"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15 - Beranjak dewasa
"Aargghhh...!!!."
Suara teriakan Lea yang nyaring terdengar dari kamar mandi sehingga membuat Saga terkejut. Ia segera berlari menuju kamar mandi lalu mengetuk pintu dengan panik.
"Lea! Lea, ada apa? Kamu baik-baik saja?," tanya Saga dengan cemas.
"Paman... Paman... tolong...!," suara Lea terdengar gemetar dari dalam.
Saga mencoba membuka pintu, tetapi terkunci dari dalam. "Lea, buka pintunya! Apa yang terjadi?," desaknya dengan khawatir.
Setelah beberapa detik, pintu kamar mandi pun perlahan terbuka. Saga melihat Lea berdiri di sana dengan wajah pucat dan mata yang berkaca-kaca.
Lalu Lea menunjuk ke arah bagian bawah tubuhnya, yang berlumuran darah.
"Paman, Lea berdarah! Lea takut...! Apa yang terjadi pada Lea!?," teriak Lea dengan panik.
Saga yang awalnya merasa panik, tiba-tiba menyadari apa yang mungkin terjadi pada Lea lalu memalingkan mukanya dari tubuh Lea dan melihat ke arah lain.
Dia mengingat pelajaran biologi dari sekolah, tentang menstruasi pada perempuan. Tapi, bagaimana dia bisa menjelaskan hal ini kepada Lea? "Bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskannya?."
"Lea, tenang. Paman pikir kamu sedang mengalami sesuatu yang normal untuk gadis seusiamu. Itu namanya menstruasi atau datang bulan," ucap Saga tanpa melihat ke arah Lea.
"Menstruasi? Apa itu, Paman?," tanya Lea dengan kebingungan.
Saga mengambil napas dalam-dalam dan berusaha mengatur kata-katanya seraya berjalan keluar dari kamar mandi dan melanjutkan pembicaraannya di ambang pintu.
"Ini adalah proses alami yang terjadi pada tubuh perempuan. Setiap bulan, tubuhmu akan mengeluarkan darah sebagai bagian dari siklus reproduksi. Ini berarti tubuhmu sedang berkembang menjadi lebih dewasa."
Lea masih terlihat cemas, tetapi sedikit lebih tenang. "Apakah itu berbahaya, Paman?."
"Tidak, Lea. Ini normal dan tidak berbahaya. Tapi, Paman tahu ini mungkin menakutkan karena ini pertama kali kamu mengalaminya."
Setelah berpikir sejenak, kemudian Saga memutuskan untuk mencari bantuan. Lalu dia menghubungi Nadia, wanita yang selama ini menjadi bos sekaligus teman baik Saga, untuk menjelaskan situasinya.
Mendapat panggilan dari Saga, Nadia pun segera datang dengan membawa beberapa perlengkapan yang dibutuhkan Lea.
Saat Nadia tiba, dia langsung memeluk Lea agar lebih tenang. "Lea, sayang, ini adalah bagian dari menjadi seorang perempuan. Aku akan membantumu memahami dan mengurusnya," ujar Nadia dengan lembut.
Malam itu, Nadia membantu Lea memahami apa itu menstruasi dan bagaimana cara menghadapinya.
Saga merasa lega melihat Lea kembali tenang dan menjadi percaya diri setelah mendapatkan penjelasan yang baik dari Nadia.
**
Di sudut ruang tamu, Lea yang berusia lebih muda di antara mereka bertiga mengintip dari ujung sofa, ia berusaha mendengar percakapan antara Saga dan Nadia yang tengah berbincang hangat.
Lea merasa penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi dia tidak bisa bergabung karena merasa ada dinding pemisah di antara mereka.
Saga dan Nadia duduk berhadapan di meja makan sambil tertawa dan berbagi cerita. Nadia terus memuji penampilan baru Saga, yang kini terlihat lebih bersih dan tampan dengan rambut dan wajah yang terawat.
"Penampilan baru kamu benar-benar membuat kamu terlihat berbeda, Saga. Kamu terlihat lebih segar dan lebih percaya diri," ujar Nadia dengan senyum hangat.
Saga hanya tersenyum dan merasa sedikit canggung dengan pujian tersebut. "Terima kasih, Nadia. Aku hanya mencoba sesuatu yang baru."
Lea merasa semakin penasaran dan tidak bisa menahan diri untuk mendekat sedikit lagi. Namun, tanpa disadari, ia tersandung kaki meja dan terjatuh dengan suara keras.
Brukk!
"Aw!," Lea meringis kesakitan sambil memegang lututnya.
