Wilda Sugandi adalah seorang istri yang baik hati dan menurut pada sang suami, Arya Dwipangga. Mereka sudah menikah selama 5 tahun namun sayang sampai saat ini Wilda dan Arya belum dikaruniai keturunan. Hal mengejutkan sekaligus menyakitkan adalah saat Wilda mengetahui bahwa Arya dan sahabat baiknya, Agustine Wulandari memiliki hubungan spesial di belakangnya selama ini. Agustine membuat Arya menceraikan Wilda dan membuat Wilda hancur berkeping-keping, saat ia pikir dunianya sudah hancur, ia bertemu dengan Mikael Parovisk, seorang CEO dari negara Serbia yang jatuh cinta padanya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah yang Meluap
Awalnya, Arya tidak pernah membayangkan hubungannya dengan Agustine akan berkembang seperti ini. Ia mengenal Agustine sebagai wanita yang menarik dan penuh percaya diri. Namun, ia tidak pernah berpikir bahwa Agustine akan terobsesi padanya. Di satu sisi, Arya merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh Agustine. Ia merasa seperti mendapatkan validasi sebagai seorang pria. Agustine selalu memujinya, membuatnya merasa hebat dan diinginkan. Namun, di sisi lain, Arya masih tidak rela jika Wilda ingin bercerai darinya. Ia masih mencintai Wilda, meskipun ia telah mengkhianatinya. Arya merasa bersalah dan menyesal atas perbuatannya. Agustine memberikan Arya pengalaman bercinta yang tidak pernah ia dapatkan dari Wilda. Agustine sangat berani dan liar di ranjang. Ia selalu membuat Arya merasa bergairah dan ketagihan.
Namun, cinta Arya tetap hanya untuk Wilda. Ia tidak bisa melupakan wanita yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Wilda adalah wanita yang selalu ada di sampingnya dalam suka maupun duka. Arya merasa bersalah karena telah menyakiti Wilda. Ia tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan besar. Ia ingin meminta maaf kepada Wilda dan berharap wanita itu mau memaafkannya. Namun, Arya juga tidak bisa menolak pesona Agustine. Ia merasa seperti terjebak dalam hubungan yang rumit dan membingungkan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Suatu malam, Arya dan Agustine sedang bermesraan di sebuah hotel mewah. Tiba-tiba, Arya teringat pada Wilda. Ia merasa bersalah karena telah mengkhianati wanita itu.
"Agustine, aku tidak bisa seperti ini," kata Arya dengan nada menyesal. "Aku masih mencintai Wilda."
Agustine terkejut mendengar perkataan Arya. Ia tidak menyangka bahwa pria itu masih memikirkan wanita lain.
"Kamu masih mencintai wanita itu?" tanya Agustine dengan nada marah. "Setelah apa yang sudah kamu lakukan padanya?"
"Aku tahu aku salah," jawab Arya dengan suara lirih. "Aku menyesal telah menyakiti Wilda."
"Kalau begitu, kenapa kamu masih bersamaku?" tanya Agustine dengan nada sinis. "Kenapa kamu tidak kembali saja padanya?"
Arya terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku tidak bisa kembali pada Wilda," kata Arya akhirnya. "Aku sudah terlalu jauh melangkah."
"Jadi, kamu mau memilih aku atau dia?" tanya Agustine dengan nada menantang.
Arya terdiam lagi. Ia masih bimbang dan ragu.
"Aku ... aku tidak tahu," jawab Arya dengan suara pelan.
Agustine tersenyum sinis. Ia sudah tahu apa jawaban Arya.
"Kamu memang pengecut," kata Agustine dengan nada dingin. "Kamu tidak berani mengambil keputusan."
Agustine kemudian meninggalkan Arya sendirian di kamar hotel. Ia merasa kecewa dan marah pada pria itu.
***
Setelah meninggalkan Arya di hotel, Agustine kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Ia marah, kecewa, dan sakit hati. Ia merasa Arya telah mempermainkannya.
Sesampainya di apartemen, Agustine langsung membanting pintu dengan keras. Ia berjalan menuju ruang tengah dan mulai melempar barang-barang yang ada di sekitarnya. Vas bunga, bingkai foto, dan bantal-bantal sofa menjadi sasaran kemarahannya.
"Sial! Sial! Sial!" umpat Agustine dengan nada tinggi. "Kenapa Arya masih memikirkan wanita itu? Apa kurangnya aku dibandingkan dengan dia?"
Agustine merasa sangat marah pada Wilda. Ia merasa Wilda selalu menjadi penghalang dalam hidupnya. Sejak kecil, Agustine selalu merasa iri dengan Wilda. Wilda selalu terlihat lebih cantik, lebih pintar, dan lebih disukai oleh semua orang.
