Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 : Jauhi Dia
Apa maksud Naufal? menyatakannya begitu terus terang di hadapan mahasiswa lainnya, ia tanpa ragu mengakui dengan berani sebagai calon makmum untuknya?
"Aqila kita udah sampai" Renata membuyarkan lamunan Aqila yang masih memikirkan Naufal
"Owh, makasih ya Ren"
"Lo kayak sama siapa aja"
"Btw, ucapan Naufal yang tadi harus lo pikir mateng-mateng" Sambung Renata
"Iyalah, lo pikir gue langsung nerima gitu aja?" Renata membalas kekesalan Aqila dengan cengirannya
"Aqila lo jangan begadang mulu, muka lo pucet banget" Aqila tersenyum menanggapi Renata yang mengkhawatirkannya, andaikan ia tau kalau dirinya menderita penyakit serius apa yang akan dilakukannya?
"Iya, makasih atas perhatian lo"
"Lo udah gue anggap kayak saudara, jangan bilang makasih" Aqila bersyukur memiliki sahabat sebaik Renata walau kadang kelakuannya yang tak masuk akal
"Hmmm"
"Kalau gitu gue pergi dulu, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam, hati-hati di jalan"
Baru saja membuka pintu rumahnya, Aqila seperti merasakan tatapan tajam dari semua orang yang duduk di ruang tamu saat ini, semua anggota keluarganya berkumpul, kecuali sang ayah yang pasti masih dikantor
"Assalamu'alaikum" Aqila mengucap salam pelan dan melangkah cepat untuk segera sampai kekamarnya
"Aqila" suara mama intan membuat langkah Aqila terhenti
"Iya ma?" Aqila melihat mata orang-orang yang menatapnya dengan tatapan yang tak dapat ia mengerti, tapi tatapan itu seperti menghakiminya, apa salahnya?
"Lo apain adik gue?" Rian berbicara terlebih dahulu dengan nada ketus, memang diantara saudaranya Rian yang paling temperamental
"Memang Reyna kenapa?" Aqila balik bertanya, setahunya ia hanya menjelaskan pada adiknya bahwa ia tak menyukai Galang lagi, lantas dimana salahnya?
"Kak Aqila jahat hiks, Reyna malu karena perkataan Kak Aqila dan Kak Naufal dikampus tadi"
Ya tuhan, Aqila memijit pelipisnya, Reyna yang manja, kata-kata yang ia ucapkan untuk membela diri malah membuat adik manjanya menangis
"Makanya jangan asal nuduh orang, asal lo tau aja, gue udah nggak ada perasaan apa-apa sama pacar lo"
Wow, ini adalah rekor dalam hidup Aqila, sebelumnya ia tak akan berani memarahi atau menasihati adiknya seperti ini apalagi di depan saudara-saudranya, karena pada akhirnya ia yang selalu salah dimata mereka
"Aqila, siapa yang ngajar kamu bicara kayak gitu sama adik kamu?" tanya Mama Intan, suaranya mulai berubah
"Aqila cuma capek ma, Aqila capek dituduh yang bukan-bukan, Kenapa nggak tanya aja sama pacar dia, biar nggak ada salah paham" Aqila berani membela dirinya bukan hanya bisa terdiam seperti sebelumnya
"Lo sebagai kakak harus ngalah sama Reyna, dia masih kecil belum..." Aqila langsung memotong ucapan Devano kakak sulungnya
"Ngalah? kurang ngalah apa lagi gue sama dia?, kecil? dia udah besar, sikap kalian kepadanya yang membuat dia seperti itu" ucap Aqila tegas, ia sedang berusaha menjaga keseimbangan tubuhnya karena kepalanya mulai merasakan sakit yang teramat sangat
"Aqila" Kali ini Daren yang berbicara
"Kalau Kak Daren cuma mau nyalahin Aqila, Aqila nggak denger, Aqila capek" Aqila menutup telinga mendengar suara mereka di ruang tamu, ia memilih melangkahkan kaki lebih cepat menuju kamarnya
Brukkk
Baru saja menutup pintu, tubuhnya langsung ambruk tak sadarkan diri di lantai dingin dengan darah segar yang mengalir dari hidungnya
.
Sementara diruang tamu, Mama Intan memijit pelipisnya melihat kelakuan Aqila yang sebelumnya tak pernah seperti ini, biasanya ia hanya akan menunduk, mengangguk dan meminta maaf berulang kali
"Ini pasti gara-gara dia bergaul sama Naufal" ucap Rian
"Naufal?" Mama intan melihat kearah putra ketiganya itu
"Naufal yang dikenal si badboy kampus, Rian bahkan pernah liat dia nganter jemput Aqila" ucap Rian
"Semester berapa anak itu?"