Saga dan Nadia pun segera bangkit dan menghampiri Lea. "Lea, kamu baik-baik saja?," tanya Saga dengan khawatir.
Lea pun berusaha bangkit sambil mengangguk. "Aku... Aku baik-baik saja, Paman. Cuma penasaran dengan apa yang kalian bicarakan," celetuknya polos.
Nadia pun tertawa kecil melihat tingkah Lea yang konyol. "Kamu ini, Lea. Tidak perlu mengintip seperti itu. Kamu bisa ikut bergabung dengan kami," ucapnya.
Lea pun merasa malu tetapi juga senang. "Benarkah? Terima kasih, Bibi Nadia."
Saat mereka kembali duduk bersama, dengan penuh rasa ingin tahu Lea pun bertanya, "Bibi Nadia, kenapa Bibi terus memuji Paman? Apakah Bibi suka dengan Paman?."
Pertanyaan Lea yang polos itupun membuat wajah Nadia memerah. "Lea, kenapa kamu tanya seperti itu?," ujarnya sambil tersenyum canggung.
Saga juga merasa jika suasananya menjadi canggung, lalu ia mencoba mengalihkan pembicaraan dan mengganti topik. "Lea, bagaimana sekolah hari ini? Apa ada hal menarik yang terjadi?."
Lea tersenyum nakal dan mengetahui bahwa ia telah membuat Nadia malu. "Tidak ada yang istimewa, Paman. Tapi aku penasaran, apakah Bibi Nadia akan sering datang ke sini lagi?."
Nadia tertawa sambil mengusap kepala Lea. "Tentu saja, Lea. Aku akan sering datang untuk menemui kalian berdua."
"Itu bagus, Bibi Nadia. Lea suka kalau Bibi datang ke sini."
**
Seiring waktu berlalu, Nadia semakin sering berkunjung ke rumah Saga, bahkan hanya untuk sekadar mampir dan mengobrol.
Hubungan antara Nadia dan Saga semakin akrab, dan hal ini awalnya membuat Lea senang. Ia merasa memiliki teman baru dan sering dihibur oleh cerita-cerita seru dari Nadia.
Suatu sore, Lea duduk di ruang tamu sambil belajar, sementara Nadia dan Saga bercakap-cakap di dapur. Tawa mereka pun terdengar sampai ke ruang tamu hingga membuat Lea tersenyum kecil, namun hatinya terasa sedikit berat.
"Lea, lihat apa yang Bibi bawakan," seru Nadia dari dapur, sambil membawa kue cokelat kesukaan Lea. Lea pun tersenyum lebar dan berlari menghampiri Nadia.
"Terima kasih, Bibi Nadia!," seru Lea sambil memeluk Nadia lalu mulai memakan kuenya.
"Sama-sama, Lea. Kamu pasti suka kue ini," balas Nadia seraya membalas pelukan Lea dengan hangat.
Namun, saat Lea kembali ke ruang tamu, dia melihat Saga dan Nadia saling berbisik dan tertawa bersama.
Melihat hal itu, ada perasaan aneh yang muncul di dalam hati Lea, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Lea mulai merasa ada yang berbeda, seolah perhatian Saga terhadapnya mulai terbagi.
Hari demi hari, Lea merasakan hal yang sama. Setiap kali Nadia berkunjung, perhatian Saga seolah terfokus pada Nadia. Lea mulai merasa cemburu, meski ia belum sepenuhnya mengerti perasaan itu.
Suatu malam, setelah Nadia pulang, Lea memberanikan diri untuk berbicara dengan Saga.
"Paman, bolehkah Lea bertanya sesuatu?," tanya Lea dengan suara pelan.
"Tentu, Lea. Ada apa?" jawab Saga, sambil menatap Lea.
"Kenapa Bibi Nadia selalu datang ke sini? Paman lebih sering bersama Bibi Nadia daripada bersama Lea," kata Lea dengan wajah murung.
Saga terkejut mendengar pertanyaan Lea. Ia tidak menyangka bahwa kedekatannya dengan Nadia membuat Lea berpikir seperti itu.
"Lea, Paman tidak pernah bermaksud mengabaikanmu. Paman dan Bibi Nadia hanya teman yang baik. Tapi, kamu tetap yang terpenting bagi Paman."
Lea menatap Saga dengan mata berkaca-kaca. "Tapi Lea merasa berbeda, Paman. Lea merasa Paman lebih perhatian pada Bibi Nadia."
Teg!!
"Maafkan Paman, Lea. Paman akan lebih memperhatikan perasaanmu. Kamu adalah keluarga Paman, dan Paman tidak ingin membuatmu merasa ditinggalkan."
"Lea menyayangi Paman...."