NovelToon NovelToon
Hanya Sebatas Ibu Susu

Hanya Sebatas Ibu Susu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Anak Genius / Konflik etika / Cerai / Ibu susu
Popularitas:709k
Nilai: 5
Nama Author: kenz....567

"Seharusnya, bayi ini tidak ada dan menghancurkan masa depanku!"

Kata-kata yang keluar dari mulut Nadia Lysandra Dirgantara, membuat perasaan Ezra Elian hancur. Keduanya terpaksa menikah akibat kecelakaan yang membuat Nadia hamil. Namun, pernikahan keduanya justru terasa sangat dingin.

"Lahirkan bayi itu, dan pergilah. Aku yang akan merawatnya," putus Ezra.

Keduanya bercerai, meninggalkan bayi kecil bersama Ezra. Mereka tak saling bertemu. Hingga, 4 tahun kemudian hal tak terduga terjadi. Dimana, Nadia harus kembali terlibat dengan Ezra dan menjadi ibu susu bagi putri kecil pria itu.

"Kamu disini hanya sebatas ibu susu bagi putriku, dan jangan dekati putraku seolah-olah kamu adalah sosok ibu yang baik! Jadi ... jaga batasanmu!" ~Ezra

"Bibi Na, kita milip yah ... liat lambut, milip!" ~Rivandra Elios

Bagaimana Nadia akan menjalani kehidupannya sebagai ibu susu dari putri mantan suaminya?

"Aku bukan ibu yang baik Ezra, tapi aku ingin putraku tahu bahwa aku adalah ibunya!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penekanan Nadia

Nadia terlihat gugup. Tatapan Ezra sangat tajam, menusuk bagai bilah yang tak kasat mata. Ia tak berani membalas tatapan pria itu. Maka, ia mengalihkan pandangannya. Namun, Ezra tak bergeming. Sorot matanya tetap lekat pada wajah Nadia, seolah menuntut sebuah jawaban yang pasti.

“Kamu di sini hanya sebagai ibu susu Azura, bukan Rivan. Kenapa ...,”

“Apa aku tidak boleh memberikan ASI-ku pada putraku sendiri?!” sentak Nadia, emosinya terpancing saat Ezra menegaskan bahwa keberadaannya di rumah itu hanyalah sebatas ibu susu untuk putri pria itu.

Ezra mengendurkan sorot matanya. Tidak setajam sebelumnya saat ia melihat mata Nadia yang mulai berkaca-kaca menahan tangis. Perasaan bersalah menyelusup diam-diam ke hatinya. Namun egonya menolak untuk tunduk pada rasa itu.

“Aku hanya ingin memberikan hak yang seharusnya Rivan dapatkan sebagai anak! Walaupun terlambat, dia tetap berhak menerimanya! Mungkin dulu aku tak bisa memberikannya ... tapi sekarang, aku bisa,” ucap Nadia, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Kata-katanya membuat d4danya terasa sesak, mengingat kembali semua yang pernah dilalui putranya.

Ezra menaikkan satu sudut bibirnya, menyunggingkan senyum miring. “Saat Rivan masih bayi merah, dia sangat memerlukan ASI dan kamu, bahkan tak sudi melihatnya. Jangankan memberinya ASI, sekadar melihatnya pun kamu enggan. Sekarang, ketika Rivan sudah tak memerlukannya, kamu malah memberikannya seolah-olah kamu ibu yang bertanggung jawab?”

Nadia memalingkan wajah. Perasaan sakit menyelimuti d4danya, menyesakkan. Air matanya jatuh, namun cepat-cepat ia usap. Pandangannya kembali mengarah pada Ezra, kali ini datar, namun tegas. Tak ada lagi ketakutan di sana.

“Apa aku tidak berhak memberikan ASI untuk anakku sendiri? Aku memang salah, dan aku tak pernah menyangkal itu. Tapi ingat, Ezra. Tanpa aku yang berjuang melahirkannya, kamu tidak akan bisa melihat Rivan sampai detik ini.” Perkataannya menghantam seperti tamparan keras yang menyadarkan Ezra dari kepongahannya.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Nadia mendorong Ezra pelan dan menghampiri Azura yang mulai merengek. Ia menggendong bayi mungil itu, lalu memeluknya dengan penuh kasih, sementara tatapannya tetap menuusuk Ezra dengan kesal.

