Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
"Makan yuk, lapar," Yusuf mengusap perutnya.
Mereka berjalan mengelilingi meja prasmanan, mengambil makanan yang yang mereka inginkan lalu mencari tempat duduk.
Yumi yang sedang mengunyah, berhenti seketika saat Yusuf dan Sani, bergabung di mejanya. Pun dengan Dafa, laki-laki itu juga terlihat langsung salah tingkah.
"Kenapa gak duduk di meja lain aja sih?" gerutu Yumi.
"Pengennya disini," sahut Isani asal. Sebenarnya bukan sengaja sih, dia juga malas banget ngeliat muka dua sampah itu, sayangnya meja lain pada penuh, kalaupun ada kursi kosong, hanya satu.
Yusuf menarik piring Sani ke arahnya. "Aku bantu potongin daging kamu."
"Hadeh... pakai pamer kemesraan pula," Yumi tersenyum miring. Tak sengaja, matanya melihat cincin berlian di jari Sani, dadanya makin dongkol, iri.
"Ternyata dugaanku selama ini benar," Dafa tiba-tiba nyeletuk.
"Dugaan apa?" tanya Yumi.
"Sok tulus, sok tersakiti, ternyata juga sama-sama selingkuh," Dafa tersenyum miring.
"Apa maksud kamu?" Sani yang merasa disindir, langsung tak terima, menatap Dafa nyalang.
Sejak dulu, Dafa memang sering cemburu pada Yusuf. Bagaimana tidak, Sani lebih bangak menghabiskan waktu dengan laki-laki itu daripada dengannya. Kemana-mana, mereka selalu berduaan, bahkan ke luar kota. Beberapa kali, Dafa mendapatkan kiriman foto kedekatan Sani dan Yusuf dari nomor yang tak dikenal, namun Sani selalu bisa meyakinkannya jika hubungan dengan Yusuf, hanya sebatas kerjaan.
"Dulu katanya enggak, enggak kok," Dafa menirukan gaya bicara Isani. "Buktinya sekarang nikah."
Sani tertawa absurd. "Jadi kamu nuduh aku selingkuh? Astaga, ada yang orang gila kayak kamu. Udah jelas kamu yang selingkuh, malah nuduh orang. Makasih banget, Yum," menatap Yumi sambil terkekeh pelan. "Makasih udah ngambil dia dari aku. Sumpah, kelakuannya bikin ilfeel. Apa yang ada di otakku dulu, bisa-bisanya pacaran sama orang kayak dia."
"Ayo kita pergi dari sini, Sayang," Yumi berdiri, menarik lengan Dafa. "Disini panas, ada setan soalnya," menatap Sani saat menyebut setan.
"Dagelan, setan teriak setan," balas Sani, menatap kepergian mereka. "Bilang aja kalau panas karena iri sama aku." Saat menoleh ke arah Yusuf, laki-laki itu malah tertawa. "Kenapa?"
"Kamu keren juga kalau marah." Yusuf menggeser kembali piring Sani ke depan wanita itu.
Sani berdecak pelan. "Emang kamu aja yang bisa marah, aku juga bisa kali. Selama ini kamu gak pernah lihat aku marah karena status aja. Ya masa bawahan mau marahin atasan."
"Gawat! Setelah ini pasti marah-marah mulu sama aku setelah ganti status."
Sani tertawa cekikikan. "Enggaklah," ia memeluk lengan Yusuf, menatapnya sambil tersenyum.
"Kamu cantik banget hari ini, Sayang," punggung tangan Yusuf menelusuri wajah Isani. Keduanya saling bertatapan cukup lama, hingga akhirnya, bibir Yusuf menyentuh bibir Isani. "Astaga!" ia buru-buru menarik bibir saat Isani membuka mulutnya. "Hampir kelepasan, padahal masih banyak orang."
Wajah Sani bersemu merah, menggigit bibirnya sambil menunduk malu. Bisa-bisanya tadi ia malah membuka mulut, berharap ada ciuman yang lebih dalam.
"Aku sudah memesan kamar hotel untuk malam pertama kita," bisik Yusuf di dekat telinga Isani.
Jantung Isani seketika berdebar kencang mendengar kata malam pertama.
"Ah... gak sabar... " Yusuf menyendok nasi, lalu memasukkan dengan cepat ke dalam mulut. Sani yang melihat itu langsung cekikikan.
"Makan yang banyak," Yusuf memindahkan ayam di piringnya ke piring Isani. "Jangan sampai nanti malam kamu pingsan."
Sani menunduk, menepuk kening sambil tertawa cekikikan.
Keduanya lalu makan dengan tenang. Sesekali, harus di jeda karena menyalami tamu yang pamit mau pulang.
"Suf," panggil seoarang laki-laki yang baru datang sambil mengangkat tangan.
"Vin," Yusuf langsung berdiri melihat kedatangan teman dekatnya tersebut.
"Congrats Bro, akhirnya nikah juga," Davin memeluk Yusuf.
"Sayang, kenalin ini Davin, teman aku waktu di US."
Sani mengangguk sopan, menjabat tangan Davin sambil menyebutkan nama.
"Yang sabar ya menghadapi Yusuf, dia ini gampang meledak, kayak petasan," Davin melirik Yusuf sambil tertawa.
"Gue ini laki-laki paling sabar di dunia," Yusuf ikut terkekeh. "Sayang, aku ngobrol disana bentar ya sama Davin. Ia ngerokok, nanti kamu gak nyaman," Yusuf menunjuk ke suatu arah.
"Iya," Sani mengangguk.
"Pinjam suaminya bentar ya," ujar Davin. "Gak lama kok. Lagian gak mungkin pengantin wanita ditinggal lama-lama, mana tahan si Yusuf," ia tergelak.
Yusuf dan Davin melipir ke tepi, mencari tempat yang nyaman untuk ngobrol. Davin yang memang candu nikotin, langsung menyulut rokok yang baru dia ambil dari saku celana.
"Jadi itu anaknya Erna?" Davin memperhatikan Isani yang sedang makan.
"Hem, iya," Yusuf ikut melihat ke arah Isani. "Wajahnya mirip sekali dengan Erna saat dibawa Papa ke rumah," tersenyum getir, teringat kembali kejadian hari itu, hari yang menjadi awal penderitaan ibunya. "Mungkin dulu Erna seumuran Isani sekarang saat menikah dengan Papa. Wajah mereka benar-benar bagai pinang dibelah dua. Erna yang dulu, kalau dijejerin dengan Sani, pasti kayak anak kembar."
"Pantesan bokap lo sampai tergila-gila, orang cakep banget."
"Setiap aku melihat Sani," telapak tangan Yusuf terkepal kuat. "Rasanya seperti sedang menatap ja lang itu, Erna."
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR