NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15

“Mels, sampai nanti ya.” Ujar Soraya dengan lambaian tangan.

Melati membalas lambaian tangan itu dengan sumringah, dan sedikit tertawa manakala melihat Soraya memukuli pundak Rafael, memaksa Kakaknya itu untuk melambaikan tangan juga pada Melati.

Seperginya mobil Soraya, mata Melati masih mengikuti dalam-dalam. Seolah-olah dia jatuh dalam khayalan, dan baru tersadar ketika sebuah suara terdengar.

“Si cantik sudah pergi?”

Melati mengangguk tanpa ekspresi, membuat Rex yang hendak bertanya sedikit canggung.

“Apa itu Kakaknya?”

Melati menghadapkan tubuhnya ke arah Rex. “Ya itu Kakaknya. Tidakkah kau lihat wajah mereka mirip.”

Rex mengangguk dengan kedua tangan di saku. “Ya, hanya bertanya.”

Melati terdiam cukup waktu, dengan Rex yang hampir beranjak, ketika dia membuka mulut tiba-tiba.

“Ini pertama kali kau melihat Kakaknya bukan? Hubungan mereka tidak baik sebelumnya, tapi mungkin sekarang sudah baik. Sebelumnya Sora tidak segan menolak siapapun, termasuk Kakaknya demi menonton pertandingan mu. Tapi sekarang, tampak dunia sahabatku telah berubah. Aku masih terkejut, dia menolakmu.” Ucap Melati panjang lebar, membuat alis Rex menukik tajam.

“Apa maksudmu?” Tanya Rex, yang tidak bisa melihat maksud Melati.

Melati yang ditanyai, juga tidak berniat menjelaskan lebih. Dia memiliki lebih banyak hal di dalam pikirannya, termasuk penolakan Soraya untuk menjawab pertanyaannya.

“Tidak ada, aku hanya senang, bahwa Sora tidak lagi terobsesi padamu.” Melati kemudian tersenyum. “Sepertinya dia sudah belajar untuk melihat orang lain.”

Mendengar perkataan Melati, sebuah perasaan asing melintasi hati Rex secepat kilat. Tapi dia masih tersenyum simpul, merasa Melati tidak masuk akal, karena harus mengatakan itu semua didepannya. Tapi begitu Rex tetap merespon.

“Itu bagus untuk Cantik.”

“Heh!” Melati tertawa kecil dan sinis mendengar itu. Dia pun berlalu pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Menyisakan Rex, dengan kebingungan dan ketidaksenangan.

•••

Di dalam mobil, Soraya sedang berpikir keras tentang alasan apa yang bisa digunakan untuk mengajak Rafael pergi ke Rumah Sakit. Dia sangat ingin menggunakan saat ini untuk mengunjungi Ibu Sean. Karena Soraya tahu, Taira pasti ada disana. Jadi dia tidak boleh ketinggalan.

Namun setelah terdiam cukup lama, Soraya mengangkat kepalanya tiba-tiba dan menatap heran wajah serius Rafael. Baru dia sadar, kalau Kakaknya itu tidak bicara sejak tadi.

“Kenapa sih diam aja? punya masalah sama skripsi?”

Rafael yang mendengar ini memijit-mijit pangkal hidungnya, mencoba menahan tawa.

“Tesis Sora, adikku yang cantik dan manis.” Ujar Rafael, yang membuat Soraya mengangkat ujung bibirnya.

“Ya sama aja!” Kukuh Soraya, yang membuat Rafael terkekeh. Tidak ingin adiknya menganggap remeh semua hal, yang bisa berakibat mempermalukan diri sendiri, Rafael dengan cerdas menjelaskan situasinya yang saat ini menempuh pendidikan program fast track, tanpa membuat Soraya merasa rendah diri.

Soraya yang mendengar itu semua, menyadari betapa acuh dia sebelumnya. Sampai-sampai tidak sadar, bahwa Kakaknya akan menyelesaikan gelar sarjana dan magisternya bersamaan, dan bahkan lebih cepat dari orang-orang pada umumnya.

