Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Tak Sengaja
Ranu sedikit terlambat sampai di sekolah. Tapi tak benar-benar terlambat sebenarnya. Hanya saja, biasanya ia akan tiba setengah jam sebelum pelajaran di mulai. Tapi karena semalam ia terlambat tidur, ia pun terlambat bangun.
Novita memasang wajah jutek saat melintasi meja Ranu.
Guru bahasa itu terlihat kesal pada calon suaminya. Sejak bada Isya ia mengirim pesan pada Ranu, jangankan di balas di baca pun tidak! Siapa yang tidak over thinking di buatnya.
Beberapa waktu lalu sebelum Ranu benar-benar memutuskan hubungannya dengan Ajeng, lelaki itu bersikap lembut dan perhatian padanya. Tapi sekarang?
Ketika dirinya menjadi satu-satunya kekasih sekaligus calon istri Ranu, ia malah di abaikan!
Ranu menghela nafas panjang. Novita memang di kenal guru killer di sekolah itu. Tapi wajahnya memang cantik, dan ia pun terkenal pintar di kalangan rekan pengajar di sana.
Ranu tak menyukai situasi ini. Bagaimana nanti jika suatu saat setelah mereka menikah dan sedang bermasalah. Apakah akan di tunjukkan pada semua orang?
Novita memeluk buku yang akan menjadi panduannya mengajar. Lagi, ia mengabaikan Ranu yang juga sedang merapikan bukunya.
Saat Novita tiba di dekat pintu, Ranu bersuara.
"Pulang sekolah nanti, aku ke rumah. Ada titipan dari ibu dan bapak ku!" kata Ranu. Novita membalikkan badannya.
"Bahkan kamu ngga tahu kesalahan kamu apa, mas?" tanya Novita. Meski usia Novita lebih tua darinya, sudah sepantasnya ia membiasakan diri memanggil Ranu dengan sebutan mas. Bahkan jauh sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
Awalnya ,Novita pun sebenarnya keberatan menjadi perebut kekasih orang lain. Tapi orang tuanya meyakinkan dirinya bahwa mereka hanya sebatas pacaran, bukan menikah. Wajar saja kalau seandainya Ranu melanjutkan ke hubungan yang sakral.
"Aku membantu ibu ku menyiapkan seserahan yang ada di rumah. Nggak mungkin aku membiarkan ibu menyiapkannya sendiri. Sisanya sudah di serahkan ke bagian packing parsel dan seserahan."
Novita mulai melunak. Ia pikir, calon suaminya itu mengabaikannya.
"Heum, ya sudah! Aku mau ke kelas!" kata Novita melembut. Ranu hanya menganggukkan kepalanya.
Lelaki itu pun membawa beberapa buku yang menjadi penunjang mengajarnya pagi ini.
💐💐💐💐💐💐💐💐
Bhumi menyuapi Khalis dengan telaten. Bocah cantik itu memainkan bonekanya yang berwarna krem.
"Nanti pulang kerja ayah beliin chicken ,Khalis mau?" tanya Bhumi. Walau pun Khalis kadang menanggapi kadang tidak, ia tetap mengajak gadis kecilnya bicara.
Khalis bisa bicara, hanya tidak lancar dan lebih banyak diam.
"Kalo beli sekalian buat Dafi, jangan cuma buat Khalis doang. Anak kecil di rumah ini kan ngga cuma Khalis!"
Resti nimbrung duduk di salah satu bangku di ikuti oleh suami dan anaknya.
"Iya Om, chicken yang krispi ya om. Yang paha dung-dung", Dafi turut menimpali. Bhumi memilih terus menyuapi anaknya dari pada menanggapi ucapan kakak dan
keponakannya.
Bu Tini melirik ke putra bungsunya yang tak menyahuti perkataan Resti dan Dafi. Resti sendiri sudah sibuk menyendokkan nasi untuknya, suaminya juga anaknya.
"Yah...Bu...Bu...!" Khalis memeluk bonekanya.
"Iya, boneka ibu!"
Khalis menggeleng. Ayahnya tak paham apa yang ia ucapkan.
Padahal maksud Khalis adalah ibu...ibu yang kemarin alias Tante Ajeng! Ia ingin mengatakan pada ayahnya, ia rindu Ajeng. Ia ingin memeluk ibu Ajeng.
