Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. RSK
Ba'da Ashar ....
Setelah pergantian shift, Azzura tak langsung pulang melainkan ke rumah sakit untuk menjenguk sang ibu.
Setelah memarkir motor, ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal. "Masha Allah, hari ini lumayan melelahkan," ucapnya lirih. Azzura meraba lengannya merasakan sakit. "Pasti akan memar lagi."
Gadis berhijab itu pun mengayunkan langkah sambil membawa paper bag mukenah juga makanan untuk ibu dan suster yang berjaga.
Setelah tiba di bangsal tiga, ia malah menubruk seseorang. Azzura bergeming sejenak kemudian perlahan mendongak.
"Pak dokter, maaf."
"Nggak apa-apa, makanya hati-hati serta fokus jika berjalan. Ini sudah yang kesekian kalinya kamu menabrakku," sahut pria itu dengan seulas senyum. "Saya kan sudah bilang jangan suka melamun."
Azzura mengangguk mengerti. Setelah itu, ia melanjutkan langkah kakinya menuju kamar rawat bu Isma.
Sedangkan Pak dokter menggelengkan kepala. Memandangi Azzura yang kini sudah menjauh darinya.
"Baru saja aku ingin berkenalan dengannya, dia malah buru-buru pergi," gumam Pak dokter lalu lanjut menuruni anak tangga.
Sedangkan Azzura kini sudah berada di dalam kamar rawat bu Isma. Senyum seketika terbit di wajah wanita paruh baya itu memandangi sang putri.
"Kemarilah Nak," pinta bu Isma dan dengan patuh Azzura menurut lalu duduk di kursi.
"Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Azzura sembari menggenggam jemari sang ibu.
"Alhamdulillah, Nak, ibu merasa jauh lebih baik," jawab bu Isma berbohong. Padahal ia merasa kondisi kesehatannya semakin menurun dan merasa waktunya tak akan lama lagi.
Terpaksa ia rahasiakan supaya sang putri tak merasa khawatir juga bersedih. Bu Isma tak ingin melihat Azzura menangis seperti kemarin.
"Bu, aku ingin tidur sejenak sambil memeluk Ibu," pinta Azzura.
“Kemarilah, tidurlah disamping ibu," timpal bu Isma sembari menepuk kasur.
Azzura langsung naik ke bed pasien kemudian memeluk sang ibu lalu memejamkan mata. Mungkin karena kelelahan, tak lama berselang gadis berhijab langsung terlelap.
"Azzura, maafkan ibu karena berbohong," Bisik bu Isma. Menatap lekat wajah teduh Azzura sembari mengelus punggungnya dengan penuh kasih.
"Ibu sudah pasrah, Nak. Ibu merasa sudah tidak kuat lagi menahan sakit ini. Namun ibu sudah bisa merasa tenang karena ada suamimu yang akan menjagamu sepeninggal ibu nanti."
Tak lama berselang, seseorang mengetuk pintu lalu membuka benda itu. Seketika bu Isma mengarahkan pandangannya ke depan.
"Nak Yoga." Bu Isma tersenyum. "Kamu juga baru pulang, Nak?"
"Iya, Bu, kebetulan memang sudah jam pulang kantor. Jadi, aku sekalian mampir," jawab Yoga seraya meletakkan kantong plastik berisi buah di atas lemari nakas.
Ia memandangi Azzura yang sedang tertidur sambil memeluk bu Isma. Terlihat sekali jika gadis itu sangat lelah. Yoga menarik kursi lalu duduk di samping bed pasien.
"Bagaimana keadaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah merasa jauh lebih baik?" tanya Yoga.
"Nak Yoga, jujur saja keadaan ibu saat ini tidaklah baik-baik saja. Ibu merasa kondisi kesehatan ibu semakin menurun. Namun, demi Azzura, ibu berusaha untuk terlihat sehat. Ibu tidak ingin Azzura mengkhawatirkan ibu. Ibu tidak sanggup melihatnya menangis," ungkap bu Isma dengan suara bergetar.
Yoga memandangi Azzura. Wajah teduh nan tenang gadis itu, membuat hatinya tiba-tiba menghangat. Sudut bibirnya langsung melengkung membentuk sebuah senyuman.
"Bu, Ibu harus sembuh. Aku yakin Ibu pasti bisa melewati masa-masa sulit ini. Ibu harus semangat jangan berputus asa. Ada aku dan Azzura yang akan selalu menyemangati Ibu," kata Yoga menyemangati bu Isma sambil menggenggam erat jemarinya.
"Terima kasih, Nak," ucap bu Isma dengan senyum tipis.
"Oh ya, Bu, aku tinggal sebentar, ya. Jika Azzura bertanya atau mencariku, katakan saja aku ada di rooftop," pesan Yoga.
Bu Isma mengangguk. Sepeninggal Yoga, wanita paruh baya itu, menatap wajah Azzura lalu mengecup puncak kepala sang putri.
"Azzura, suamimu pria yang baik. Ibu bisa melihat serta merasakan ketulusannya. Bukan hanya padamu saja tapi pada ibu juga. Ibu sangat yakin dia benar-benar pria yang tepat untukmu," ucap bu Isma nyaris tak terdengar.
.
.
.
Kantor Close ....
Close masih betah berada di kantor. Duduk termenung sambil menggoyang-goyangkan kursi kerjanya.
Pikirannya kembali larut mengingat senyum tulus istrinya pada sang asisten. Bahkan senyum itu tak pernah terukir jika bersamanya.
Satu hal yang membuatnya sangat penasaran adalah, ingin melihat Azzura tanpa hijab.
"Aakhh, sial! Kenapa aku malah memikirkannya," umpat Close seraya beranjak dari tempat duduknya. Meraih jas kemudian memilih meninggalkan ruangan kerja.
Tujuannya kini adalah ke apartemen Laura sekalian akan menjemputnya untuk membawa gadis itu menginap di rumahnya malam ini.
Apalagi yang ia rencanakan jika bukan ingin menyakiti hati juga perasaan Azzura.
Di sepanjang perjalanan menuju apartemen Laura, benaknya kembali bertanya-tanya? Kenapa bisa secara kebetulan Yoga bertemu dengan Azzura di pusat perbelanjaan?
Dan yang membuatnya sangat jengkel adalah, saat membayangkan Azzura itu berboncengan dengan sang asisten.
"Apa Yoga yang mengantarnya semalam? Secara, motornya ada sama pria itu," gumam Close bertanya pada dirinya sendiri.
Amarah seketika merasuki jiwanya. Close mencengkram kuat setir mobil merasakan hatinya panas disertai darah yang seolah mendidih.
"Awas saja kamu nanti, Zu! Aku akan memberimu pelajaran lagi," ancam Close dengan perasaan geram.
...🌿................🌿...
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏. Bantu like, vote dan komen, setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