Membuatnya juga tiba-tiba teringat pada Sean. “Apa Kak Sean juga ikut program fast track?”

Rafael mengangguk mantap. “Ya, hanya saja dia hukum. Dia bahkan lebih baik lagi.” Ujar Rafael, dengan beberapa tambahan yang membuatnya mengunggulkan Sean, dibanding dirinya sendiri.

Soraya yang mendengar itu semua, menopang wajahnya dengan jari-jari, dengan kaca mobil sebagai tumpuan. Semakin hebat Sean, dan semakin unggul dia dalam penjelasan Rafael, semakin buruk suasana hati Soraya. Dia selalu tahu bahwa Sean juga pintar, seperti yang dikatakan sang Nenek, hanya tidak menyangka akan begitu cerdas, hingga merupakan unggulan.

Kini semua semakin terasa buruk bagi Soraya, membayangkan sosok seperti apa yang selama ini selalu dia hina dan rendahkan. Sosok yang berkemungkinan menghancurkannya dan bahkan, … “Kenapa?” Tanya Rafael, saat Soraya menatapnya dalam-dalam.

“Kakak juga sama hebatnya, dan bagiku Kakak adalah yang terbaik. Jadi, kalau bisa jangan biarkan Sean lebih dari Kakak.” Ungkap Soraya spontan, yang membuat Rafael mengerjap tak percaya. Dia merasa heran, dan mempertanyakan alasan Soraya mengatakan hal tersebut.

“Ya tidak apa-apa, aku hanya tidak mau dia lebih dari Kakak. Bahkan walaupun kalian sahabat.”

Mendengar ini, Rafael kembali teringat alasan kenapa dia terdiam sebelumnya. Tapi ini bukan tentang persahabatannya, tetapi tentang persahabatan Soraya.

Jadi melihat jalan yang sepi, Rafael mengambil waktu menatap Soraya. “Harusnya Kakak yang bicara begitu. Kakak dan Sean, mungkin bisa dibandingkan, tapi hanya ada sedikit perbandingan diantara kami. Tapi kamu dan, eh siapa teman kamu itu ….?”

“Melati?”

“Ya, Melati. Kalian bersahabat dekat, tapi perbandingan kalian terlalu jauh. Kau yakin tidak bersaing dengannya?” Tanya Rafael, yang membuat Soraya memundurkan kepalanya kaget.

“Hellow? Kakak ini bicara apa sih! Ngapain juga aku bersaing sama Melati? dia tuh baik banget orangnya, nggak pernah neko-neko. Kalau ada yang neko-neko, itu sih aku.” Tunjuk Soraya pada dirinya sendiri.

Menghadapi jawaban ini, Rafael hanya bisa tertawa di permukaan. Pada akhirnya, hubungan mereka baru saja pulih, akan baik baginya kalau tidak banyak ikut campur.

Sementara Soraya yang menemukan bahan untuk membuat Rafael tertawa, merasa inilah saat yang tepat, untuk membuat pria itu mengarahkan kemudi ke Rumah Sakit. Meski pada akhirnya dia harus menggunakan setengah cerita kejadian tadi pagi, untuk bisa membuat semua tampak alami.

Rafael yang mendengar bahwa Soraya tidak sengaja bertemu Sean dan diantar sahabatnya itu, merasakan euforia. Dia tidak menyangka, akan ada hari dimana adiknya tidak lagi memusuhi sahabatnya sendiri.

“Jadi, mau beli sesuatu sebagai ucapan terimakasih?”

“Mm,” angguk Soraya dengan senyuman pura-pura. Karena sejujurnya, Dih malas banget kesana! mana pake duit lagi. Keluh hatinya.

