Mr. Arrogant Vs Noisy Girl

Seusai rapat, Zidni kembali termenung. Entah kenapa Chika bersliweran di pikirannya. Padahal baru bertemu namun Zidni merasa ada yang aneh dan beda.

"Permisi Tuan!" suara Frans membuyarkan lamunannya.

"Ada apa Frans?"

"Nona Chika menitipkan ini untuk anda." Ucap Frans seraya meletakkan kotak makan di atas meja Zidni.

"Apa itu?"

"Makan siang, Tuan."

Zidni mengernyitkan dahinya. "Makan siang? Untuk apa? Ingin mencari muka dia?"

"Katanya ini sebagai permintaan maaf karena dia sudah membantah ucapan anda kemarin."

"Kenapa tidak diberikan sendiri? Memangnya siapa dia?"

"Nona Chika buru-buru pergi karena harus menjemput putranya ke sekolah."

"Putra? Dia sudah menikah?"

"Sepertinya begitu."

"Tapi di civi statusnya kenapa lajang?"

"Mungkin Nona Chika seorang single parent Tuan."

Zidni menghela. "Oke, sebaiknya kamu coba dulu makanannya. Aku harus memastikan bahwa makanan ini aman dan tidak mengandung racun. Siapa tahu dia menaruh racun dimakananku dan ingin balas dendam padaku."

"Sa-saya Tuan?" Frans tergagap. Ia juga takut kalau makanan itu ada racunnya.

"Iya. Siapa lagi? Aku pemilik perusahaan ini, setidaknya aku harus menyelamatkan diriku dulu. Kalau ada apa-apa denganmu, aku akan bertanggung jawab." Ucap Zidni dengan entengnya.

Frans menghela. "Baik Tuan!"

Frans kemudian membuka isi kotak makan itu. Namun Frans dibuat terkekeh melihat isi kotak itu.

"Kenapa Frans? Ada yang lucu?" tanya Zidni dengan ekspresi seriusnya.

"Mm-ma-maaf Tuan. Ini seperti makanan anak TK." Ucap Frans seraya menunjukkan isi kotak makan itu pada Zidni.

"Nasi bento? Nasi bento adalah bekal favoritku saat sekolah. Bagaimana dia bisa tahu?" gumam Zidni dalam hati. Chika membuat nasi berbentuk kelinci yang lucu dan menggemaskan. Dengan senyum lebar gigi kelinci tentunya. Semua lauknya pun kesukaan Zidni. Ada telur gulung, udang goreng tepung dan capjay.

"Tuan!" Frans memanggil Zidni yang terlihat melamun.

"Ada apa?"

"Sendoknya? Kata Tuan, saya harus mencicipinya. Sepertinya ini enak juga apalagi dari aromanya." Kata Frans pada Zidni dengan sendok di tangannya.

"Tidak usah!" ucap Zidni. Tentu saja ucapan Zidni itu membuat Frans terkejut.

"Kenapa Tuan? Saya bersedia dan senang hati mencicipinya. Kalau Tuan tidak mau, biar saya habiskan aja. Kebetulan saya belum makan siang, hehehe."

"Sebaiknya sekarang kamu pergi makan siang saja. Sana-sana!"

"Serius Tuan meminta saya pergi?"

"Iyalah. Sudah sana pergi. Biar makanan ini menjadi urusanku." Ketus Zidni.

Frans menjadi bingung. "Baiklah, saya permisi." Frans kemudian berlalu meninggalkan ruangan Zidni. Setelah situasi aman, Zidni mencicipi makanan itu.

"Kenapa rasa makanan ini seperti tidak asing? Sepertinya aku sudah sering memakan masakan ini. Masakan Mama saja tidak seenak ini." Gumam Zidni sembari mengunyah. Tak terasa Zidni menghabiskan makanan itu sampai tidak bersisa. Zidni sendiri merasa bingung, kenapa ia begitu menyukai masakan Chika.

...****************...

''Om Alvin!" seru Kenzie dengan penuh antusias saat melihat pamannya datang.

''Halo keponakan Om yang paling tampan. Bagaimana kabarmu?''

''Aku baik, Om.''. Keduanya lalu saling berpelukan. Setelah puas memeluk Kenzie, Alvin kemudian memeluk Kakaknya.

''Kak, bagaimana kabar Kakak?''

''Aku baik, Alvin. Kamu tidak kerja apa?''

''Aku cuti dua hari, Kak. Aku tadi ke rumah ayah dan ibu, terus mereka bilang kalau Kakak pindah jadi aku langsung kesini. Kenzie nih yang bikin kangen. Aku boleh menginap disini kan Kak? Aku akan menemani Kenzie selama Kakak bekerja.''