“Mau apa lagi? Aku mau menyuusui putrimu, silakan keluar!” bentaknya dengan nada tinggi.

Ezra hanya menatapnya sekilas sebelum akhirnya melangkah pergi, meninggalkan Nadia yang mulai mempersiapkan Azura untuk disuusui. Namun, tak lama setelah kepergian pria itu, Nadia jatuh terduduk di tepi ranjang. Ia memejamkan matanya, membiarkan perih itu memenuhi d4danya. Perkataan Ezra tadi terasa seperti pisau yang terus menghujam jantungnya—sakit hingga membuatnya sulit bernapas.

“Oaaa!” tangan kecil Azura tiba-tiba menarik rambut panjang Nadia, menyadarkan wanita itu dari kesedihannya.

Nadia membuka mata, menghapus air matanya perlahan. Ia menatap Azura dan tersenyum lembut sebelum mulai menyusui bayi mungil itu. Namun, Azura menolak dan memandang wajah Nadia dengan tatapan penuh kekhawatiran. Seolah dia tahu, wanita itu sedang tidak baik-baik saja.

Nadia kembali tersenyum, menc1um pipi bayi itu. “Enggak papa, ayo minum. Habis ini Bibi Na harus ajak Abang mandi sore dulu,” bisiknya penuh kasih.

Akhirnya, Azura mulai menyuusu, sambil tangannya memainkan rambut ibu susu yang ia sayangi. Seolah ada ikatan batin di antara mereka. Azura bisa merasakan saat Nadia sedih ataupun bahagia dan setiap kali Nadia terlihat sedih, tatapan bayi itu selalu lekat, seperti ingin menenangkannya.

“Bibi Naaaa!” teriak Rivan sambil membawa sebuah buku ke dalam kamar.

“Bibi Na, nanti malam cebelum bobo, Livan mau baca ....” Perkataannya terhenti saat ia melihat wajah Nadia yang basah. Senyum Rivan langsung menghilang, digantikan ekspresi khawatir.

“Bibi Na kenapa celayiiiing?!” tanyanya panik.

Nadia buru-buru mengusap matanya. “Bibi cuman ngantuk. Mana sini bukunya?”

Namun, saat ia hendak mengambil buku dari tangan Rivan, anak itu malah berlari pergi. Nadia hanya bisa memandangi punggung kecil itu dengan bingung, tak mengerti apa yang membuatnya tiba-tiba kabur.

Rivan berlari ke luar kamar, menyusuri ruangan demi ruangan. Ia bahkan membuka pintu kamar Astrid. Wanita itu tampak sedang memakai masker wajah dan kaget melihat kehadirannya.

“Aduuh, kaget Oma Rivan! Retak kan maskernyaaa!” omel Astrid kesal, memandangi wajahnya yang kini penuh retakan masker.

“Mana Papa Jeblaaa?” tanya Rivan polos tanpa merasa bersalah.

“Enggak ada! Enggak akan juga Papamu Oma sembunyiin di keteeeek, Rivaaan! Ganggu Oma maskeran aja,” geram Astrid.

Rivan mengerucutkan bibirnya, ia kembali menutup pintu kamar Astrid. "Oma lagi beldandan, mau ketemu Kakek Palnoooo telnyata, Livan kan nda tahu." Gumamnya dan kembali melanjutkan misi pencariannya, menemukan sang Papa. Tujuannya jelas, ruang kerja Ezra. Benar saja, pria itu tengah duduk santai di kursinya, mata terpejam, hingga suara pintu yang dibuka paksa mengejutkannya.

“Rivan, kamu ngapa—”

“Papa apain Bibi Na? Papa Jeblaaa apain Bibi Na?!” tuduh Rivan sambil menunjuk Ezra dengan buku di tangannya.

Kening Ezra berkerut, matanya mengerjap perlahan. “Enggak Papa apa-apain. Emang kenapa?”

“Bibi Na celayiiing! Yang bikin celayiiing pelempuan cuman pliaaa, nda mungkin Pak Ilwaaan! Pacti Papa jebla kan?!”

Ezra menarik napas panjang dan menghembuskannya berat. “Terus kamu apa? Waria?”

“Walia? Apa itu walia?”

