Ketika cinta tak cukup untuk membangun sebuah rumah tangga.
Sang ibu mertua yang selalu merongrong kebahagiaan yang diimpikan oleh Bima dan Niken.
Mampukah Bima dan Niken mempertahankan rumah tangga mereka, yang telah diprediksi oleh sang ibu yang mengatakan pernikahan mereka tak akan bertahan lama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dee Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulang Tahun Laras
Empat tahun berlalu....
Kebahagiaan keluarga kecil Gendis dan Rama makin lengkap dengan perkembangan Laras yang semakin pintar dan menggemaskan.
Bude Ning masih setia ikut membantu mengasuh Laras.
Gendis sudah menganggap, Bude Ning seperti keluarga sendiri.
"Mas, Laras Minggu depan mau empat tahun. Aku ingin merayakan ulang tahun untuknya di pabrik, bersama karyawan di sana. Sambil nanti aku mau bagi bagi untuk anak anak tetangga." Ucap Gendis sebelum tidur.
"Ya. Kamu nggak ingin mengundang Ibu?"
"Ya aku undang, tapi, kan lewat Bapak. Nah tergantung ibu mau datang atau tidak." Sahut Gendis.
"Ya."
"Aku sudah pesan makanan sama ponakan Bude Ning yang jualan ayam bakar itu. Aku pesan untuk kita sekeluarga, dan untuk karyawan di pabrik. Untuk tetangga paling hanya sepuluh anak, teman teman Laras main."
"Baiklah, kamu yang atur saja." Sahut Bima sambil tersenyum.
"Oya, kemarin ibuku, kirim uang juga untuk Laras, katanya untuk hadiah ulang tahun. Sama dari Mas Bagas, juga kirim uang, katanya untuk Laras." Cerita Gendis sambil menatap Bima.
"Ya, sudah. Uangnya ditabung saja, untuk kebutuhan Laras besok besoknya."
"Baik, Mas.
*
"Hah, sok kaya dia, mau pakai acara pesta segala untuk ulang tahun anaknya! Sombong!" Omel Bu Mirna, saat Pak Widodo memberitahu, bahwa Laras akan ulang tahun di pabrik, bersama karyawan di sana.
"Kok malah sewot, sih, Bu. Harusnya gembira. Cucu mau ulang tahun, kok, nggak suka. Kamu tau, tidak, Laras itu, makin lama mirip sama kamu, loh, tapi, lebih manis, soalnya nggak suka ngomel-ngomel."
"Halah... Ngrayu! Bukannya aku nggak suka. Lah rumah masih ngontrak saja, kok anaknya pake acara ulang tahun segala. Gaya banget, sok kaya!"
"Hus... Nggak baik ngomong gitu, Bu. Doakan saja yang terbaik buat anak dan cucu kita, supaya mereka bahagia."
"Aku nggak bahagia, ngapain harus mendoakan kebahagiaan buat mereka." Bu Mirna mencibir sambil bersungut-sungut.
"Bu, bagaimanapun, Bima anak kita, dan Laras adalah anak Bima, yang pastinya cucumu juga."
"Dari dulu, aku nggak suka sama Niken. Gayanya itu loh! Gimana mereka mau punya rumah sendiri, kalau gaya hidupnya selalu boros. Rumah kontrakan saja milih yang di komplek, terus rumah bagus, yang harganya nggak murah. Kan, mending buat kredit rumah saja. Dia memang nggak mau hidup susah. Sekarang, pakai acara ulang tahun anaknya. Pesta pula. Bima juga nurut banget sama istrinya." Dengua Bu Mirna dengan kesal.
Pak Widodo hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Ternyata waktu bertahun-tahun pun tak cukup untuk mengikis kebencian istrinya terhadap menantunya itu.
Terlebih, hingga saat ini, istrinya sama sekali belum pernah menggendong bahwa memeluk Laras, sang cucu.
*
"Wah, anak ibu sudah cantik sekali." Puji Niken sambil memperhatikan putri kecilnya itu.
"Iya, Laras harus cantik, dong, Bu. Kan Laras yang ulang tahun. Oya, tadi Mbah, bilang, sebelum berangkat ke pabrik, Laras Sam Mbah yang bagi bingkisan ke teman teman dulu."
Niken tersenyum sambil memeluk putrinya itu dengan rasa sayang.
Kebahagiaan Niken adalah putri dan suaminya. Niken bersyukur, masih bisa melalui bersama dengan keluarga kecilnya itu.
"Yas, mau bagi bingkisan kapan, ini?" Panggil Bude Ning dari ruang tengah.
"Tuh, sudah dipanggil Mbah. Sana pergi dulu, biar kita bisa tepat waktu ke pabrik."
"Siap, Bu!"
Laras berlari ke luar kamar, dan membantu Bude Ning menenteng bingkisan untuk teman-teman sekitar rumah, yang sering bermain dengannya.
