Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Keluarga Pondok
"Udah enakan, Ay?" Tanya Dimas yang sudah kembali ke ruangannya.
"Udah, Mas. Itu infusnya udah di ganti, kata temen mas itu infus vitamin booster." Jawab Laras.
Dimas kemudian duduk di sebelah Laras dan memengang tangan gadis yang sudah tak begitu pucat.
"Udah gak demam." Kata Dimas yang tampak lega.
"Makasih ya, Mas."
"Kalo sakit jangan di tahan - tahan." Kata Dimas.
"Iya bawel. Mas juga kalo ngomong yang banyak, jangan sedikit - sedikit." Kekeh Laras.
"Ch! Kamu ini." Kata Dimas.
Sore itu, setelah infusnya habis, Dimas segera membawa Laras pulang agar ia bisa beristirahat di rumah.
Selama beberapa hari, Laras benar - benar istirahat dan memulihkan tenaga. Di hari ketiga, ia sudah tampak segar dan bugar.
Walaupun beberapa hari tak bertemu, Dimas tak pernah lupa menanyakan kabar gadis yang memiliki tempat khusus di hatinya.
"Widiih ngebul lagi tuh cerobong asep!" Seru Laras dari teras saat melihat Dimas yang sedang merokok di teras rumahnya.
"Baru ini, Ay." Seru Dimas yang langsung membuang rokoknya.
"Baru ini yang aku liat." Sahut Laras.
"Sumpah! Baru ini, ini aja masih panjang udah ku buang." Dimas memberi penjelasan.
"Preet!" Laras mencebik.
"Ay, kopi susu." Pinta Dimas.
"Sini lah." Jawab Laras.
"Tunggu bentar." Kata Dimas yang kemudian masuk kerumah.
Begitu juga Laras yang masuk ke rumah untuk membuatkan pesanan Dimas.
"Ngobrol sama siapa, Nduk?" Tanya Uti yang sedang menonton tv.
"Mas Dimas, ti. Siapa lagi." Kekeh Laras.
"Kalian berdua pacaran to?" Celetuk Uti.
"Enggak, ti. Kata siapa?" Jawab Laras yang terdengar cuek.
"Kata orang - orang. Habisnya lihat kalian deket banget, mereka kira kalian pacaran. Lagi pula, Dimas juga gak pernah kelihatan dekat sama cewek. Cuma deket sama kamu aja." Cicit Uti.
"Gosip aja itu, ti." Sahut Laras.
"Uti mau di bikinin teh?" Tawar Laras.
"Enggak ah. Lha kamu lagi bikin apa?"
"Kopi susu." Jawab Laras.
"Kesenengane Dimas kuwi. (Kesukaannya Dimas itu.)" Celetuk Uti.
"Niki bocahe sing nyuwun kopi susu, Ti. (Ini anaknya yang minta kopi susu, Ti)" Kata Dimas sambil menyalami Uti yang terkekeh.
"Rabien wae kuwi bocahe. Ben enek sing nggawekne kopi susu. (Nikahin aja itu anaknya. Biar ada yang bikinin kopi susu)" Gurau Uti.
"Angsal, ti? (Boleh, ti?)" Sahut Dimas.
"Yo nak bocahe gelem. Ngomongo karo bapak e. (Ya kalau anaknya mau. Bilang saja sama bapaknya)" Gelak Uti yang membuat Dimas ikut tertawa.
"Tak rabi, gelem ora, Ay? (Aku nikahin, mau gak, Ay?)" Goda Dimas.
"Emooh!" Sahut Laras yang keluar dari dapur dengan membawa segelas kopi susu, segelas teh dan sepiring ubi rebus.
"Kok emoh, piye to ki? Oleh karo Uti iki lho (Kok gak mau, gimana sih ini? Boleh sama Uti ini lho.)" Kata Dimas.
"Emoh, Mas Dimas cuma ngomong tok." Jawab Laras yang membuat Uti dan Dimas tertawa.
Mereka berdua kemudian beralih duduk di teras setelah Dimas meminta izin pada Uti. Dimas menyeruput kopi susu hangat buatan Laras.
"Besok mau kemana, Ay?" Tanya Dimas.
"Biasa lah, nemenin Uti ikut kajian di pondok." Jawab Laras.
"Senin pengumuman?"
"Iya, Mas. Infonya gitu kalau gak ada perubahan. Bareng juga pengumumannya sama yang di bank." Jawab Laras.
"Mas besok jadi ke Kabupaten?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
"Mau dibeliin apa?" Tanya Dimas.
"Enggak ah. Lagi gak pingin jajan."
"Sakit kamu?" Tanya Dimas yang langsung memegang dahi Laras.
"Ish, enggak lah, Mas. Orang aku sehat, segar, bugar gini. Gak mau sakit, nanti ngerepotin Mas lagi." Kekeh Laras.
"Apaan sih, Ay." Protes Dimas yang tak suka jika Laras mengungkit masalah itu.
"Kenapa? Suka banget aku repotin?" Goda Laras.
"Iya." Jawab Dimas.
"Kalo nanti aku jadi bergantung banget sama Mas, gimana coba?" Tanya Laras.
"Gak apa - apa."
"Takut aja nanti ujung - ujungnya minta imbalan." Kekeh Laras.
"Kok tau?"
"Iya? Serius Mas? Apa? Cepet kasih tau, jangan bilang minta uang, aku masih jadi pengangguran." Cicit Laras yang nampak penasaran
"Gak banyak." Jawab Dimas yang menahan tawa melihat ekspresi Laras.
"Apa?" Laras penasaran.
"Kepo!"