''Boleh saja, aku justru senang karena ada kamu. Tapi sudah ada Mbak Susi juga yang jagain Kenzie.''

''Kenzie, main sama Om yuk!"

"Ayo Om!"

''Om bawa pensil warna dan perlengkapan sekolah untuk kamu.''

''Yeay! Makasih ya Om.''

''Sama-sama anak tampan.''

Setelah lelah bermain dengan Alvin, Kenzie akhirnya pun tidur. Kini Alvin dan Chika sedang duduk berdua diteras sembari mengobrol.

''Kak, Kakak sebenarnya kerja dimana? Dan apa ada kabar dari Kak Zidni?''

''Vin, sebenarnya Kakak kerja di perusahaan Zidni.''

''Hah? Kakak serius? Apa Ayah dan Ibu tahu?''

''Tidak. Mereka tidak tahu karena aku sengaja menyembunyikannya. Aku tahu Ayah dan Ibu masih marah dan kecewa. Tapi saat ini aku sedang berjuang untuk membawa dia kembali.''

''Bagaimana Kakak bisa bertemu dengan Kak Zidni kembali?''

''Pertemuan kami tidak sengaja. Dan saat ini dia menjadi seperti orang lain. Aku tidak sengaja mendengar percakapan sekretarisnya. Dan di dalam percakapan itu, aku mendengar kalau Zidni mengalami kecelakaan dan hilang ingatan.''

''Jadi dia sama sekali tidak ingat Kakak?''

''Iya Alvin. Zidni sama sekali tidak mengenali Kakak. Sebenarnya tujuan Kakak pindah dan bekerja di kantor Zidni karena ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Zidni. Sekaligus Kakak ingin membawanya kembali ke dalam hidup Kakak. Hati kecil Kakak mengatakan bahwa dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Kakak sangat mengerti perasaan kecewa Ayah dan Ibu tapi Kakak harus mencari jawaban itu. Sampai detik ini Kakak pun masih mencintainya.''

''Kak, aku mengerti perasaan Kakak. Jadi aku tidak akan bilang pada Ayah dan Ibu. Meskipun aku sebagai saudara Kakak juga merasakan kecewa dan sakit hati yang sama. Tapi setelah mendengar cerita Kakak dan mengingat kebaikan Kak Zidni, rasanya memang sangat mustahil kalau Kak Zidni meninggalkan Kakak begitu saja. Pasti ada sebab dan akibatnya.''

''Terima kasih ya sudah mengerti perasaanku. Sekarang kamu semakin dewasa saja.''

''Hehehe iya dong, Kak.''

-

Di dalam kamarnya, Zidni sedang termenung. Lagi-lagi ia melihat cincin itu.

''Sebenarnya apa yang terjadi padaku dulu? Kenapa bisa ada cincin ini? Akupun belum melamar Amora. Apakah aku sudah menikah? Atau aku mempunyai tunangan lain ya? Kalau memang ada, kenapa dia tidak mencariku? Tapi dengan apa yang terjadi, pasti dia kesulitan mencari ku. Aku bahkan tidak cerita apapun pada Mama. Kata Mama, Mama hanya melihat wajahku tampak ceria selesai pulang dari Amerika. Sepertinya aku harus mencari tahu riwayat penerbanganku di masa lampau untuk menjawab semua pertanyaan yang ada di kepalaku. Meskipun aku mencintai Amora dan terpukul dengan kepergiannya, kenapa aku begitu kekeh ingin membuka perusahaan disini juga? Sampai akhirnya aku memilih menetap untuk tinggal disini. Apalagi sejak aku bertemu dengan gadis berisik itu. Aku merasa ada sesuatu yang aneh. Dari moccacino yang dia buat dan juga menu makan tadi siang. Kenapa rasanya tidak asing? Tapi aku tidak tahu apa itu."

Zidni lalu mengambil ponsel dan menekan nomor Frans.

"Halo Tuan! Ada yang bisa saya bantu?" sapa Frans diseberang sana.

"Frans, tolong carikan daftar penerbanganku empat tahun lalu. Di mulai dari aku kembali ke Shanghai sampai aku kuliah di Amerika dan kembali lagi ke Shanghai. Sampai akhirnya aku kecelakaan dalam keadaan koma hingga akhirnya tersadar. Cari semua riwayat perjalananku jangan sampai terlewatkan."

"Baik Tuan!"

"Aku tunggu secepatnya dan jangan lama-lama." Dan panggilan berakhir begitu saja. Zidni menghela, berharap ia segera menemukan petunjuk.