"Halo, Mbak Niken. Aku sudah ambil kuenya. Aku langsung bawa ke pabrik saja, ya?" Seruni menghubungi Niken yang sedang bersiap-siap.
"Oh, ya. Gitu saja, dek. Bentar kami ke sana. Ini Laras sedang bagi bingkisan sama temannya di sekitar sini."
"Oke, Mbak."
"Makasih, ya, Dek."
Niken menutup panggilan ponselnya, lalu keluar dari kamarnya.
Niken menyiapkan beberapa plastik berisi lemper dan bolu untuk cemilan acara nanti, dan membungkus dalam satu plastik yang lebih besar.
"Ayo kita berangkat!" Ajak Bima sesampainya di rumah.
"Tunggu Laras."
"Loh, kemana anaknya?"
"Lagi bagi bagi bingkisan buat teman-temannya." Sahut Niken sambil tersenyum.
"Aku pulang!" Seru Laras dari ambang pintu.
"Nah, ini dia anak ayah yang sedang ulang tahun! Sini, ayah mau kasih pelukan yang besar sebagai hadiahnya." Bima merentangkan tangannya lebar di hadapan Laras.
"Nggak, mau! Ayah belum mandi! Bau!" Teriak Laras.
Sontak hal itu membuat Niken dan Bude Ning terbahak-bahak.
"Sudah sana, kamu mandi dulu, Mas. Kami tunggu. Cepat, ya!" Niken mendirikan tubuh Bima.
Namun, Bima masih terus bercanda sambil mendekatkan tubuhnya pada Laras, seolah ingin memeluk.
Laras langsung berlindung di balik ibunya, sambil menjulurkan lidahnya.
"Ayok, mandi sana! Malah main main!" Niken melotot ke arah Bima.
Membuat Laras bersorak kegirangan sambil meledek ayahnya itu.
*
"Selamat ulang tahun, kami ucapkan...."
Lagu selamat ulang tahun dan happy birthday mulai terdengar riuh di ruang tengah pabrik, yang telah disulap oleh Seruni, dibantu oleh Sarah dan Eko.
Sore itu, Dewa juga telah tiba di pabrik untuk merayakan ulang tahun keponakannya.
Suasana gembira meliputi pabrik sore itu.
Laras tak henti hentinya tersenyum.
"Nah, ayo sekarang tiup lilinnya dan potong kuenya." Ucap Seruni bak MC kondang dadakan.
"Hup...!" Laras meniup lilin disusul tepuk tangan semua yang ada di ruangan itu.
"Ayo, dipotong kue nya!" Ucap Seruni.
Niken membantu Laras memotong kue black forest dengan hiasan kuda pony di atasnya. Lalu menaruh pada sebuah piring kertas.
Laras lalu menyuapkan sepotong untuk Niken, lalu pada Bima, dan pada Pak Widodo.
"Eyang putri nggak datang, ya, eyang Kakung?" Tanya Laras dengan polos pada Pak Widodo.
"Eyang putri tadi lagi tidak enak badan. Jadi, nggak bisa datang. Tapi, dia nitip kado untukmu." Sahut Pak Widodo sambil tersenyum menatap cucunya itu.
Senyum mengembang di wajah Laras saat mendengar Eyang putrinya memberi kado, usai cemberut saat tak melihat Bu Mirna di acara ulang tahunnya itu.
"Silahkan dimakan hidangannya." Ucap Niken sambil menyilakan karyawan dan yang lainnya untuk menikmati hidangan yang disajikan pada acara ulang tahun Laras.
"Wah, kadonya banyak banget ini." Seru Niken menghampiri putrinya yang sedari tadi duduk sambil menatap tumpukan kado untuknya.
"Nanti gimana bawanya ini?" Tanya Bima menyela di sisi samping Laras.
"Pokoknya, Laras nggak mau tahu. Ini semua punya Laras." Seru Laras gembira.
"Tenang, nanti Eyang yang bantu bawa. Om Dewa nanti bantu antar bawa sepulang ke rumahmu." Ucap Pak Widodo.
"Terima kasih, Eyang!" Sorak Laras sambil memeluk Pak Widodo.
"Sayang, Eyang putri nggak datang. Padahal Laras kangen sama eyang putri."
"Kalo kangen ya datang ke rumah eyang saja?"
"Yes! Ayah, Ibu, kalau libur, kita main ke rumah eyang ya!" Pinta Laras.
"Tentu, Nak." Sahut Niken sambil membelai rambut Laras.
"Pak, terima kasih, sudah boleh merayakan ulang tahun Laras di sini." Tukas Niken sambil menatap Pak Widodo.
"Untuk ulang tahun cucuku, pasti boleh."
Tenang saja, nggak akan gantung kok, pasti terus berlanjut. 😘😘