My Rules Is Villain

Malam menelan hutan dengan kesunyian yang menyeramkan. Angin dingin berdesir, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Di bawah naungan pohon-pohon raksasa, manusia-manusia itu duduk mengelilingi api unggun yang mulai meredup, wajah mereka dipenuhi kelelahan dan kecemasan.

Mereka sudah merasa ada yang salah.

Entah itu karena kegelapan yang terasa terlalu tebal... atau karena suara hutan yang mendadak begitu sunyi.

Kreeeek...

Salah satu petualang menoleh cepat saat mendengar suara ranting yang patah di kejauhan.

"H-Hey... kau dengar itu?" bisiknya pada rekannya.

Yang lain saling berpandangan, menggenggam senjata mereka lebih erat.

Keheningan terasa seperti pedang yang menggantung di atas leher mereka.

Lalu, suara itu datang.

Auuuuuuuuuuuooooooooooooooooo!

Lolongan panjang menggema di seluruh penjuru hutan.

Seketika, api unggun terasa lebih redup. Udaranya lebih dingin.

Mata mereka melebar saat mereka mulai melihatnya, cahaya kecil berwarna merah menyala yang muncul di antara pepohonan. Satu... dua... lima... dua puluh...

Mata.

Mata yang menyala dalam gelap, menatap mereka seperti segerombolan iblis kelaparan yang baru saja menemukan mangsanya.

"H-holy shit..." salah satu petualang mundur selangkah, keringat dingin membasahi tengkuknya. "S-Srigala..."

Tapi sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya—

CRACK!

Jeritan panjang menggema ketika tubuhnya tiba-tiba terlempar ke udara, dicabik oleh bayangan hitam yang melompat dari kegelapan. Darah muncrat di udara, bercampur dengan suara daging yang tercabik dan tulang yang remuk.

"A-ARGHHH!!!"

Yang lain langsung bangkit, mengangkat senjata mereka dengan panik.

Namun, terlambat.

Srigala-srigala iblis telah menerkam mereka.

Makhluk-makhluk raksasa dengan bulu hitam pekat dan gigi setajam belati itu melompat dari kegelapan, menyergap mangsanya seperti bayangan kematian.

CRUNCH!

Leher seorang petualang langsung terkoyak, suaranya tercekat dalam gurgling darah.

Yang lain mencoba melawan, mengayunkan pedang mereka ke arah makhluk-makhluk itu. Tetapi srigala-srigala ini bukan binatang biasa.

Mereka adalah Bloodfang, serigala iblis yang hanya tunduk pada satu makhluk, yaitu Darius Ironfang.

Dengan satu lompatan, mereka menghindari serangan manusia, lalu membalas dengan gigitan brutal yang menembus armor seakan itu terbuat dari kertas.

"T-TOLONG—"

CHOMP!

Kepala seorang petualang lenyap dalam sekali gigitan. Matanya masih melebar dalam ketakutan saat tubuhnya roboh tanpa kepala.

Di tengah kekacauan, seorang pria mencoba melarikan diri. Napasnya tersengal, tangannya bergetar saat ia berusaha menerobos semak-semak.

Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh—

SWOOSH!

Sebuah bayangan hitam melintas.

Tiba-tiba, tubuh pria itu berhenti bergerak.

Matanya melebar. Ia mencoba berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar.

Darah mulai mengalir dari lehernya.

Kepalanya jatuh ke tanah... sementara tubuhnya masih berdiri beberapa detik sebelum akhirnya roboh.

Darius Ironfang berdiri di belakangnya, dengan cakarnya yang masih meneteskan darah.

Sang Werewolf Raja menyeringai, menatap sisa manusia yang masih hidup.

"Manusia bodoh," suaranya dalam dan kasar, penuh dengan penghinaan. "Kalian pikir bisa memasuki wilayah Raja kami dan tetap hidup?"

Yang tersisa hanyalah jeritan ketakutan.

Namun, Darius tidak memberi mereka kesempatan.

Dengan satu gerakan, dia mengangkat kepalanya dan melolong ke udara.

"HABISI MEREKA."

Dan malam pun berubah menjadi simfoni kematian. Dari Kejauhan, Sang Raja Kegelapan Menikmati Pertunjukan. Jellal Astraus duduk di atas dahan pohon besar, pemandangan pembantaian itu terbentang di hadapannya seperti teater yang indah.

Darah menghiasi tanah, jeritan manusia menggema di udara, dan srigala-srigala iblisnya menari dalam kegilaan liar. Di sebelahnya, Selvhia berdiri diam, ekspresinya datar seperti biasa. Hanya tatapan tajamnya yang menunjukkan betapa ia menikmati kehancuran ini.

Sedikit lebih jauh, dua sosok kecil duduk di dahan lain, mengayun-ayunkan kaki mereka. Nyx, bocah laki-laki berambut putih, bersedekap dengan ekspresi bosan.

"Uh... ini mulai membosankan. Mereka mati terlalu cepat," keluhnya.

Di sebelahnya, Noa, gadis kecil berambut perak panjang, tertawa kecil. "Hehe~ Tentu saja! Manusia memang lemah! Tapi... hmm..." Ia menoleh ke arah Velka, yang duduk di sampingnya. "Velka~ Apa anak kecil sepertiku boleh menonton ini?"

Velka, sang Lich Agung, yang wajahnya tertutup oleh tudung jubahnya, mengangkat bahu.

"Hmm... Secara teknis, kau adalah malaikat jatuh yang bisa menghapus keberadaan seseorang dengan sekali sentuhan, jadi..."

Nyx menimpali, "Jadi kau memang bukan anak kecil."

Noa menggembungkan pipinya. "Tapi aku tetap mau diperlakukan seperti anak kecil!"

Jellal mendengarkan perdebatan kecil mereka dengan ekspresi datar.

Bawahannya ini... bahkan di tengah pembantaian, mereka masih bisa bercanda.

Tapi, begitulah mereka.