Ezra menutup mulutnya, menyesali pilihan kata barusan. Ia baru saja memperkenalkan istilah yang seharusnya belum diketahui putranya. Menepuk kening, ia merutuki keb0d0hannya sendiri.

“Lupakan. Kamu juga pria, bukan cuma Papa pria yang ada di sini.”

“Tapi kan Livan bukan buaya dalaaaat! Kata Oma, Papa jeblaaa itu buaya dalaaat!”

Ezra langsung menutup wajahnya. Yang dimaksud Astrid sebenarnya adalah mendiang ayahnya, bukan dirinya. Tapi, tentu saja anak itu salah mengartikan dan menyangkanya sebagai sang buaya darat. Ia nyaris ingin menempel lakban di mulut anaknya yang terus saja berceloteh dengan bahasa yang sulit dicerna akal sehat.

“Bukan Papa, Rivan ...,”

“Nda pelcayaa! Papa jangan bikin celayiiing Bibi Na! Kalau Bibi Na kabul, Livan yang lepot tau nda?!”

Setelah mengatakan itu, Rivan berbalik dan mulai melangkah pergi. Tapi sebelum keluar sepenuhnya dari ruang kerja Ezra, ia masih sempat berbalik lagi.

“Tangicin aja cana kucing galoooong! Jangan Bibi Na telcayaaang Livan!”

Anak itu pun berlalu, meninggalkan Ezra yang kini menyandarkan punggungnya ke kursi dengan helaan napas berat keluar dari mulutnya. Keheningan menyelimuti ruangan, tapi benaknya tak berhenti memutar ulang semua yang baru saja terjadi.

"Tanpa aku yang berjuang melahirkannya, kamu tidak akan bisa melihat Rivan sampai detik ini.”

Ezra memejamkan matanya, kembali ingat kata-kata Nadia yang terus terngiang di pikirannya. "Dia benar, apa aku ... terlalu keras padanya?" lirihnya.

1
Alma Putri
dah lah Nadia pergi aja ..
Happy Kids
ayo thorr semangat up up wwkkw
Aulia Shafa
sdh dong sedih2nya , panas hati ini .....
Lov Ulya
kita ikuti aja alurnya.. aku tahu Nadia pasti baik2 saja.. yang penting 6 up nya ya thor... ya ya ya...ya/Grimace/
Ucillll
Nenek lampir bikin kesel;, udah Nadia pergi dulu biar di cariin sama anak2 nya lagi biar pada nangis kalang kabut kalian. Tau rasa
Lan
semoga hari ini jadi 5 bab, huaaa greget sama ezra semoga aja si nadia menghilang biar tau rasa si zebra
btw thankyou kak
Sugiharti Rusli
terkadang tukang nguping ga sengajanya si Sari suatu waktu bisa sangat berguna yah😁😁😁
Sugiharti Rusli
ternyata pikiran polos si Rivan sudah dikotori oleh ibu mertuanya Ezra toh sekama ini,,,
Happy Kids
gamau aja lepas dr klg kaya raya wkwk
AFPA
kok dadaku ikutan sakit
fee2
nadia ke rumah orang tuanya paling ya...
Hasbi Yasin
biarin lah si rivan nyariin suruh panggil mama aja gk mau gara2 nenek lampir
sri wahyuni
semangat thor
Fera Susanti
aku kasih kopi n vote biar ga ngantuk..
Senen..Senen
Fera Susanti
aduh..aduh pinisirin 🤭
mak nya c alm alina kang hipnotis kali ya.. sonoh sini bisa bgt kasih sugesti buruk ke org lain😒
༄༅⃟𝐐Vita Shafira𝆯⃟ ଓε💞🌏
pasti Nadia menenangkan hatinya yg terluka oleh kata kata Dahlia
🌷Vnyjkb🌷
oohhooohooo,, benar kaannn,,, makanya kok ngasi wasiat yg gak logika,, waahhhh gak bener nih peninggalan alina,, hatinya sdh pahit
🌷Vnyjkb🌷
dihhhhh, temperamenmu itu yg buruk, tuaaaaa bukannya jd contoh yg baik dlm bersikap , berucap,,,, eeee nuding org lg!!
Dewi Masitoh
pengen nonjok mukanya si nenek lampir dah..jangan sampe nadia knapa-napa siy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!