•••

Sementara di Rumah Sakit, Sean sedikit malu dibuat. Dia yang awalnya berpikir akan menunggu Taira di kantin, malah berakhir menjadi pihak yang ditunggu. Itupun karena dia masih dibangunkan sang Ibu, karena terlelap di sofa. Kalau tidak, Sean tidak tahu akan semalu apalagi dia.

Dia menengok kesana-kemari, mencari Taira diantara banyaknya orang yang duduk. Beruntung, gaya gadis itu yang tertunduk serius dengan buku ditangan, membuat Sean dengan cepat mengenali Taira.

Dengan langkah panjang, dia pun segera menghampiri. “Taira?”

Taira yang sudah duduk hampir setengah jam, masih tersenyum seperti biasa saat melihat Sean. Ini membuat Sean merasa Taira benar-benar tidak biasa. Karena siapapun dalam posisi ini, khususnya para gadis, dia yakin tidak akan senang.

“Hei, maaf. A-aku tidak sengaja terlambat.” Hanya itu yang bisa Sean katakan, setelah mempertimbangkan banyak kalimat penjelasan.

Beruntung Taira cukup rendah hati, dengan tidak mempermasalahkan hal itu. Dia bahkan tidak segan menggunakan buku di tangannya, sebagai pengalihan yang membuatnya juga seolah lupa waktu ketika membaca.

Jadi Sean yang mendengar itu, dengan alaminya kehilangan rasa tidak enak hati sebelumnya. Namun begitu, dia masih ingat dengan alasannya untuk makan siang ini, yakni ucapan terimakasih. Sean dengan tulus ingin mentraktir Taira meski sederhana sebagai ucapan terimakasih, walaupun Taira merasa itu tidak perlu sama sekali.

•••

Soraya yang menggandengkan tangannya pada lengan Rafael, mengerutkan dahi, ketika mereka memasuki ruang perawatan eksekutif. Dia yakin sekali tujuan mereka kesini adalah Ibunya Sean, jadi Soraya tidak mengerti kenapa mereka ada di lorong ruangan berkelas, ketika Sean adalah orang miskin.

“Kak, kau punya kenalan lain untuk dituju?”

Rafael jelas saja menggeleng. Dia menghentikan langkahnya, menatap Soraya. “Katanya tadi mau jenguk Ibu Sean?”

“Ya iya, tapi Ibunya dimana? Lagian yah, ini kan ruangan orang kaya, mana bisa Ibunya yang miskin, eh, sorry ….” Soraya dengan cepat menutup mulutnya. Matanya membulat sempurna di bawah tatapan memicing milik Rafael.

“Maksudku, … Kakak pasti mengerti. Bagaimana bisa Ibu Kak Sean dirawat disini, secara mereka kan tidak mampu. Atau yah kecuali …,” Alis Soraya mengernyit dalam. Dia membayangkan kemungkinan, jika ternyata Rafael adalah pihak yang membantu disini.

Rafael yang ditatap seperti ini, membuang nafas panjang. Dia bisa melihat kecurigaan dan tatapan tidak senang di mata Soraya, menyadarkannya, bahwa Soraya masih tidak sepenuhnya menerima Sean, seperti yang dia pikirkan.

Dengan ini, Rafael tidak mau membuat kesalahpahaman sama sekali. Jadi dia memutuskan untuk membuka sedikit rahasia Sean, agar Soraya tidak terlalu memandang hina sahabatnya itu.

“Dengarkan Kakak,” Bisik Rafael, setelah merangkul leher Soraya masuk dalam jepitan lengannya. “... Ini adalah rahasia. Jangan pernah dibahas, atau diberitahukan pada orang lain. Jadi berjanjilah terlebih dahulu!”

Soraya mengangguk dengan sangat cepat. Sedikit takut, karena dia merasa gugup tanpa alasan.

“Kakak tahu apa yang kau pikirkan. Kau mungkin mengira, bahwa Kakak membantu Sean merawat Ibunya di tempat ini bukan? Ya, itulah yang akan kau dengar. Tapi sebenarnya tidak begitu.”

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!