Kenapa Aku Yang Dihukum ( Anak Pelakor)

Kenapa Aku Yang Dihukum ( Anak Pelakor)

BAB 1

Disaat pengunjung lain sibuk berbincang, bercanda dan selfi untuk diupload di sosial media, 4 orang yang berada privat room sebuah resto, justru sebaliknya. Mereka tengah sibuk membahas bisnis yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan masing-masing. Fokus mereka tertuju pada laptop, bukan pada minuman atau pun snack di atas meja, hngga akhirnya, senyuman merekah di bibir mereka.

"Deal," Yusuf berdiri, diikuti yang lainnya. Menyalami Andra selaku perwakilan dari perusahaan yang akan kerjasama dengannya. Finally, kerjasama yang telah dia impikan sejak dulu tercapai juga.

"Semoga kita bisa bekerjasama dengan baik," Pak Andra menepuk lengan Yusuf. "Senang bisa bekerjasama dengan anak muda penuh semangat, penuh aura positif seperti anda. Papa anda di Surga, pasti bangga punya penerus seperti anda."

Yusuf tersenyum kecut, bukan karena tak suka pujiannya, melainkan tak suka Papanya dikatakan berada di surga. "Bajingan itu ada di neraka," gumamnya dalam hati, telapak tangannya mengepal kual.

Isani, sekretaris Yusuf itu membereskan barang-barang mereka yang ada di atas meja sepeninggal Pak Andra. Setelah semua beres, duduk kembali, menyeruput lemonade pesanannya lalu mengecek ponsel. Senyumnya mengembang membaca sebuah pesan dari tambatan hati yang bilang sudah ada di luar, menunggunya.

"Dafa," tebak Yusuf, tersenyum miring, matanya fokus pada ponsel. Sekilas tadi, sempat melirik Isani yang sedang tersenyum.

"Saya pulang dulu ya, Pak, Dafa sudah menunggu di luar," Isani memasukkan ponsel ke dalam tas.

"Dia bukan laki-laki yang baik."

Sani membuang nafas kasar, tersenyum simpul lalu berdiri. "Mau sampai kapan sih, kamu ngejelekin Dafa terus?" tak lagi menggunakan bahasa formal saat Yusuf sudah mulai membahas hal pribadi. "Gak capek apa, memfitnah calon suamiku?"

Yusuf menghela nafas panjang, meletakkan ponsel ke atas meja, menoleh ke arah Sani yang terlihat kesal. "Aku gak akan capek sampai kamu sadar kalau aku lebih baik daripada si berengsek itu."

Sani melongo, menutup mulut dengan telapak tangan lalu tertawa. "Heran deh!" ia geleng-geleng. "Ratusan atau bahkan ribuan cewek katanya naksir kamu, kenapa masih aja ngejar cewek yang udah jadi milik laki-laki lain."

"Milik?" ganti Yusuf yang tertawa. "Belum nikah, saranku jangan terburu-buru menyebut milik," jemarinya membentuk tanda kutip. "Takutnya gak jadi," tersenyum penuh arti.

"Persiapan pernikahanku dan Dafa sudah 90 persen. Hanya tinggal fitting baju pengantin ama nyebar undangan."

Lagi-lagi Yusuf tersenyum melihat begitu percaya dirinya Isani. "Yang sudah 99 persen, tinggal ijab saja, ada yang batal, apalagi masih 90 persen."

Sani menghentakkan kaki ke lantai, membuang nafas kasar sambil melotot pada Yusuf. "Aku sudah mengajukan resign ke HR. Tiga hari sebelum nikah, aku udah resmi berhenti kerja."

"Mau jadi pengangguran? Mau jadi istri yang gak bisa nyari uang, jadi beban suami?"

Mulut Sani terbuka lebar, kesal dengan ledekan Yusuf. Ada ya, laki-laki yang bilang kalau istri itu beban? Tangannya terangkat, ingin sekali mencakar-cakar muka menyebalkan di depannya itu, sayangnya ia masih harus menahan diri karena laki-laki itu atasannya.

"Dafa gak ngizinin kamu kerja setelah nikah?" Yusuf tersenyum miring. "Alasan saja dia. Aslinya dia cemburu sama aku. Ya gimana lagi, aku lebih segalanya dari dia."