"Nyebelin banget Mas Dimas ih! Kalo aku gak bisa tidur gimana coba? Biar aku teror Mas Dimas. Aku telfonin terus kalo aku gak bisa tidur." Omel Laras yang penasaran sambil memukul bahu Dimas yang malah tertawa karena berhasil membuat Laras penasaran.
...****************...
"Nduk, ayo cepetan." Ajak Uti.
"Iya, sabar Ti. Loh, mau kemana, Yi? Katanya mau kajian?" Laras nampak bingung saat melihat mobil yang tak asing sudah terparkir di halaman rumahnya.
"Yo iki arep mangkat kajian. Iku Mas santrine wes mapak. (Ya ini mau berangkat kajian. Itu mas santrinya sudah nyusul.)" Jawab Uti.
"Enggak. Biasanya juga bareng - bareng naik pickup nya pak RT. Kok ini di jemput Mas santri?" Tanya Laras.
"Ya Kajiannya agak jauh memang. Itu kita di ajak Bu Nyai menghadiri kajiannya ustadz yang terkenal itu lho, Nduk." Kata Uti yang nampak semangat.
"Lah, Uti gak bilang sama Laras?"
"Alah, nyari ilmu kok ndadak laporan dulu? Mumpung ada yang ngajaki lho Nduk. Jarang - jarang kita bisa datang ke pengajiannya ustadz terkenal, pengajiannya juga cuma untuk undangan terbatas" Cerocos Uti.
"Iya - iya, Uti." Jawab Laras yang akhirnya mengekor pada neneknya.
Tak langsung berangkat, mereka di bawa ke pondok terlebih dahulu untuk menjemput Bu Nyai dan beberapa ustadzah pondok yang mendampingi Bu Nyai.
Mobil yang di tumpangi Laras, berhenti di basement sebuah hotel besar yang ada di Kabupaten. Ia segera turun, mengikuti Bu Nyai dan Uti yang sudah turun terlebih dulu.
Netra Laras tak sengaja bersitatap dengan Gus Farid yang juga datang bersama Pak Kiyai dan beberapa ustadz. Laras mengangguk sopan untuk menyapa Gus Farid yang juga mengangguk ke arahnya.
"Assalamualaikum, Ummi, Uti, ustadzah." Seorang wanita cantik yang menggendong bayi perempuan langsung menyalami Bu Nyai, Uti dan para ustadzah.
Laras yang belum mengenal sosok wanita itu, hanya bisa diam sembari mengagumi kencatikan si wanita.
"Ini cucunya Uti, ya. Maa syaa Allah, cantiknya." Puji si wanita saat melihat Laras. Laras sendiri hanya tersenyum dan mengangguk sopan.
"Iya, Ning. Ini cucu Uti yang sekarang tinggal sama Uti." Jawab Uti yang tampak mengenal baik wanita yang ia panggil Ning.
"Kenalin, saya Fahira, menantunya Ummi. Istrinya Gus Farhan." Ning Fahira memperkenalkan diri.
"Ah iya, Ning, saya Laras." Ujar Laras.
Laras lalu teringat dengan Dimas yang mengatakan kalau Gus Farhan adalah sahabatnya.
"Ayo, kita segera ke Ball Room." Ajak Bu Nyai saat melihat rombongan Pak Kiyai mulai berjalan setelah Gus Farhan datang.
Mereka berjalan bersama. Laras juga tampak mengobrol Akrab dengan Ning Fahira. Begitulah Laras, ia memang mudah Akrab dengan orang yang ia temui.
Setelah memasuki Ball Room hotel mewah itu, mereka segera duduk di tempat yang sudah di sediakan.
Laras sendiri duduk di samping Ning Fahira, sementara Uti dan Bu Nyai duduk di depan mereka.
"Ummah..." Seru anak Laki - laki berumur tiga tahun yang berlari ke arah Ning Fahira.
"Iya, nak." Wanita cantik itu menjawab panggilan putranya
"Maa syaa Allah, tampan sekali Gus yang sholih ini." Puji Laras saat melihat putra Ning Fahira dan Gus Farhan.
"Terima kasih Ammah."
Laras tersenyum saat mendengar panggilan dari bocah laki - laki kecil itu. Panggilan yang tentu saja asing di telinganya.
"Ammah itu maksudnya tante." Ning Fahira menjelaskan yang di jawab anggukan oleh Laras.
"Siapa nama Gus kecil ini?" Tanya Laras pada bocah itu.
"Sakhi"
"Oh, Gus Sakhi ya?" Laras memperjelas yang di jawab anggukan oleh Sakhi.
Laras langsung bisa akrab dengan Sakhi. Ia tampak telaten meladeni Sakhi bermain mobil - mobilan kecil yang di bawa Sakhi.
"Ummah mau makan jajan sama Ammah Laras di luar." Rengek Sakhi.
"Ajak Aba saja ya, nak?" Jawab Ning Fahira yang sedikit kerepotan karena sedang mengASIhi putrinya yang bernama Naima.
"Maunya sama Ammah Laras." Rengek Sakhi lagi.
"Mas Sakhi gak boleh gitu. Ajak Ammi Farid, mau?" Bujuk Ning Fahira.
"Gak mau!"
"Gak apa - apa, Ning. Biar saya temani Gus Sakhi." Jawab Laras.
"Maaf ya, Ras, ngerepotin." Ning Fahira sungkan.
"Gak repot kok, Ning." Kata Laras yang kemudian membawa Sakhi bersama tas kecilnya keluar BallRoom.
Disana, sepasang mata mengawasi Laras yang tampak riang berjalan bersama dengan Gus Sakhi.
update trus y kk..
sk bngt ma critany