Rasanya menjadi prioritas utama bagi seseorang adalah suatu keberuntungan. Canda tawa dan bahagia selalu membersamai mereka dalam hubungan yang sehat ini, hingga membuat keduanya tidak berhenti bersyukur.
Hari demi hari kita lalui dengan berbagai cerita. Saat itu, semua masih terasa baik-baik saja. Hingga tanpa kita sadari, satu persatu masalah mulai menghiasi hubungan ini.
Awalnya kita mampu bertahan di tengah badai yang sangat kuat. Tetapi nyatanya semakin kita kuat, badai itu semakin menggila. Kiranya kita akan bisa bertahan, ternyata kita salah.
Hubungan yang sudah kita jalin dengan baik dan banyak cerita bahagia di dalamnya, dengan sangat terpaksa kita akhiri. Badai itu benar-benar sangat dahsyat! Kita tidak mampu, kita menyerah sebab lelah.
Dan syukurlah tuhan tidak tidur, kebahagiaan yang di renggut paksa oleh seseorang kini telah di kembalikan. Kisah kita kembali terukir hingga menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam ikatan pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Early Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
"Hubungan?"
"Lo sama pak Jeno pacaran?"
Fey dan Sean terkejut bukan main. Mereka membuka mata selebar-lebarnya. Tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Naureen dan Jeno memang sengaja merahasiakan hubungan mereka. Bukan di rahasiakan, tapi lebih tepatnya Naureen belum siap mempublikasikan hubungan mereka. Namun hari ini, Naureen tanpa sengaja mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan. Bagaimana kedua temannya itu tidak kaget coba.
Sama halnya dengan Sean dan Fey. Naureen pun terkejut bukan main setelah menyadari apa yang baru saja ia ucapkan.
"Hah? Apa?" Kata Naureen linglung.
"Lo pacaran sama Pak Jeno?" Tanya Fey sekali lagi.
"Gu... Gue pa... Pacaran sama si... Siapa?" Ucap Naureen terbata-bata.
"Malah nanya balik." Kata Fey, memutar bola matanya malas.
"Lo sama pak Jeno, pacaran?" Tanya Sean lagi, kali ini penuh penekanan.
Naureen memainkan bola matanya ke segala arah. Ia jadi kikuk setelah tertangkap basah. Ia menggigit bibir bawahnya. Panik setengah mati. Tapi mau tidak mau dia harus mengakuinya bukan. Sudah terlanjur basah.
Naureen menghela nafas panjang.
"Iya iya..." Naureen mulai buka suara.
"Gue sama Jeno PACARAN." Sambungnya sambil memanyunkan bibirnya. Hah, tidak apa lah selagi hanya mereka berdua yang tahu. Naureen pasrah. Lagi pula cepat atau lambat mereka semua pasti akan tahu bukan.
"Ok!" Sean berteriak. Ia bertepuk tangan sambil menganggukkan kepalanya. Merasa terluka karena sahabat tercintanya menyembunyikan sesuatu yang sangat membahagiakan ini.
"Wah!" Sementara Fey, ia menghela nafas panjang. Kaget? Jelas lah. Teman Naureen yang juga tak kalah cantik ini, memandangi Naureen dengan tatapan yang tulus. Matanya berbinar. Ia sangat bahagia tentunya.
"Tega banget ya enggak ngasih tahu teman sendiri." Celetuk Sean.
"Gue bukan enggak mau kasih tahu kalian. Cuma gue belum siap aja kalian dan orang-orang tahu hubungan gue." Jelas Naureen. Ia tersipu malu setelah berkata jujur tentang hubungannya.
"Kenapa?" Tanya Fey.
"Enggak apa-apa juga sih sebenarnya. Gue cuma belum siap aja, hubungan gue juga masih baru banget kan." Sahut Naureen.
"Gue udah curiga sebelumnya, karena makin kesini tuh kalian makin intens banget. Gue cuma enggak mau bilang aja, lebih baik gue selidiki diam-diam..."
"Tapi... Susah banget coy! Gue enggak bisa beda-in, karena emang dari awal kalian udah dekat plus vibes-nya jelas kayak pasangan."
"Jadi gue benar-benar enggak bisa nebak sama sekali." Celoteh Sean panjang lebar. Dengan gaya-nya yang lebay, tentu tidak ketinggalan.
Naureen hanya cengengesan. Ia berhasil membuat kedua temannya terkejut.
"Gue sangat amat bersyukur. Sumpah, gue senang banget! Karena akhirnya lo bisa buka hati dan menjalani kehidupan layaknya orang-orang seumuran kita." Tutur Fey. Tentu ia bahagia. Ia sudah menemani temannya itu selama bertahun-tahun sebagai seorang jomblo. Susah sekali bagi Naureen untuk membuka hati, ia pun sering kali membantunya. Tapi sekali lagi, hati Naureen terus menolak.
"Bukan bisa, tapi memang gue enggak pernah menutup pintu hati gue, Fey." Kata Naureen.
"Gue jomblo sekian tahun pure karena enggak ada yang klop. Enggak tahu rasanya hati gue tuh enggak nerima, enggak ada yang cocok lah intinya." Sambungnya.