"Permisi!" Sani yang muak dengan kata-kata Yusuf, memilih pergi saja, tak mau Dafa menunggu terlalu lama.

Yusuf tersenyum miring, menatap punggung Isani yang kian menjauh. "Hanya aku yang boleh menikahi kamu Isani."

...----------------...

"Kamu makin kurus kayaknya, San," Alea menarik sedikit bagian pinggang kebaya yang dicoba Isani. Bulan lalu rasanya dia sudah tepat saat mengukur, namun entahlah, sekarang mendadak saja jadi kurang pas, kebesaran.

"Gimana gak makin kurus Le, semua persiapan pernikahan aku dan Dafa semua yang urus," melihat ke arah Dafa yang duduk di sofa, sejak tadi tampak sibuk dengan ponsel, padahal ia berharap laki-laki itu akan memberikan sedikit komentar terkait kebaya yang dicobanya.

"Yang sabar, San. Semoga saja setelah nikah, kamu bakalan lebih bahagia."

"Aamiin."

Ponsel di tangan Dafa berdering, mengundang tatapan reflek dari Isani maupun Alea. Laki-laki yang tampak kikuk tersebut, meminta izin keluar untuk menjawab panggilan.

"Undangan fix cuma 100 orang, San?" Alea kembali fokus menandai bagian-bagian kebaya yang perlu di vermak.

"Iyalah. Konsepnyakan intimate wedding. Habis akad langsung resepsi kecil-kecilan."

"Papa kamu beneran gak bantu sedikitpun?"

"Ada sih bantu, tapi ya gitu, sembunyi-sembunyi, takut Tante Farah tahu."

Alea menghela nafas berat, mengusap lengan Sani. "Sabar ya, San. Sekali lagi aku cuma bisa support kamu dengan doa. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan setelah menikah. Kamu bakal bener-bener bebas dari ibu tiri dan saudara tiri kamu yang toxic itu."

Isani tersenyum kecut. "Aku gak bisa seratus persen nyalahin mereka, Le. Aku bisa faham kenapa mereka seperti itu sama aku," matanya mulai berkaca-kaca, teringat perlakuan Tante Farah dan Yumi padanya.

"Sabar, sabar," Alea memeluk Sani, mengusap punggungnya. "InsyaAllah setelah ini, kamu akan bahagia, punya keluarga baru, kehidupan baru."

"Aamiin," Isani menyeka sudut matanya yang berair.

Mereka terus mengobrol, membicarakan tentang persiapan pernikahan Sani yang sudah hampir 100 persen.

"Dafa lama banget sih, dia kan juga harus nyobain jasnya," Alea melihat ke arah pintu.

"Apa aku susul aja ya," Sani bangkit dari duduknya, melihat ke arah pintu lalu melangkah kesana. Senyumnya mengembang melihat punggung Dafa, pria itu telepon dengan seseorang di teras butik. Berjalan menghampirinya.

"Aku aja yang ngomong sama Sani. Please, kasih aku waktu. Aku harus nyari momen yang tepat." Dafa tampak gelisah, sebelah tangannya memijat pelipis.

"Mau ngomongin apa sih?"

Deg

Dafa terkejut mendapati Isani ada di belakangnya. "Sa-sayang," buru-buru mematikan telepon, memasukkan ke dalam kantong celana. "Se-sejak kapan kamu ada disini?" tanyanya gugup, wajahnya pucat pasi.

"Kamu kenapa sih, kok gugup gitu?" Sani mengernyit.

"Eng-enggak papa kok," Dafa berusaha menormalkan ekspresi.

"Kamu telepon sama siapa tadi?"

"Bukan siapa-siapa. Eh, udah selesai nyoba kebayanya?"

Sani merasa jika ada yang ditutup-tutupi darinya. Dafa juga kentara sekali sedang mengalihkan topik.

"Aku harus nyoba jas kan? Astaga, kenapa bisa lupa!" menepuk jidatnya lalu tersenyum. "Masuk yuk!" menarik tangan Sani kembali masuk ke dalam butik.

Meski merasa ada yang aneh dengan Dafa, Sani tak mau terlalu mempersalahkan. Mungkin Dafa hanya sedang lelah, sama sepertinya. Persiapan pernikahan ini memang menguras tenaga dan fikiran mereka.

...----------------...