"Wilda selalu menjadi bayang-bayangku," gumam Agustine dalam hati. "Semua orang selalu membandingkan aku dengan dia. Aku benci dia!"
Agustine memanggil semua kenangan masa kecilnya bersama Wilda. Ia ingat bagaimana Wilda selalu menjadi pusat perhatian. Ia ingat bagaimana Arya lebih memilih Wilda daripada dirinya.
"Aku tidak akan pernah membiarkan Wilda merebut Arya dariku," kata Agustine dengan nada penuh tekad.
"Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkan Arya."
Agustine kemudian berjalan menuju kamar mandi. Ia menatap dirinya di cermin. Ia melihat wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang seksi. Ia merasa bahwa ia lebih baik dari Wilda.
"Aku pasti bisa mendapatkan Arya," kata Agustine dengan nada kesal. "Aku akan membuat Arya menyesal karena sudah memilih Wilda."
Agustine kemudian keluar dari kamar mandi dengan perasaan yang lebih tenang. Ia sudah tidak marah lagi. Ia sudah membuat rencana untuk mendapatkan Arya kembali.
"Aku akan membuat Arya bertekuk lutut di hadapanku," kata Agustine dalam hati. "Aku akan membuatnya mencintaiku dan melupakan Wilda."
Agustine kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Ia ingin meminta bantuan untuk melaksanakan rencananya.
"Halo," kata Agustine dengan suara lembut. "Aku punya pekerjaan untukmu."
Keesokan harinya, Agustine siap untuk melaksanakan rencananya. Ia sudah menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
"Aku akan membuat perhitungan dengan Wilda," kata Agustine dengan nada penuh dendam. "Dia tidak akan pernah bisa merebut Arya dariku."
Agustine kemudian pergi menuju rumah Wilda. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan wanita itu dan melaksanakan rencananya.
"Aku datang untukmu, Wilda," kata Agustine dalam hati. "Dan aku tidak akan pergi sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan."
Agustine kemudian mengetuk pintu rumah Wilda dengan keras. Ia sudah siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.
****
Dengan kasar, Agustine mengetuk pintu rumah Nurjannah. Wajahnya penuh amarah dan dendam. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Wilda dan melaksanakan rencananya.
"Wilda pasti ada di dalam," gumam Agustine dalam hati. "Aku tidak akan membiarkan dia lolos dariku."
Pintu rumah terbuka. Nurjannah, ibu Wilda, muncul di hadapan Agustine. Wajah wanita tua itu terlihat tidak suka melihat kedatangan Agustine.
"Ada apa kamu datang ke sini?" tanya Nurjannah dengan nada ketus.
"Saya ingin bertemu dengan Wilda," jawab Agustine dengan nada sinis.
"Wilda tidak mau bertemu denganmu," kata Nurjannah dengan tegas. "Sebaiknya kamu pergi dari sini."
"Tidak mau!" bantah Agustine dengan nada keras. "Saya tidak akan pergi sebelum bertemu dengan Wilda."
"Kamu tidak punya hak untuk memaksa Wilda," kata Nurjannah dengan nada marah.
"Ini rumah saya, dan saya berhak melarang siapa pun masuk ke rumah saya."
"Saya tidak peduli!" balas Agustine dengan nada kasar. "Saya akan tetap masuk ke dalam rumah ini."
Agustine kemudian mencoba mendorong Nurjannah agar ia bisa masuk ke dalam rumah. Namun, Nurjannah tidak menyerah. Ia terus menghalangi Agustine dengan sekuat tenaga.
"Pergi dari sini!" teriak Nurjannah dengan nada tinggi. "Jangan ganggu anak saya lagi!"
"Tidak akan!" balas Agustine dengan nada marah.
"Saya akan tetap di sini sampai Wilda mau bertemu dengan saya."
Agustine dan Nurjannah terus berdebat dan saling dorong. Keduanya tidak ada yang mau mengalah.
Tiba-tiba, Wilda muncul di belakang Nurjannah. Ia melihat pertengkaran antara ibunya dan Agustine dengan perasaan sedih.
"Ibu, sudah," kata Wilda dengan suara lirih.
"Biarkan Agustine masuk."
Nurjannah menoleh ke arah Wilda dengan tatapan khawatir. Ia tidak ingin Wilda terlibat masalah dengan Agustine.
"Tapi, Nak ...." kata Nurjannah dengan nada cemas.
"Tidak apa-apa, Bu," kata Wilda sambil tersenyum lembut. "Aku akan bicara dengan Agustine."
Nurjannah akhirnya mengalah. Ia membiarkan Agustine masuk ke dalam rumah. Agustine tersenyum sinis melihat Wilda. Ia merasa menang karena berhasil masuk ke dalam rumah itu.
"Jadi kenapa kamu datang ke sini?" tanya Wilda.