun Dara terlalu sibuk dengan hatinya hingga jarang menghiraukannya.
" Heh kamu itu tuh nggak pantes ada di keluarga mereka? Kita tahu kok, Tuan Kai tuh emang baik jadi mau nampung kamu di sini semenjak kamu masih belum lulus SMA. Tapi seharusnya kamu tahu diri, dan nggak ngemanfaatin kebaikan Tuan Kai dan anak istrinya. Aah jangan-jangan kamu mau naik ke ranjang Tuan Muda Kaivan biar bisa naikin statusmu itu! Cih dasar parasit nggak tahu diri."
Dara termenung di depan rumah selepas Kaivan pergi, dan kata-kata itu kembali terngiang di kepalanya. Kata-kata yang terucap bukan hanya sekali dan satu mulut saja itu sudah sering ia dengar. Mengatai dirinya benalu dan parasit, hingga jalaang. Namun tidak sekalipun Dara melaporkan semua cacian dan hinaan itu kepada Kiavan ataupun Ran. Ia memilih untuk memendamnya sendiri. Dan pada puncaknya, ia pun mengambil keputusan untuk pergi.
" Aku udah bener kok, aku udah sangat bener meskipun pada akhirnya aku harus kembali dihadapkan dengan Kaivan. Haaah."
TBC