"Mau mampir dulu?" tawar Sani saat mobil Dafa berhenti di depan gerbang rumahnya. Sekarang masih jam 8 malam, rasanya belum terlalu malam jika Dafa ingin mampir, ya, meskipun setiap laki-laki itu datang, ibu tirinya tak pernah bersikap baik padanya.

"Gak usah deh, aku capek banget hari ini."

"Ya udah, kalau gitu hati-hati. Love you."

"Love you too."

Isani keluar dari mobil Dafa, dengan langkah malas, masuk ke dalam rumah. Tak berpapasan dengan siapa pun saat menuju kamar, itu sudah anugerah baginya, karena hampir setiap kali bertemu ibu atau adik tirinya, yang ada selalu cek cok.

Sesampainya di kamar, Sani menjatuhkan tubuh lelahnya ke atas ranjang. Rasa nyaman seketika menjalar ke seluruh tubuh. Hari ini selain sibuk dengan urusan kerjaan, dia masih harus lanjut ngurusin persiapan pernikahan. Capeknya dobel, tapi tak apa, dia bahagia karena akhirnya akan segera meninggalkan rumah ini. 20 tahun disini, bukan hal yang mudah, hari-harinya terasa berat, apalagi saat pertama kali tinggal disini. Tapi kini, akhirnya dia akan meninggalkan rumah ini. Ah.... rasanya sudah tidak sabar menunggu hari itu. Dia akan tinggal bersama Dafa, membangun keluarga kecil mereka. Baru membayangkan saja, rasanya sudah bahagia sekali, sampai tak sadar, ia tertidur dengan bibir tersenyum.

Brak

Sani terbangun karena kaget mendengar suara pintu kamarnya dibanting. Ia duduk, mengumpulkan nyawa sembari menatap Yumi yang baru masuk. "Bisa gak sih, kalau mau masuk kamar orang itu ketuk pintu dulu. Kalau gak ngerti caranya ngetuk, minimal buka pelan-pelan," mendengus kesal. "Dasar Kakak gak ada akhlak," makinya dalam hati. Bukan tak berani maki langsung, tapi jika itu terjadi, masalah akan panjang, karena bukan hanya Yumi lawannya, melainkan Tante Farah juga. Dan endingnya, Papa akan marah-marah, bilang muak mendengar pertengkaran di rumah ini, dan ia yang harus selalu mengalah.

Puk.

Yumi melempar sesuatu ke muka Sani, tepat mengenai keningnya.

"Awww!" Sani mengiris, matanya reflek terpejam saat ada benda menimpuk dahinya, untung kecil dan ringan, jadi tak terlalu sakit.

"Lihat itu!" bentak Yumi, menunjuk sesuatu yang tadi dia lempar.

Sani menghela nafas panjang, berusaha untuk sabar. Ia menunduk, mengambil sesuatu yang terjatuh di dekat kakinya setelah menimpa kening. Sesuatu itu bentuknya mirip sekali dengan test pack. Meski tak pernah menyentuh yang namanya test pack, namun dia tahu benda tersebut karena sering muncul di film. Saat ia pungut, ternyata benar, itu adalah test pack. Namun yang membuat dia syok, adalah dua garis merah yang ada disana. "Ka-kamu hamil, Yum?"

Terpopuler

Comments

Rafly Rafly

Rafly Rafly

pokoknya.. begitu ada notifikasi keluar.. apalagi othornya yg ini bikin karya Baru.. langsungg tak buntut tin..biar kamu nggak punya buntut bin ekor THOR..
soal nya selalu terngiang-ngiang kalimat keramat dan satu satunya pemilik nya hanya kamu..Maaaaaaaaak..kamu udah nongkrong saja di mari /Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2025-08-21

3

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

tespek...
gpp deh,biar gak dimadu...
yeeeeey... akhirnya kk othor kita punya novel baru lagi 🎉🎉🎉🎉🎉
dari kemaren udah bolak balik intip lho kk Yutantia,takut gak dapat notif nya dari NT 😆😆😆😆

2025-08-21

3

Kar Genjreng

Kar Genjreng

ada yang baru muncul lagi ha ha kemana apa kabar baru muncul lagi hehehe,,😂😂

2025-08-20

2

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 BAB 104
105 BAB 105
106 BAB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 BAB 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 BAB 12O
Episodes

Updated 120 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
BAB 104
105
BAB 105
106
BAB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
BAB 112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
BAB 12O

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!