"Makan Khalis!" titah Bu Tini. Khalis yang penurut pun hanya menunduk lalu memakan suapan dari ayahnya.
"Tolong y Bu, Khalis kan memang tidak seperti anak lain. Bersabar lah sedikit menghadapi Khalis."
Bu Tini meletakkan sendoknya.
"Kalo ibu ngga sabar ngadepin anak kamu yang gagu itu, sudah ibu biarkan dia mau apa. Buktinya ibu masih ngurusin kan?" tanya Bu Tini. Bhumi lagi-lagi hanya mampu menghela nafas.
Resti mengedikkan bahunya, ia tak peduli jika adiknya dan sang ibu berdebat seperti biasa.
"Ayok berangkat!" ajak suami Resti. Dafi pun sudah selesai. Mereka berangkat menggunakan mobil box milik perusahaan di mana suami Resti bekerja. Sebelum mengantar Resti,mereka mengantar Dafi lebih dulu ke sebuah sekolah dasar negeri.
"Om ,jangan lupa chicken krispinya ya om! Dua deh kalo boleh!" celetuk Dafi. Resti merangkul bahu putranya.
"Yuk Daf!" ajak Resti lagi.
"Ada mama dan papa mu, minta saja sama mereka. Jangan apa-apa Om. Kamu kalo punya apa-apa juga Khalis ngga pernah di bagi! Jadi mulai sekarang, kamu juga minta apa-apa sama mama kamu!"
Semua mata tertuju pada Bhumi. Mereka tak percaya jika kalimat seperti itu akan keluar dari mulut seorang Restu Bhumi.
"Keterlaluan banget kamu ya, Mi!" Resti menghampiri meja makan lagi di mana Bhumi masih sibuk menyuapi Khalis.
Bhumi menanggapi kakaknya dengan santai. Bisa hancur mood nya kalau harus menggunakan tenaganya menghadapi sang kakak.
"Aku keterlaluan di mananya, mba? Yang keterlaluan tuh kalian! Buat jajan anaknya sendiri saja pelit! Giliran buat rokok, buat make up kalian mampu! Jadi siapa sebenarnya yang keterlaluan di sini?"
"Kamu...kamu kelewat perhitungan sama keponakan kamu sendiri? Hey ...sehebat apa kamu hah? Sehebat apa? Kita sama-sama numpang di rumah ibu. Jadi jangan sok merasa kalau...."
"Iya...aku memang menumpang di rumah ini. Tapi karena orang yang menumpang ini, dapur selalu ngebul! Juga listrik selalu menyala! Apa ini karena aku meminta ibu merawat Khalis? Oke! Anggap saja itu kompensasi yang harus ku bayar! Tapi apa kontribusi kalian? Apa??"
Kedua orang tua Bhumi sampai tersentak mendengar ucapan Bhumi. Ia tak pernah semarah ini sebelumnya.
Nafas Resti memburu. Sudah cukup rasanya sang adik menghinanya seperti itu. Meski dalam hati kecilnya, ia sadar jika apa yang Bhumi katakan benar. Ia tak berkontribusi apapun di rumah ini.
Tapi ia tak mau mengakuinya. Tujuannya tinggal di rumah sang ibu karena ingin menghemat pengeluaran rumah tangganya. Selama ini ia baik-baik saja. Tapi entah kenapa akhir-akhir ini adiknya mulai mengungkit-ungkit masalah ini.
"Siapa yang sudah mempengaruhi kamu, Mi? Kamu punya calon pengganti ibunya si gagu ini?" sindir Resti.
Bhumi meremas tangannya hingga memutih. Dan....
Brakkkkk! Bhumi menggebrak meja makan hingga bunyi piring berdenting keras. Namun Khalis sama sekali tak terkejut justru ia menatap ayahnya yang tak berkedip.
Resti yang ketakutan pun buru-buru meningalkan rumah itu. Ia menarik Dafi, sedang suaminya sudah lebih dulu keluar.
Bhumi beristighfar dalam hatinya. Ia tidak bisa bersabar jika itu menyangkut Khalis apalagi mendiang istrinya.
"Khalis, jangan nakal ya! Ayah kerja dulu!"
Bhumi mengecup kening Khalis setelah itu pergi. Hanya tersisa Khalis dan kakek neneknya.
"Bu....??!''