"Jadi kalau sama pak Jeno, hati lo bisa langsung nerima? Enggak kayak sebelumnya?" Tanya Sean.
"Mungkin karena sebelumnya kita udah punya ikatan pertemanan yang kuat. Gue nyaman-nyaman aja sama dia. Bahkan gue enggak perlu waktu lama buat nerima dia. Gue langsung terima saat itu juga." Jelas Naureen sambil senyum-senyum salah tingkah.
"Uuuuuu..." Sean dan Fey bersamaan menggoda Naureen. Mereka senang sekali akhirnya Naureen bisa menemukan bahagianya. Tidak pernah mereka melihat Naureen sampai salah tingkah hanya karena membahas pria.
Saat keduanya tengah asyik menggoda Naureen. Tokoh yang sedang menjadi pembicaraan mereka datang. Datang dengan membawa senyuman yang penuh arti.
"Ada apa ini. Kelihatannya seru sekali." Kata Jeno seraya menyapa circle baru-nya itu.
"Pak Jeno!" Kata Sean. Ia mendadak garang. Tatapannya sangat tajam dan tangannya hampir memukul meja dengan keras. Suaranya pun cukup nyaring.
Jeno menatapnya heran, sambil kedua bahunya terangkat. Ia menoleh ke arah Naureen yang sedang tersenyum.
"Kenapa?" Tanya Jeno, bingung.
"Tolong dengan sangat..." Kata Sean berhenti sejenak. Masih dengan tatapannya yang mematikan.
Jeno semakin bingung. Ia tidak mengerti dengan situasi yang tiba-tiba ini.
"Jaga Naureen baik-baik. Jangan pernah sesekali buat dia menangis. Saya akan jadi orang pertama yang akan marah kalau sampai dia terluka. Bahagiakan dia dengan sangat." Tutur Sean. Sisi lain dari seorang Sean memang seperti ini. Di balik tingkahnya yang sangat konyol, dia dengan sangat baik menjaga kedua teman wanitanya. Pertemanan mereka yang sudah bertahun-tahun lamanya, sudah membuat mereka saling menjaga.
Ah, soal itu rupanya.
Jeno tersenyum. Ia mulai salah tingkah dengan terus menatap Naureen dengan tatapannya yang hangat. Ia tidak cemburu sama sekali dengan perkataan Sean, sebab ia tahu dengan jelas bagaimana hubungan mereka bertiga. Lalu Jeno mengangguk.
"Enggak perlu khawatir. Saya pastikan Naureen akan terus di selimuti dengan kebahagiaan." Sahut Jeno jelas. Bukan hanya katanya, tapi memang tujuannya akan terus membuat wanitanya bahagia.
Sean lega. Ia mengacungkan jempol dengan senyum jahilnya. Sean berharap Jeno akan tetap pada apa yang baru saja ia katakan.
Sementara Fey, dia hanya tersenyum dan sesekali tertawa. Ia masih tidak menyangka sahabatnya ini akhirnya menemukan cintanya. Kebahagiaan yang di rasakan Naureen turut di rasakan juga olehnya.
"Kamu beri tahu mereka sayang?" Kata Jeno, tidak malu lagi. Dan tidak perlu berpura-pura lagi.
"Uuuuu..." Sean dan Fey lagi-lagi berseru. Mendengar kalimat 'sayang' keluar dari mulut Jeno, membuat keduanya iri.
Jeno dan Naureen tertawa. Mereka memang konyol sekali. Kan kalau di goda begini, mereka jadi malu.
"Aku keceplosan sayang. Enggak sadar juga sama ucapan aku tadi. Jadi... Begitulah." Jelas Naureen.
"Tapi kamu enggak apa-apa kan?" Tanya Jeno, khawatir kekasihnya akan tidak nyaman setelah ada yang mengetahui hubungan mereka.
Naureen menggeleng. Ia hanya tersenyum sebagai jawaban.
...***...
"Sayang." Panggil Naureen.
Malam itu mereka sedang bersama. Menghabiskan malam minggu dengan berjalan-jalan santai di taman kota. Saat itu mereka duduk di sebuah kursi yang cukup jauh dari keramaian. Tidak lupa, kedua tangan mereka saling mengikat.
"Iya sayang?" Sahut Jeno.
"Soal kejadian beberapa hari lalu..." Kata Naureen. Ia sengaja berhenti sebelum benar-benar mengatakan yang ingin ia katakan. Tentu saja membuat Jeno jadi penasaran.
Wajahnya memelas, ingin Naureen segera melanjutkan perkataannya. Ia sudah tidak sabar untuk mengetahui kebenarannya.
"Ayo lah sayang, jangan buat aku penasaran." Ucap Jeno memohon. Wajahnya jadi menggemaskan. Naureen terkekeh sebentar, lalu melanjutkan perkataannya.
"Itu bu Mira." Kata Naureen. Kecewa khawatir, dan bingung tergambar jelas di wajahnya. Semua perasaan itu bercampur jadi satu, membuatnya menjadi gelisah beberapa hari ini.
"Mira? ada apa dengan dia?" Tanya Jeno. Wajahnya berubah menjadi merah. Ia marah, sangat marah. Meski belum tahu kejelasannya. Tetapi mendengar namanya saja sudah membuatnya sakit kepala.
...***...