"Semeseter tujuh kayak Rian, dia juga satu fakultas sama Rian"
"Kenapa Aqila bergaul dengan orang seperti itu?" tanya Devano yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Rian
Sedangkan Darren termenung, ia tak tau apa yang salah, tapi didalam hatinya ia seperti melihat sesuatu yang disembunyikan Aqila dibalik mata teduhnya, bahkan sebagai seorang dokter ia tau kalau adiknya tidak baik-baik saja apalagi melihat wajah pucat dan tangan Aqila yang tadi mengepal seolah menahan sebuah rasa sakit
"Nanti mama bicara sama dia" ucap Mama Intan mengakhiri perdebatan yang terjadi dengan salah satu putrinya
.
Aqila benar-benar menunjukkan perubahan yang signifikan pagi itu, dari kemarin sejak perdebatan mereka ia tak turun dari kamarnya bahkan untuk makan malam, ia pun baru tersadar dari pingsannya saat jam menunjukkan pukul empat sore, terhitung sudah tiga jam ia tak sadarkan diri diatas lantai dingin kamarnya
Menangis? Aqila jelas menangis, karena dengan menangis ia bisa sedikit mengungkapkan ekspresi hatinya, namun akhirnya ia sadar bahwa dunia ini kejam, jika kita lemah dan menangis ia akan semakin kejam, sebaliknya jika kita kuat dia akan luluh
"Aqila"
"Aqila"
Suara dari arah meja makan tak didengarnya, ia lebih memilih berjalan lurus untuk segera keluar dari rumah, bukan hatinya yang menolak, tapi ia berusaha membentengi diri dengan egonya
"AQILA" akhirnya teriakan sang ayah membuat langkahnya terhenti, ia menoleh
"Ya pa?"
"Kemari, jangan pura-pura nggak denger kamu" Aqila mengangguk dan menurut, ia melangkahkan kakinya menuju meja makan, jika ia berani melawan saudaranya tapi tidak untuk sang papa
"Makanlah, mamamu bilang kamu tidak makan tadi malam" Aqila dulu mungkin akan senang dengan perlakuan ini, tapi sekarang ia mencoba membentengi diri untuk tak jatuh kedalam harapan semu lagi
Ia hanya mengangguk dan duduk di kursi kosong dekat Darren yang sudah siap dengan jas putihnya
"Jangan dekat lagi dengan Naufal itu" Suara Papa Arya membuat Aqila mengurungkan diri untuk bangkit dari duduknya setelah sarapan
"Kenapa?" Aqila bertanya dengan berani memandang mata papanya
"Rian bilang dia anak yang tak baik, mamamu juga bilang kamu sudah berani melawan kakakmu, dan Reyna juga cerita sama papa tentang kejadian kemarin di kampus" ucap Papa Arya mengelus rambut putri bungsu kesayangannya
"Jangan liat seseorang dari luarnya saja pa, bisa saja orang yang terlihat berwajah iblis ternyata berhati malaikat atau sebaliknya"
"Papa tidak begitu, hanya saja Rian bilang kalau dia anak nakal dan suka tawuran, papa hanya ingin yang terbaik buat kamu"
"Tapi..." Aqila langsung menunduk saat merasakan cairan mengalir dari hidungnya, mimisan ini datang disaat yang tidak cepat
Tangannya dengan cepat meraih beberapa lembar tisu diatas meja makan dan menunduk seolah membersihkan mulut agar tak ada yang curiga
"Apa kamu mengerti?" tanya Papa Arya pada putrinya yang menunduk
"Aqila ngerti pa"
"Kalau gitu papa berangkat kerja dulu, kalian yang rajin di kampus" ucap papa Arya kemudian berdiri diikuti Devano dan juga Mama Intan yang membantu membawa tas kerja suaminya
Aqila masih menunduk menunggu semua orang pergi dari meja makan, Rian dan Reyna akhirnya pergi, tapi Darren yang duduk disebelahnya tak kunjung berdiri, padahal Aqila ingin segera berlari membersihkan darah yang tak nyaman dihidungnya
Ia mengubah posisi duduknya kearah samping dan segera berdiri untuk pergi, namun Darren tiba-tiba mencekal pergelangan tangannya