Bu Tini memilih menggendong Khalis dan membawanya ke warung. Dia tak mau kalau sampai Khalis hilang lagi.
Pak Ali tak bisa berkata-kata saat ini. Semua terasa begitu berat. Resti Senjana dan Restu Bhumi adalah darah dagingnya. Bagaimana ia akan membela salah satunya jika keduanya pun punya sisi yang baik dan buruk bersamaan?
💐💐💐💐💐💐💐💐
Ajeng meniup ujung jilbabnya yang menggelambir. Gara-gara Ranu menghubunginya lagi, gadis itu tak bisa tidur. Sama seperti Ranu juga!
Dan sekarang, di tempat ia mengais rejeki ia pun harus menghadapi atasannya yang tak ada henti-hentinya mengganggunya.
"Pagi, Jeng!" sapa pak Yos. Teman-teman Ajeng saling sikut. Sudah biasa melihat pemandangan itu, tapi tetap saja mereka melakukannya.
"Pagi pak Yos!" balas Ajeng menyapa atasannya tersebut.
"Tumben mukanya kusut, begadang?" tanya Pak Yos.
"Ngga pak, cuma kecapekan aja kok."
Ajeng tersenyum tipis. Sebenarnya ia sudah muak berpura-pura ramah pada atasannya tersebut. Tapi mau bagaimana lagi???
Dia atasannya! Masa iya sih mau bermusuhan dengan nya? Lingkungan kerja seperti apa lagi yang ia harapkan?
Ega sedang dapat jatah sore, pagi ini ia tak punya benteng untuk menahan Pak Yos yang posesif kelewat batas.
"Nah, nanti kan pulang masih siang bisa dong kita nonton dulu di lantai atas!"
Pak Yos menaikturunkan alisnya. Ajeng sampai tersenyum terpaksa.
"Saya ada janji sama pacar saya pak, dia lagi ke sini!"
Oppss ...pacar apaan?? Batin Ajeng.
Wajah sumringah pak Yos langsung meredup. Ia tak suka kalau Ajeng menyebut pacar-pacar terus. Tapi entah kenapa ia tak sadar juga!!!
Waktu terus bergulir. Sebentar lagi Ajeng selesai bekerja di ganti oleh shift berikutnya. Saat sedang merapikan tas dan siap keluar, tanpa sengaja ia melihat Bhumi yang sudah mengenakan pakaian kasual.
Sepertinya lelaki itu membeli paket ayam untuk Khalis.
Dan tanpa sengaja keduanya malah bertemu di pintu keluar.
"Lho, Ajeng? Sudah pulang?" tanya Bhumi pada Ajeng.
"Hehehe iya mas''
Matanya menangkap sosok pak Yos, gadis itu reflek memegang lengan Bhumi. Bhumi memandangi lengannya yang Ajeng peluk.
"Pinjam sebentar mas!" bisik Ajeng. Bhumi yang tak paham hanya mengernyitkan alis. Hingga kedatangan seseorang membuatnya mengerti.
"Pacar kamu Jeng?" tanya Pak Yos. Ajeng menggandeng lengan Bhumi.
"Iya pak Yos. Kenalin mas, pak Yos atasan ku!" Ajeng memperkenalkan atasannya pada Bhumi. Bhumi yang paham pun mengikuti alur yang Ajeng buat.
"Bhumi!" kata lelaki itu. Pak Yos mengamati Bhumi. Lelaki gagah yang di gandeng Ajeng memang jauh lebih tampan di bandingkan dirinya. Wajar kalau Ajeng selalu menolaknya.
"Maaf pak, kami duluan!" pamit Ajeng menyeret lengan Bhumi.
"Eh, motornya di seberang!"
Bhumi memarkirkan roda duanya di parkir gedung bank yang berseberangan dengan keyefsii tempat Ajeng bekerja.
"Oh, ya udah!"
Ajeng masih terus menggandeng lengan Bhumi hingga pak Yos benar-benar tak melihatnya lagi.
"Hah! Akhirnya!"
Ajeng bernafas lega. Tapi ia tak sadar jika tangannya masih bertengger manis di lengan Bhumi.
"Nyaman ya?" sindir Bhumi.
Ajeng spontan melepaskan tangannya dari lengan Bhumi.
💐💐💐💐💐
rada panjang ya 🤭🤭
terimakasih 🙏🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...